Bawang Putih Kembali Bersemi Di Majalengka

By Admin


nusakini.com - Kabupaten Majalengka dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang besar, dan menjadi salah satu sentra produksi utama untuk komoditas sayuran seperti cabai keriting rawit merah, bawang merah, kentang maupun kubis. Bawang putih kini kembali dikembangkan para petani Majalengka setelah lebih dari 2 dekade tiarap.

Maksum, kepala desa Cipulus kecamatan Cikijing mengisahkan, pada tahun 1970 sampai 1980an Majalengka pernah menjadi salah satu sentra produksi bawang putih konsumsi untuk memasok kebutuhan kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Namun sejak masuknya bawang putih impor besar-besaran dari Tiongkok, perlahan penanaman bawang putih Majalengka semakin redup bahkan nyaris habis karena kalah bersaing. "Akibat gempuran impor, harga di petani jatuh, petani merugi. Sejak itu kami nggak minat lagi tanam bawang putih", ungkap Maksum.

Kini, seiring gencarnya Kementerian Pertanian mendorong perluasan areal tanam bawang putih, para petani di Majalengka kembali bangkit untuk menanam bawang putih. Kesungguhan pemerintah mengejar target swasembada membuat para petani optimis menanam bawang putih. "Kami sekarang mencoba bangkit lagi. Kebetulan ada importir bawang putih yang mengajak bermitra, jadi sangat membantu permodalan dan penyediaan sarana produksinya", ujar Piat antusias.

Kabid Hortikultura Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Majalengka Wawan, menuturkan bahwa pengembangan bawang putih di Kabupaten Majalengka sebagian besar dilakukan di kaki gunung Ceremai yang berbatasan dengan Kabupaten Kuningan. Potensi lahan pengembangan bawang putih mencapai 550 hektar meliputi 6 kecamatan sentra yaitu Argapura, Banjaran, Talaga, Cikijing, Lemasugi dan Rajagaluh.

"Tahap awal ini sudah ada 5 perusahaan importir yang sedang menanam bawang putih di Majalengka dengan total luas sekitar 350 hektar melalui pola kemitraan dengan Kelompoktani. Kalau ditambah pengembangan dari dana APBN 50 hektar ditahun anggaran 2018, maka tahun ini diharapkan dapat tertanam 400 Ha bawang putih", terang Wawan.

Lebih lanjut Wawan menjelaskan bahwa pola kerjasama antara importir dengan petani Majalengka diakukan dengan 3 model. Pertama,_ Pelaku usaha membantu penyediaan benih dan mulsa sedangkan petani memenuhi kebutuhan pupuk, pengolahan tanah, penanaman dan pemeliharaan tanaman. Hasil produksi semua diberikan kepada petani dan perusahaan membantu pemasaran hasil produksi bawang putih. _Kedua,_ Pelaku usaha menyewa lahan petani dan melakukan budidaya dengan swakelola, namun perusahaan dapat memakai tenaga kerja dari petani. Semua hasil produksi diambil oleh perusahaan. _Ketiga,_ Pelaku usaha membantu penyediaan benih, sedangkan petani memenuhi kebutuhan pupuk, pengolahan tanah, penanaman dan pemeliharaan tanaman. Hasil produksi dibagi 1 : 3 dimana petani mengembalikan 1 bagian benih sedangkan petani menerima 3 bagian. Benih yang dihasilkan oleh petani dibeli oleh perusahaan. 

"Melalui pola kerjasama tersebut diharapkan akan mampu mempercepat upaya mengembalikan kejayaan bawang putih dan menjadikan Majalengka sebagai sentra produksi bawang putih seperti dulu lagi" tukas Wawan. (pr/eg)