W20 Sebagai Engagement Group Pertama Serahkan Komunike Kepada G20 Presidensi Indonesia

By Ahmad Rajendra


Nusakini.com--Simalungun--Penyerahan komunike kepada Group of Twenty (G20) Presidensi Indonesia hari ini, Kamis (21/07) sekaligus menandai penutupan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Women20 (W20 Summit) di Simalungun, Danau Toba, Sumatera Utara yang berlangsung sejak 19 Juli 2022. Co-Sherpa G20 Presidensi Indonesia, Raden Edi Prio Pambudi menerima komunike ini untuk seterusnya diajukan ke KTT G20 mendatang. Pertemuan di Toba ini juga sekaligus menandai lahirnya “Toba Track”, sebagai komitmen dari W20 untuk memberikan aksi nyata dalam pemberdayaan perempuan. W20 menjadi engagement group pertama yang menyelesaikan komunike sekaligus menggelar KTT di Toba, Sumatera Utara.

Mewakili Presiden Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, Airlangga Hartarto, menyampaikan “Pertama-tama, atas nama Presiden Joko Widodo, izinkan saya menyampaikan ucapan selamat dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam Women20. Pemerintah juga menyambut hangat semua delegasi yang telah menyelesaikan komunike W20 pada KTT W20 di Danau Toba.”

Pada KTT 2014 di Brisbane, yang didukung dengan pembentukan Women 20 (W20) selama kepresidenan Turki pada tahun 2015, para pemimpin G20 berkomitmen dan menargetkan untuk mengurangi kesenjangan gender dalam partisipasi angkatan kerja sebesar 25 persen pada tahun 2025. Mengacu kepada komitmen tersebut, maka melalui Kepresidenan 2022 ini, Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk fokus pada penyampaian. Di pucuk pimpinan forum ekonomi utama dunia, pemerintah ingin melihat hasil nyata dalam pemberdayaan ekonomi perempuan.

Kepresidenan tahun ini telah mengidentifikasi dua prioritas utama untuk pemberdayaan perempuan, yang bertujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi dan memberdayakan perempuan dalam ekonomi baru. Pertama, mendukung UMKM milik perempuan untuk berpartisipasi penuh dalam transformasi ekonomi berbasis digital yang inklusif. Kedua, berinvestasi dalam keterampilan digital dan STEM perempuan dan anak perempuan untuk berpartisipasi di semua sektor ekonomi.

“Saya optimis melihat ada sinergi yang kuat di antara negara-negara anggota G20 dengan W20 sebagai salah satu engagement group, terutama dalam hal berbagi solusi dan program kerja dalam mencapai strategi global yang lebih inklusif dan tangguh. Kita berharap W20 dapat melanjutkan komitmen dan rencana kerjanya. Kita pun menantikan untuk melihat hasil di masa depan, khususnya yang berkaitan dengan komunike W20. Saya percaya bahwa komunike W20 akan menambah wawasan bagi KTT G20 dan meningkatkan pendekatan Indonesia untuk mendorong pemberdayaan perempuan dalam agenda G20”, jelas Airlangga lebih jauh.

Dalam sambutan penutupan KTT W20, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Bintang Puspayoga, menjabarkan bahwa sejak tahun 2021, banyak upaya yang telah dilakukan untuk percepatan pemulihan dari dampak pandemi. Meskipun secara global menunjukkan adanya perbaikan ke arah yang positif, namun kita perlu menyadari bahwa hingga saat ini tingkat pemulihan ekonomi belum merata antar negara anggota G20, termasuk antar gender sendiri.

“Oleh karena itu, G20 Presidensi Indonesia kali ini harus dapat memastikan bahwa lensa gender diterapkan pada agenda pemulihan ekonomi global untuk mengatasi penanganan dampak yang tidak proporsional terhadap perempuan. Kita harus memastikan bahwa pemulihan ekonomi global juga harus memperhatikan kesetaraan gender.”

“Kami yakin bahwa hasil dari KTT ini akan semakin memperdalam pemikiran dan pemahaman kita tentang pentingnya kesetaraan gender dalam pemulihan ekonomi global. Kita juga berharap seluruh sistem perekonomian saat ini dan yang akan datang dapat mengarah pada perbaikan kebijakan dan regulasi, khususnya dalam meningkatkan partisipasi perempuan dalam perekonomian melalui UMKM milik perempuan”, jelas Bintang lebih jauh.

Sementara itu, dalam sambutannya, Chair W20 Indonesia, Hadriani Uli Silalahi menyampaikan bahwa W20 adalah engagement group pertama dari Sherpa Track dan Finance Track G20 Presidensi Indonesia yang mengadakan KTT bersamaan dengan selesainya komunike. Ini merupakan pencapaian yang sangat membanggakan. Terima kasih kepada pemerintah, seluruh delegasi, pakar, praktisi, dan semua pihak yang telah bekerja keras selama tujuh bulan terakhir ini. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa perempuan berperan penting dan akan terus berada di garda terdepan untuk perubahan yang lebih baik. Tidak berhenti di sini, W20 akan terus berjuang untuk memastikan pemberdayaan perempuan berada pada fokus utama.

Melanjutkan pesan tersebut, Co-Chair W20 Indonesia, Dian Siswarini, sepakat bahwa komunike W20 hanyalah salah satu dari banyak langkah yang harus ditempuh untuk mencapai kesetaraan gender. Ke depannya, W20 akan terus berupaya untuk mendorong pelaksanaan rekomendasi ini, memantau kemajuan dan memastikan dampak yang nyata.

“Salah satu hal yang ingin kami fokuskan adalah meluncurkan “Toba Track”, yaitu rangkaian aksi nyata yang perlu ditindaklanjuti hingga 2030 mendatang. Untuk mengingatkan kita, hal ini selaras dengan Brisbane Goals. Untuk itu, menambahkan pesan Chair W20 Indonesia, saya ingin mengajak seluruh peserta yang terlibat untuk terus bekerjasama dan berkolaborasi dalam melanjutkan upaya yang telah kita bangun bersama”, jelas Dian lebih jauh.

Delegasi KTT W20 Serahkan Komunike

Sementara itu, dalam penutupan KTT W20 Presidensi Indonesia ini, seluruh delegasi yang hadir telah menyepakati hasil akhir dari komunike yang akan diteruskan ke KTT G20 mendatang. Terdapat tiga poin penting yang direkomendasikan kepada G20. Pertama, menindaklanjuti komitmen yang telah disampaikan sebelumnya pada Deklarasi Pemimpin G20 2021 melalui W20 Roadmap of Rome yaitu meningkatkan kuantitas dan kualitas pekerjaan perempuan.

Kedua, mendorong terbentuknya Jaringan Data Gender G20 dan Dasbor Hasil Rekomendasi dari W20 yang mencakup transparansi data dan pemantauan kinerja yang akan menunjukkan tindak lanjut terbaik dan mendorong penyusunan kebijakan yang didasari pada bukti nyata. Ketiga, Mengembangkan atau meningkatkan National Strategies on Gender Equity and Equality (NSGEE) sejalan dengan perjanjian hak asasi manusia, berkolaborasi dengan pemerintah untuk meningkatkan peran perempuan di keluarga, masyarakat, dan ekonomi, termasuk di dalamnya mewujudkan kesetaraan di negara-negara G20.

Dalam mendorong percepatan tercapainya tiga poin tersebut, maka ada lima fokus prioritas yang dirumuskan dalam komunike W20 Presidensi Indonesia. Prioritas pertama, berkaitan dengan non-diskriminasi dan kesetaraan. Antara lain berbicara mengenai penghapusan undang-undang, kebijakan, sistem, dan layanan yang diskriminatif yang menghambat perempuan dan anak perempuan di semua pengembangan sektor, termasuk pendidikan, pekerjaan, kewirausahaan, kesehatan, teknologi, energi, serta dalam kehidupan pribadi, publik, dan politik.

Prioritas kedua, mengenai UMKM yang dimiliki dan dipimpin oleh perempuan. Salah satu yang diusulkan adalah mempromosikan kerangka kerja dan ekosistem kebijakan kewirausahaan perempuan yang akan mempercepat pertumbuhan UMKM yang dimiliki dan dipimpin oleh perempuan. Menyediakan akses ke keuangan hingga pasar. Memberikan peluang dan insentif bagi UMKM milik dan dipimpin perempuan untuk berpartisipasi dalam lebih banyak sektor seperti inovasi digital, AI, teknologi hijau dan biru, energi hijau, dan STEAM.

Prioritas ketiga, mengangkat respon kesehatan yang mengutamakan kesetaraan gender. Salah satu poin yang diangkat adalah bagaimana meningkatkan akses layanan kesehatan yang terjangkau bagi perempuan dan anak perempuan. Menciptakan layanan kesehatan dan kesejahteraan baru yang mencakup pemeliharaan, kondisi hidup, air, sanitasi, dan kebersihan, yang berdampak pada kesehatan perempuan dan anak perempuan secara tidak proporsional. Memajukan distribusi vaksin dan obat-obatan secara global dengan pengabaian WTO/TRIPS.

Prioritas keempat, mengenai perempuan pedesaan. Salah satu yang diangkat pada prioritas ini adalah penghapusan ketidaksetaraan akses partisipasi perempuan di pedesaan dalam hal ekonomi dan fokus tambahan pada ketidaksetaraan bagi perempuan yang terlibat dalam pertanian. Meningkatkan investasi infrastruktur inklusif di daerah pedesaan sebesar 25%, memastikan akses perempuan ke transportasi, air, listrik, energi bersih, input dan subsidi pertanian, konektivitas, layanan digital, pendidikan dan perawatan kesehatan, pada tahun 2030.

Prioritas kelima, berbicara mengenai perempuan penyandang disabilitas. Salah satu poin yang diangkat adalah mengharuskan pengusaha untuk membuat penyesuaian yang wajar untuk mendorong partisipasi perempuan penyandang disabilitas dalam angkatan kerja. Ini termasuk kuota terpilah menurut jenis kelamin yang diamanatkan dalam mempekerjakan dan mempertahankan penyandang disabilitas di sektor publik tidak kurang dari 3%, memberikan manfaat dan insentif tambahan (seperti pembebasan pajak dan insentif) bagi perusahaan sektor swasta untuk menyediakan akomodasi.(rilis)