Tuntut Usut Korupsi Direksi, Serikat Pekerja Pos Siapkan Aksi
By Admin
nusakini.com - Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) mengagendakan aksi turun ke jalan pada Kamis (14/12/2017). Aksi akan dimulai pada Kamis pagi, dari Gedung Pos Ibukota Pasar Baru menuju Gedung Kementerian, Jakarta Pusat, lalu puncaknya di Gedung DPR RI.
Ada empat poin yang akan disuarakan.
Serikat Pekerja Pos menuntut penolakan terhadap KD-140 atau Keputusan Direksi Nomor 140/DIRUT/1017 tanggal 31 Oktober 2017 tentang Pengalihan Wilayah Kerja sebagian Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.
Pihaknya juga menyuarakan perlawanan terhadap union busting, serta meminta direksi mempekerjakan kembali korban pemutusan kerja (PHK) sepihak.
Pada aksi tersebut, Serikat Pekerja Pos juga mendesak yang berwenang untuk mengusut tuntas dugaan adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di tubuh PT POS Indonesia.
Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah melaporkan PT Pos Indonesia terkait dua kasus berbeda ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.
Kasus pertama yang dilaporkan yakni Penyimpangan Pemberian Dana Tantiem (Bonus) kepada Direksi dan Komisaris PT Pos Indonesia dan Penjualan di bawah Harga Wajar Saham PT Pos di Bank Mantap.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, memaparkan, kasus pertama yakni Penyimpangan Pemberian Dana Tantiem (Bonus) kepada Direksi dan Komisaris PT Pos Indonesia.
"Bahwa PT. Pos Indonesia telah memberikan atau membayarkan sejumlah uang Rp5,3 Miliar kepada Direksi dan Komisaris pada tahun 2017," kata Boyamin melalui siaran persnya, Senin (11/12/2017).
Padahal kondisi PT. Pos Indonesia berdasar laporan keuangan sedang mengalami kerugian alias merugi pada tahun yang sama berdasar neraca pembukuan keuangan.
"Pemberian tantiem pada saat perusahaan merugi dapat dikategorikan kerugian Negara yang mengarah ke tindak pidana korupsi," imbuhnya.
Disambung Boyamin, terdapat dalil dari PT Pos pada tahun pemberian tantiem sedang untung Rp24 miliar. Jika mengacu keuntungan hanya sebesar Rp24 miliar, pemberian tantiem tidak boleh sebesar Rp5,3 miliar.
"Semestinya tantiem hanya sebesar Rp1,2 M, sehingga selisihnya adalah kerugian negara," paparnya.
Adapun kasus kedua Penjualan Di bawah Harga Wajar Saham PT Pos di Bank Mantap, MAKI mengendus adanya upaya merekayasa pembukuan sehingga seakan-akan mengalami keuntungan dengan cara penjualan asset berupa saham di bank Mantap Rp324,61 miliar, di mana dari jumlah tersebut sebesar Rp 200 miliar dimasukkan sebagai pendapatan.
"Padahal semestinya seluruh penjualan aset saham tidak boleh dimasukkan sebagai pendapatan yang menjadi keuntungan. Bahwa aset saham di Bank Mantap sebesar 20 persen telah dijual seharga Rp324,61 miliar adalah diduga terlalu murah sehingga merugikan perusahaan," rincinya.
Di sisi lain, asset saham di Bank Mantap tersebut memberikan keuntungan sehingga tidak seharusnya dijual. Dua kasus itu sendiri sudah dilaporkan MAKI ke gedung bundar Kejagung pada Jumat lalu (8/12/2017).(*/p/ma)