Begini Asal Mula Kata “Hoax”

By Admin


nusakini.com - Kata "Hoax" di Indonesia telah menjadi demikian akrab terdengar. Bisa dikatakan, hampir setiap hari, kata ini hadir di tengah kita, baik melalui media sosial, media mainstream, percakapan di warung kopi hingga seminar tingkat nasional. Bahkan, tak urung, Presiden RI, Joko Widodo juga sering kali mengatakan agar masyarakat jangan jadi penyebar berita "Hoax".

Namun, banyak diantara kita belum tahu bagaimana asal mula lahirnya kosa kata ini. “Hoax” sendiri adalah suatu kata yang umumnya digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang palsu, atau usaha untuk menipu atau mengakali orang lain supaya mereka memercayainya, padahal sudah jelas-jelas berita itu adalah palsu.

“Hoax”, di berbagai negara sering dikaitkan dengan April Mop yang umumnya dirayakan setiap tanggal 1 April untuk memberi kejutan kepada orang-orang terdekat. Sejarah penggunaan kata “Hoax” sendiri berasal dari filsuf asal Inggris, Robert Nares, seperti dikutip dari laman Wikipedia. 

Menurut Nares, hoax berasal dari kata "Hocus", yang berarti menipu. Hocus sendiri merupakan mantra sulap yang merupakan kependekan dari "Hocus Pocus". Familiar sama penggunaan kata ini kan?

Lalu bagaimana istilah “Hoax" menjadi populer? Hal ini bermula sejak pemutaran film The Hoax yang dibintangi Richard Gere pada 2006 lalu. Film yang disutradarai Lasse Hallstrom yang skenarionya ditulis oleh William Wheeler ini diangkat dari sebuah buku yang berjudul sama karya Clifford Irving.

Namun walaupun diadaptasi dari buku Irving, cerita filmnya justru banyak mengalami perubahan sehingga versi filmnya tidak mirip sama sekali dengan buku.

Karena kepopuleran film ini, akhirnya banyak orang yang kemudian ikut menggunakan dan mempopulerkan kata ini untuk menggambarkan suatu kebohongan. 

Bermula dari sanalah, kata “Hoax” akhirnya menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Popularitas kata “Hoax” semakin bergaung besar juga sangat dipicu oleh ledakan revolusi informasi, khususnya media sosial.

Dampak revolusi informasi ini menjadikan setiap orang mampu mengakses dan menjadi sumber utama dalam penyebaran berita, baik yang telah terverifikasi maupun yang memang dibuat untuk menyesatkan alias berita bohong. (mk)