Dirjen. PKH Kementan, Paparkan 4 Tahun Capaian Kinerja Sub Sektor Peternakan

By Admin


nusakini.com - Jakarta, Kementerian Pertania. n melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita menyampaikan bahwa dalam 4 tahun terakhir (2015-2018) cukup membanggakan jika dilihat dari perkembangan populasi dan produksi, investasi, jumlah tenaga kerja, peningkatan produksi yang mendongkrak PDB sub sektor peternakan, daya beli peternak dan ekspor peternakan. Hal tersebut Ia sampaikan pada saat Media Gathering di Jakarta (12/11).

I Ketut mengatakan, mencermati kondisi industri peternakan Indonesia saat ini dan ke depan, Ia memiliki beberapa catatan yang perlu mendapatkan perhatian. Menurutnya, saat ini kita sedang menuju swasembada protein hewani yang artinya, sumber protein hewani yang dikonsumsi masyarakat berasal dari keanekaragaman ternak, tidak tergantung pada satu macam sumber protein saja. Untuk itulah, dilakukan penguatan peningkatan produksi dan produktivitas tidak hanya untuk sapi dan kerbau, namun kita juga mendorong bertumbuhkembangnya ternak lainnya, seperti kambing, domba, kelinci, unggas, dan sapi perah.

Populasi sapi dari tahun 2014 sampai tahun 2017 mengalami kenaikan sebesar 12,6 persen. Populasi kerbau dari tahun 2014 sampai tahun 2017 mengalami kenaikan sebesar 4,5 persen. Demikian juga dengan populasi komoditas ternak lainnya, seperti babi, kambing, domba, ayam buras, ayam ras pedaging dan petelur, serta itik dari tahun 2014 sampai tahun 2017 mengalami kenaikan seperti pada grafik dalam paparan.

Terkait pengembangan komoditas sapi/kerbau, telah terjadi loncatan populasi yang cukup signifikan. Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan populasi sapi-kerbau dari periode tahun 2014-2017 mengalami loncatan kenaikan pertumbuhan menjadi sebesar 3,83 persen per tahun, dibanding pertumbuhan populasi pada periode tahun 2012 – 2014 dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya yang menurun sebesar (1,03%).

Untuk mempercepat peningkatan populasi sapi/kerbau pada tahun 2015-2016 telah dilakukan program Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan (GBIB). Selanjutnya pada Oktober 2016 Kementan memperluas program ini dengan lebih mengoptimalkan pelayanan reproduksi kepada sapi-sapi milik peternak melalui Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting) yang bertujuan untuk mempercepat peningkatan populasi sapi di tingkat peternak.

Esensi Upsus Siwab adalah mengubah pola pikir petani ternak, yang cara beternaknya selama ini masih bersifat sambilan, menuju ke arah profit dan menguntungkan bagi dirinya. 

Realibitas dan validitas kinerja nasional tidak perlu diragukan lagi, seluruh pelaporan kinerja Upsus Siwab sudah terverifikasi, terlaporkan dan tercatat dalam sistem iSIKHNAS (Sistem Informasi Kesehatan Hewan Terintegrasi). Sejak pelaksanaan Upsus Siwab tahun 2017 hingga saat ini (04 November 2018) sudah lahir 2.385.357 ekor dari indukan sapi milik peternak, sebuah catatan kinerja yang fantastis dan patut kita banggakan. Capaian kinerja kelahiran pedet ini, dalam enam (6) bulan kedepan, diprediksi akan bertambah lagi dan akan mencapai kurang lebih 3,5 juta ekor lebih. Sebuah bukti bahwa lompatan populasi sapi memang benar terjadi dibanding 4 tahun periode sebelumnya.

Berdasarkan perhitungan analisa ekonomi, jika harga anak sapi lepas sapih rata-rata sebesar 8 juta rupiah, sedangkan hasil Upsus Siwab 2017 – 2018 sebanyak 2.385.357 ekor ekor, maka akan diperoleh nilai ekonomis sebesar 19,08 Triliun. Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi program Uspsus Siwab 2017 – 2018 hanya sebesar Rp. 1,41 T, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar 17,67 Triliun rupiah.  

Dampak Upsus Siwab juga mampu menurunkan pemotongan betina produktif melalui kerjasama dengan Baharkam Polri. Pemotongan sapi dan kerbau betina produktif secara Nasional pada periode Januari sampai Agustus 2018 sebanyak 8.482 ekor. Jumlah pemotongan tersebut menurun 51,38% jika dibandingkan dengan pemotongan sapi dan kerbau betina produktif pada periode yang sama pada Tahun 2017.

Selain percepatan dalam peningkatan populasi sapi di dalam negeri, Upsus Siwab juga telah mampu menghasilkan sapi-sapi yang berkualitas dengan peningkatan kualitas sumber daya genetik ternak sapi. 

Untuk meningkatkan produksi juga dilakukan pengembangan sapi ras baru “Belgian Blue” yang memiliki perototan besar yang beratnya bisa mencapai diatas 1,2 – 1,6 ton. Belgian Blue bukan sapi biasa, pertambahan bobot badannya tinggi sekali, per hari bisa mencapai 1,2 - 1,6 kg. 

Sampai saat ini, telah ada 99 ekor kelahiran sapi Belgian Blue yang berhasil dikembangbiakkan baik dari hasil Transfer Embrio (TE) maupun Inseminasi Buatan (IB) dan sudah ada sebanyak 276 ekor sapi bunting. Kementan menargetkan kelahiran 1.000 pedet Belgian Blue pada mendatang 2019 baik melalui Inseminasi Buatan maupun transfer embrio. 

Terkait dengan perunggasan, khususnya ayam ras serta komoditas kambing/domba kita sudah mencapai swasembada bahkan ekspor. Sedangkan untuk pemberdayaan unggas lokal, ternak kambing/domba dan kelinci, serta untuk mewujudkan swasembada protein hewani dan sekaligus pengentasan kemiskinan masyarakat di pedesaan, maka Kementerian Pertanian telah meluncurkan program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera (Bekerja).

Program ‘‘Bekerja’’ memanfaatkan pekarangan masyarakat secara intensif untuk pertanian. Setiap rumah tangga prasejahtera/miskin akan menerima bantuan ternak, yaitu: 50 ekor ayam yang dilengkapi kandang dan pakan selama 6 bulan.

INVESTASI SUB SEKTOR PETERNAKAN

Investasi PMDN peternakan pada tahun 2017 sebesar Rp. 842,9 M naik 80,9% dibanding tahun 2016 yang hanya sebesar Rp. 466,0 M. Investasi PMA peternakan tahun 2017 sebesar US$ 159,7Juta naik 226,6% dibanding tahun 2016 yang hanya sebesar US $48,9 Juta.

Periode 2015-2018 sampai dengan triwulan II, komoditas unggas merupakan komoditas paling menarik investor baik PMA maupun PMDN. Realisasi investasi PMA selama periode tersebut untuk komoditas unggas sebesar 82,14%, dan PDMN sebesar 86,78%.

Pada tahun 2018 s.d triwulan II investasi PMA sub sektor peternakan mencapai US$ 54,3 ribu dan PMDN Rp. 405,1 juta. Sama seperti dengan tahun-tahun sebelumnya peningkatan investasi PMDN di sub sektor peternakan 2018, masih didominasi oleh komoditas unggas, yaitu sebesar 85,1% dan komoditas sapi 14,9%. Sedangkan untuk investasi PMA kontribusi komoditas unggas sebesar 46,9%, komoditas sapi 50,1%, komoditas lain serta jasa peternakan lainnya 3,0%. 

Kebijakan pemerintah mendukung peningkatan investasi sub sektor peternakan: (1). Untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM); (2). Pemerintah memfasilitasi subsidi bunga Kredit Usaha rakyat (KUR) dengan bunga KUR sebesar 7%; (3). Fasilitasi peningkatan akses pembiayaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN; (4). Fasilitasi pengurangan pajak penghasilan (tax allowance) bagi usaha pembibitan sapi potong dan budidaya penggemukan sapi lokal berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2015; (5). Mitigasi Resiko melalui Asuransi Usaha Ternak Sapi dan Kerbau (AUTS/K), dengan fasilitasi bantuan premi untuk 120.000 ekor per tahun sejak 2016; (6). Peningkatan pemanfaatan kemitraan antara pelaku usaha menengah besar dengan peternak mikro kecil.

PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN

Dari data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Agustus 2017, terdapat sekitar 3,84 juta tenaga kerja yang bekerja di subsektor peternakan. Sub sektor peternakan berkontribusi menyerap 11,51% tenaga kerja sektor pertanian. Sementara terhadap total tenaga kerja nasional, sub sektor peternakan berkontribusi sebesar 3,17%. Jumlah tenaga kerja Subsektor peternakan tahun 2018: 4,83 Juta orang Naik 27,3% dari tahun 2015.

Pertumbuhan ternak, produksi pakan dan obat-obatan menjadi kunci yang sangat penting untuk peningkatan produksi karena permintaan untuk protein hewani akan terus meningkat seiring dengan peningkatan PDB per kapita. 

Sub sektor peternakan masih berperan penting bagi proses pembangunan, terutama di daerah pedesaan. Dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kontribusi sub sektor peternakan sebesar 1,57% terhadap PDB Nasional Tahun 2017. Peningkatan produksi mendongkrak PDB subsektor peternakan 2017 sebesar Rp. 148,5 Triliun naik Rp. 23,2 Triliun dari 2013 sebesar Rp. 125,3Triliun. Untuk pembentukan PDB sektor pertanian tahun 2017, sub sektor peternakan berkontribusi sebesar 15,87%. Pertumbuhan PDB subsektor peternakan juga menunjukkan tren positif, dimana pada tahun 2017 tumbuh sebesar 3,83%.

D. EKSPOR SUB SEKTOR PETERNAKAN

22.  Kebijakan Kementan untuk mewujudkan Indonesia pada Tahun 2045 menjadi Lumbung Pangan di Dunia sedikit demi sedikit telah dapat dibuktikan. Capaian ekspor sub sektor peternakan di Indonesia cukup fantastis. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pencapaian nilai ekspor komoditas sub sektor peternakan tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 14,85% dibandingkan tahun 2016. Nilai ekspor 623,9 juta US$ atau setara dengan 8,5 triliyun rupiah yang telah diraih pada tahun 2017 diharapkan mampu bertambah secara signifikan baik dari nilai maupun volume ekspor. 

23. Berdasarkan data realisasi rekomendasi ekspor Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, capaian ekspor peternakan dan kesehatan hewan pada 3,5 tahun terakhir (2015-2018 semseter 1) mencapai Rp. 30,15 Triliun. Kontribusi ekspor terbesar pada kelompok obat hewan yang mencapai Rp. 21,58 Triliun ke 87 negara tujuan ekspor. Selanjutnya ekspor babi ke Singapura sebesar Rp. 3,05 Triliun, Susu dan olahannya sebesar Rp. 2,32 Triliun ke 31 negara, bahan pakan ternak asal tumbuhan sebanyak Rp. 2,04 Triliun ke 14 negara, produki hewan non pangan, telur ayam tetas, daging dan produk olahannya, pakan ternak, kambing/domba, DOC dan semen beku. 

Peluang perluasan pasar untuk komoditas peternakan di pasar global masih sangat terbuka luas. Adanya permintaan dari negara di daerah Timur Tengah dan negara lain di kawasan Asia sangat berpotensi untuk dilakukan penjajakan. Keunggulan halal dari kita juga dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk ekspor produk peternakan ke wilayah tersebut dan negara muslim lainnya. 

Pada saat ini masalah kesehatan hewan dan keamanan produk hewan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional dan seringkali menjadi hambatan dalam menembus pasar global. Untuk memanfaatkan peluang ekspor, perlu adanya dukungan dari seluruh stakeholder terkait, terutama dalam penerapan standar-standar internasional mulai dari hulu ke hilir untuk peningkatan nilai tambah dan daya saing.

Status kesehatan hewan menjadi kunci utama untuk membuka peluang ekspor ke negara lain. Kami melalui berbagai kesempatan internasional maupun regional, Indonesia secara konsisten memberikan informasi terkait jaminan kesehatan hewan dan keamanan pangan untuk produk yang akan di ekspor guna menembus dan memperlancar hambatan/barier lalulintas perdagangan. Berikut adalah tren perkembangan penurunan Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS).

Saat ini Kementerian Pertanian terus melakukan restrukturisasi perunggasan, terutama untuk unggas lokal di sektor 3 dan 4 yang menjadi sumber utama outbreak penyakit Avian Influenza (AI). Ditjen PKH terus menerus berusaha untuk membangun kompartemen-kompartemen AI dari penerapan sistem biosecurity, yang awalnya hanya 49 titik, saat ini sudah berkembang menjadi 141 titik dan 40 titik lagi masih menunggu untuk proses sertifikasi. 

Kementan terus mendesign kegiatan ini agar peternak lokal dapat menerapkannya karena kompartemen-kompartemen yang dibangun oleh Indonesia ini dapat diakui oleh negara lain, dengan terbentuknya kompartemen-kompartemen, maka Indonesia dapat ekspor, terus ekspor dan ekspor lagi.

Untuk penjaminan keamanan pangan saat ini sudah ada 2.132 unit usaha ber-NKV (Nomor Kontrol Veteriner). Nomor kontrol veteriner merupakan bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene sanitasi sebagai jaminan keamanan produk hewan pada unit usaha produk hewan.

Terkait Ekspor Obat Hewan saat ini sudah ada 54 produsen yang memiliki sertifikat CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik) dan 21 produsen masih proses sertifikasi. Sedangkan untuk meningkatkan ekspor pakan ternak, saat ini sudah ada 52 pabrik pakan yang telah memiliki sertifikat CPPB (Cara Pembuatan Ternak yang Baik). (pr/eg)