Sesudah E-Learning Perhutanan Sosial, Lantas Apa?

By Admin


Oleh: Swary Utami Dewi

(Anggota Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial TP2PS)

nusakini.com - Hasil kerja keras Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak sia-sia. Pembelajaran digital berbasis internet (atau e-learning) bertemakan Pendampingan Perhutanan Sosial (PS) ini dinilai sukses dan mendapat apresiasi berbagai pihak. Sekitar tiga ribu petani hutan dan pendamping mengikuti kegiatan ini dari berbagai tempat di Indonesia. Mereka tersebar dari Sumatra sampai Papua. Terdiri dari enam gelombang pelatihan dan belasan angkatan, dalam setiap e-learning para peserta mendapatkan pelatihan gratis selama empat hari. Total selama enam minggu pelatihan ini telah diadakan, dari akhir April sampai Juni 2020.

Meski terkadang ada gangguan sinyal di beberapa pelosok, namun relatif hambatan tersebut bisa diatasi. Tim penyelenggara dan sub-admin yang mengandalkan kerja cerdas dari hati, beserta tutor dan unsur lainnya, mampu menghantar kesuksesan gelaran e-learning ini. Pendeknya, KLHK telah berhasil menancapkan tombak sejarah baru terobosan aktivitas PS di sela-sela pandemi Corona. Bisa jadi jika dilanjutkan, terobosan ini akan menjadi suatu kenormalan baru yang bermanfaat bagi petani hutan dan pihak terkait.

Sebagai salah seorang tutor dalam e-learning ini, saya melihat perlu adanya beberapa inisiatif pasca e-learning Pendampingan PS April - Juni ini. Timbul pertanyaan bentuk-bentuk apa saja yang mungkin dilakukan dan bagaimana menggulirkan gagasan ini menjadi kenyataan? Pernyataan "what next" ini menggelitik untuk dipikirkan dan dicari jawabannya.

Pertama, bisa jadi pelatihan digital serupa juga diberikan kepada perwakilan kelompok tani hutan lain yang sama-sama sudah mendapatkan akses legal Perhutanan Sosial. Data dari Direktorat Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) KLHK menunjukkan sampai 24 Juni 2020 telah ada 6.632 unit Surat Keputusan Perhutanan Sosial yang terbit. Seperti sudah disebutkan, tercatat 3.000 perwakilan petani dan pendamping PS yang terlibat di pelatihan periode April - Juni 2020 lalu. Berarti masih banyak kelompok tani yang masih perlu mendapatkan pelatihan dasar serupa.

Kedua, bagi mereka yang sudah mendapatkan pelatihan yang sifatnya dasar tersebut, menu apa yang bisa disajikan dalam pelatihan lanjutan? Kita bisa mulai dengan menilik sajian pelajaran pada e-learning yang baru saja berlalu. Ada beberapa materi dasar yang diberikan, yakni Pendampingan Tahap Awal, Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan, Kerjasama serta Akses Permodalan dan Pasar, Pengelolaan Pengetahuan serta tidak ketinggalan, Monitoring dan Evaluasi. Semua ini disebut sebagai Role Model Pendampingan PS.

Menilik dari materi dasar tersebut, paling tidak ada beberapa tema pelatihan lanjutan yang bisa diberikan bagi mereka yang sudah pernah mendapatkan pelatihan tahap awal. Beberapa yang bisa jadi alternatif adalah berbagai peningkatan ketrampilan dan kapasitas (misal drone, pemetaan, pengemasan produk dan sebagainya), permodalan dan pasar tahap lanjutan, quality control dari suatu produk dan diversifikasi, serta pengelolaan pengetahuan tahap lanjutan. 

Jika ingin memastikan apakah tawaran menu tersebut memang sesuai kebutuhan ataukah ada pelatihan tingkat menengah atau mahir lain yang diperlukan, bisa jadi semacam "Survey Monkey" sederhana dilakukan terhadap perwakilan peserta yang sudah mengikuti pelatihan awal pendampingan PS. 

Terkait Survey Monkey ini, ia menawarkan sesuatu yang unik.

Berbeda dengan survei tradisional, survei online (misalnya Survey Monkey) menawarkan cara untuk memperoleh sampel audiens yang lebih luas dengan biaya yang lebih rendah sesuai dengan kebutuhan surveyor. Survey Monkey memiliki dua versi layanan, yaitu gratis dan berbayar. Dengan layanan gratis, surveyor dapat mengajukan 10 pertanyaan kepada responden maksimal respon adalah 100. Dengan layanan berbayar, jumlah pertanyaan menjadi tak terbatas dan dapat mendapatkan respon yang tak terbatas pula. Jadi pilihlah yang sesuai dengan keperluan pengembangan Perhutanan Sosial.

Satu catatan yang bisa ditambahkan di sini, apakah e-learning memang lebih murah dibandingkan pelatihan tatap muka langsung. Jawabannya tegas: iya. Katakanlah untuk satu pelatihan di kelas 30 orang. Jika diselenggarakan langsung perlu mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk mendatangkan peserta. Belum lagi ditambah biaya akomodasi (penginapan dan makanan). Harus keluar biaya untuk 4 hari, minimal akomodasi dan makanan untuk 4 hari 4 malam, ditambah biaya transport pulang pergi peserta dan biaya sewa ruang pertemuan. Belum lagi pengeluaran untuk pengajar dan panita penyelenggara.

Melalui pembelajaran digital, dengan jumlah peserta yang sama yakni 30 orang per kelas selama 4 hari, kementerian sangat bisa melakukan efisiensi dengan mengeluarkan dana hanya untuk uang saku harian dan pengganti pulsa peserta, maintenance sistem dan honor untuk tutor dan panitia (jika diperlukan).

Beralih ke soal sistem, untuk memastikan keefektivitasan penyelenggaraan, sistem yang telah dibangun oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) mungkin bisa diperkuat lagi. Learning Management System (LMS) bisa dibuat lebih ramah dan membuat peserta dan tutor mampu mengembangkan sistem belajar yang lebih interaktif. Bahan belajarpun disiapkan lebih bervariasi seperti tayangan visual, game, dan cara-cara kreatif lainnya.

Mengakhiri tulisan ini, saya ingin sekali lagi menekankan bahwa e-learning seperti ini memang sudah sesuai kebutuhan new normal dan protokol kesehatan. Juga menjawab tantangan perlu peningkatan kapasitas petani di masa era 4.0 ini. Petani dan pendamping bisa meningkatkan kapasitas melalui pengenalan dan pembiasaan teknologi digital dan kemampuan terkait lainnya. Mereka juga bisa dihantarkan untuk memulai cara baru sesuai eranya. 

Ambil contoh yang sederhana, untuk promosi produk Perhutanan Sosial. Kemampuan promosi bisa dilakukan dengan menerapkan seni foto produk yang menarik dan menonjolkan keunggulan produk, lalu diunggah ke website misalnya. Demikian juga untuk penjualan produk. Beberapa tahun terakhir, penjualan online sedang booming. Ditambah lagi masa pandemi dengan penerapan era gaya hidup baru yang secara langsung juga mendorong petani untuk beradaptasi dengan mengubah cara penjualan.

Maka, sekali lagi saya berharap segera akan ada berbagai e-learning lainnya yang berkualitas dan mampu menjawab kebutuhan petani dan pendamping Perhutanan Sosial. Semoga.