YLKI Sesalkan Langkah Aprindo Kembali Bebaskan Biaya Kantong Plastik ke Konsumen

By Admin

Kantong Plastik (Ilustrasi) 

nusakini.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyesalkan langkah Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang mulai 1 Oktober lalu membebaskan pungutan biaya kantong plastik kepada konsumen.

Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, langkah Aprindo tak sejalan dengan semangat pemerintah dalam mengurangi konsumsi kemasan plastik masyarakat. 

"Ini menunjukkan Aprindo tidak punya keseriusan untuk pengurangan sampah plastik yang ditimbulkan dari transaksi bisnisnya," ungkap Tulus dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/10/2016) . 

Terkait aduan dari para peritel kepada Aprindo sehubungan dengan pelaksanaan pungutan biaya kemasan plastik, YLKI menilai, seharusnya Aprindo dapat memberikan dorongan keras kepada anggotanya untuk melaksanakan kebijakan ini. 

Selain itu, YLKI juga mempertanyakan aliran dana dari pungutan biaya kemasan plastik yang diambil peritel seharga Rp200 per kemasan.

Sebab, menurut YLKI, seharusnya aliran dana tersebut dikembalikan ke publik untuk penanggulangan pencemaran lingkungan akibat sampah plastik. 

"Ketidakjelasan kebijakan plastik berbayar juga terindikasi dengan tidak jelasnya penggunaan dana yang diperoleh dari plastik berbayar itu," ujar Tulus. 

Tak hanya Aprindo, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga tak lepas dari kecaman YLKI. Pasalnya, YLKI menilai, KLHK juga lalai karena tak mengambil langkah cepat dalam membentuk dasar hukum atau regulasi pungutan biaya kemasan plastik. 

"KLHK terlalu lamban dalam menggodok penguatan regulasi plastik berbayar. Ini menunjukkan KLHK tidak konsisten, terbukti dengan lemahnya regulasi," jelas Tulus. 

Selain itu, YLKI juga mempertanyakan kebijakan pemerintah yang tak terintergrasi, yakni antara KLHK yang ingin mengurangi konsumsi plastik dan Kementerian Keuangan yang berencana menggenjot penerimaan negara dari pengenaan cukai plastik.  

"Jelas, pemerintah tidak punya peta jalan yang jelas dalam mewujudkan kebijakan KLHK dan Kemenkeu. Kedua kebijakan ini seharusnya terintegrasi," imbuh Tulus. 

Padahal, menurut YLKI, konsumen memberikan dukungan terhadap upaya pengurangan sampah plastik dengan pengenaan biaya kemasan plastik.  

"Survei YLKI per Maret 2016 menunjukkan sebanyak 26,8 persen konsumen memahami kebijakan untuk pengurangan sampah plastik," tambahnya. 

Sementera itu, Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta mengungkapkan, aliran pungutan biaya kemasan plastik digunakan untuk membeli plastik dan membantah menikmati sendiri hasil pungutan kemasan plastik. 

"Itu berputar saja untuk beli plastik, lalu 'jual' lagi. Kalau kami menikmati sendiri Rp200 per kemasan itu, tentu tidak mungkin sekarang kami hentikan pungutannya," ungkap Tutum. 

Tutum juga menanggapi perihal keinginan agar dana pungutan kemasan plastik dialirkan untuk menanggulangi pencemaran lingkungan. Namun ia menjelaskan, tidak ada arahan dari KLHK dan biaya kemasan plastik memang digunakan untuk memutar modal pembelian kemasan plastik. (p/mk)