Umat Islam Memiliki Peran Strategis dalam Pembangunan SDM Unggul

By Admin


nusakini.com - Jakarta,  Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, terus berupaya untuk menjadi negara yang maju dan sejahtera. Namun keberhasilan upaya tersebut sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia (SDM). Untuk itu, umat Islam memiliki peran strategis dalam mewujudkan SDM Indonesia yang unggul.


“Umat Islam sebagai mayoritas bangsa ini, sangat menentukan dalam mempersiapkan SDM unggul ini,” ujar Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat menghadiri acara Penutupan Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) Nasional XXVIII di Kota Padang, Sumatera Barat, melalui _video conference_ di Kediaman Resmi Wapres, Jl. Diponegoro No. 2, Jakarta Pusat, Jum’at (20/11/2020).


Dalam MTQ Nasional yang bertajuk “Dengan MTQ Nasional Kita Wujudkan SDM Yang Unggul, Profesional dan Qurani Menuju Indonesia Maju” dan digelar secara daring ini, Wapres mengajak seluruh elemen bangsa khususnya umat Islam untuk memiliki perhatian besar dalam pembangunan SDM.


“Kita harus mempunyai perhatian yang besar pada pembangunan SDM ini, yang sasarannya adalah terwujudnya manusia yang bertakwa, pekerja keras, yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berahlak mulia,” tegasnya.


Oleh sebab itu, Wapres mengingatkan pentingnya umat Islam untuk mempertahankan moderasi dalam beragama, yakni dengan meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, sehingga menghasilkan cara pandang, sikap, dan perilaku yang selalu mengambil posisi jalan tengah di antara dua hal ekstremitas (tatharrufaini). 


“Dua hal ini adalah antara jasmani dan rohani, antara teks dan konteks, antara idealitas dan kenyataan, antara hak dan kewajiban, antara orientasi keagamaan dan orientasi kebangsaan, antara kepentingan individual dan kemaslahatan umat/bangsa, serta keseimbangan antara masa lalu dan masa depan,” urainya.


Lebih lanjut, Wapres menjabarkan bahwa pemahaman Islam yang moderat (wasathiyah) adalah pemahaman yang tidak tekstual dan tidak pula liberal, tidak berlebihan (ifrâth) tetapi juga tidak gegabah (tafrîth), dan tidak pula memperberat (tasyaddud) tetapi juga tidak mempermudah (tasâhul). 


“Pemahaman secara tekstual, yang hanya memahami teks-teks Al-Qur'an dan Hadits tanpa penafsiran, menghasilkan pemahaman yang statis, karena pemahaman seperti ini tanpa disertai dengan maksud-maksud utama yang terdapat dalam sebuah teks. Bahkan pemahaman pada teks-teks tertentu secara literal itu bisa menyesatkan, seperti ayat-ayat terkait dengan jihad,” urainya.


Oleh karena itu, terang Wapres, dengan pemahaman moderat tersebut umat Islam bisa lebih terbuka dalam bernegara dan menjadi solusi atas berbagai permasalahan bangsa.


“Pada saat ini pemahaman Islam secara moderat ini sangat dibutuhkan, terutama karena persoalan-persoalan yang kita hadapi semakin kompleks serta adanya sekelompok kecil umat yang memahami Islam secara radikal atau ekstrem dan bahkan disertai dengan kekerasan,” pungkasnya. (RN, KIP)