Teknologi Yang Membantu Petani

By Admin


Oleh: Swary Utami Dewi

(Tulisan ini adalah catatan perjalanan, kegiatan dan impresi penulis, sepanjang tahun 2018)

nusakini.com - Teknologi pertanian yang makin berkembang telah memberi berbagai keuntungan bagi para praktisi pertanian di Indonesia. Kesimpulan inilah yang ditemui ketika Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) saat itu (kini menjabat sebagai Dirjen Tanaman Pangan), Suwandi, ketika melakukan kunjungan ke PT Pura, Kudus, Jawa Tengah, pada 3 Mei 2018. Perusahaan ini sendiri memiliki berbagai alat dan mesin pertanian (alsintan) yang berfungsi untuk pengawetan, penyimpanan, juga pengolahan.

Berbagai pihak, termasuk praktisi dan petani, telah merasakan manfaat dari alsintan ini. Sebagai contoh, ada sebuah mesin yang fungsinya untuk penyimpanan sekaligus pengawetan produk segar yang habis dipanen, seperti sayur dan buah. Mesin ini mampu mengawetkan hasil panen segar dengan cara sublimasi, yakni mengurangi kadar air di produk tersebut. Mesin selalu mengeluarkan suhu sangat dingin antara minus 30 - 40 derajat celcius yang menghasilkan es, yang akan membaluri produk. Efeknya, produk yang masih segar itu kemudian mengeluarkan kandungan air menjadi uap. Kadar air dalam produk pun menjadi berkurang drastis hingga mencapai satu persen saja.

Rendahnya kadar air ini akan membuat produk menjadi lebih awet dan tahan lama, jauh lebih lama dari penyimpanan dengan cara tradisional. Selain itu, tekstur, bau, rasa dan kandungan vitamin serta mineralnya tidak akan berubah sedikit pun. Rombongan dirjen sempat mencicipi berbagai buah yang sudah mengalami proses pengawetan, seperti pir dan apel. Dan betul seperti yang sudah dijelaskan, tidak ada perubahan sama sekali pada buah tersebut, baik rasa, aroma maupun teksturnya. Rasanya masih sangat segar, persis seperti baru dipanen. Padahal buah tersebut sudah disimpan selama beberapa minggu paska dipanen. 

Selain itu, rombongan juga sempat melihat mesin yang mampu mengolah hasil panen yang kualitasnya tidak layak jual menjadi produk turunan yang sangat layak jual dan bernilai tambah tinggi. Contoh yang diperlihatkan adalah cabai bubuk dalam kemasan botol plastik. Cabai bubuk ini diolah dari cabai yang sudah tidak terlalu segar atau dari hasil panen yang kualitasnya tidak terlalu diterima pasar. Jika dijual masih dalam bentuk asli atau belum diolah, harga cabai tersebut hanya sekitar Rp 6.000 per kg. Namun saat menjadi cabai bubuk dalam kemasan botol plastik, harga per kg-nya mencapai ratusan ribu rupiah. Ini sungguh merupakan nilai tambah yang luar biasa.

Manajer PT Pura juga menjelaskan bahwa sejak tiga tahun lalu, perusahaan juga sudah membuka jasa penitipan dan penyimpanan produk hasil pertanian ini bagi kelompok-kelompok tani di sekitar lokasi, yakni di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Maka, banyak kelompok tani yang memanfaatkan jasa tersebut dengan membayar Rp 1.000 per kg. Umumnya penyimpanan ini dilakukan saat musim panen dan disimpan selama maksimal dua bulan berikutnya. Produk yang banyak dititipkan adalah cabai dan buah-buahan. 

Dari kunjungan ini bisa terbukti bahwa kemajuan teknologi alat dan mesin mampu meningkatkan nilai tambah produk. Selain itu, teknologi juga mampu membantu para petani yang ingin menyimpan hasil panen dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga produknya tetap segar, baik dan berkualitas saat dijual.