Andi Amran Sulaiman

Oleh: Dr. Azhari

SAYA terpanggil membuat catatan ini bukan karena saya mengenal beliau secara pribadi. Kesempatan saya bertemu hanya saat beliau jadi menteri, hadir diundangan forum kami para rektor. Agak lebih puas saya saksikan gaya interaksinya saat pertemuan di Makasar dengan kami para rektor PTN kawasan Timur Indonesia. 

Sebagai anak Sulawesi saya selalu merasa bangga, sejak saat mahasiswa dulu bila ada tokoh pembicara dari pulau kelahiran saya. Saya bangga dengan pak JK, pak Ryas Rasyid, Andi Alfian Malaranggeng saat awal pulang studi dari Amrik dan getol membantu pak Ryas saat itu bicara Otoda. Ada pak Masihu Kamaludin yang saat kami studi di STPDN, kami kumpul dirumah salah satu tokoh masyarakat Sultra di Bandung, dengarkan beliau menasehati kami. Bergaul dan mendengarkan para tokoh bicara itu, sejatinya adalah sebuah pelajaran yang bernilai tinggi. Karena kita tidak sedang membaca cerita tetapi kita bisa langsung melihat ekspresi mereka dan kemahiran mereka dalam mengulas persoalan secara otodidak. 

Maka jangan lewatkan saat bila JK bicara menasehati kita tentang Insting bisnis dan dagang, serta politik, seperti halnya jangan pula lewatkan bila Andi Amran Sulaiaman sedang ingin berbicara tentang bagaimana membangun usaha dari awal hingga kemudian besar. Satu lagi saat ini ada nama Bahlil Lahadalia, putra Buton pengelana yang tidak pernah ragu menguraikan latar belakang dirinya di publik. 

Kali ini saya ingin menulis sedikit tentang Andi Amran Sulaiman, saya dan mungkin sebagian besar kita telah melihat profilenya yang banyak terhambur di berbagai media sosial. Sosok ini bagi saya menarik, karena dia melangkah dari bawah. Dia tidak mewarisi bisnis keluarga. Dia mulai sebagai karyawan PTPN lalu berusaha mandiri hingga mencatatkan diri sebagai menteri terkaya Jokowi periode 20014-2019. Apa yang perlu dipelajari dari beliau, adalah kecerdasan pemikiran yang dibarengi dengan sikap uletnya, jiwa kerja kerasnya dan keyakinannya untuk sukses dengan mengandalkan diri sendiri. 

Kalau orang sukses karena latar belakang orang tua yang mentereng itu biasa saja, dan selalu ada "tapinya" saat kita hendak menjadikan mereka contoh. Tapi beliau ini satu dari sekian orang yang Allah beri anugerah untuk menjadi cahaya buat generasi yang mau ulet dan mau berubah. Sebagaimana Jokowi, AAS juga Bahlil adalah figur yang bukan hanya merakyat tapi memang merasakan bagaimana menjadi jelata itu. Hingga berada dipuncak karier bisnis dan pemerintahan. 

Saat berhenti jadi menteri, AAS kembali melanjutkan bisnisnya dan kemudian berupaya mengembangkan usahanya secara maksimal di daerah sendiri. Sulawesi Tenggara sepertinya adalah awal tempat dia buang diri mencari peruntungan dari kampung kelahirannya di Tanah Bone. Saat ini perusahaannya sedang getol membangun usaha smelter dan aneka usaha lainnya, di bumi Anoa. Saya sedikit mempelajari jalan-jalan bisnisnya ini, dan sejujurnya saya senang. 

Kenapa saya senang pertama dia putra Sulawesi, salah satu dari sedikit (setahu saya baru dua) hendak membangun smelter di didaerah ini. Kedua AAS ini, rumah dan keluarga besarnya tidak jauh-jauh untuk kita lihat dan kunjungi, paling di Makasar, Bone dan bahkan di Kendari. Artinya bilapun kemakmuran dari bisnis itu berhasil diraihnya, komunikasi dengan masyarakat kita itu lancar, tak perlu pakai penerjemah segala. Ketiga adalah naif bila dia mau berpikir bisnis ugal-ugalan di daerah sendiri, karena "rasa malu" dianggap menghianati masyarakat itu akan menjadi aib yang akan turut diwariskan kepada generasi dan keluarganya. Bagi kita orang Sulawesi faham betul dengan sirri yang satu ini. 

Tiga alasan itu, yang buat saya senang atas geliat bisnisnya di Sultra saat ini. Walaupun demikian beliau tetap manusia biasa yang mesti kita ingatkan bila memang terindikasi keliru dalam pengelolaan lapangan. Karena sebagai pimpinan utama perusahaan besar jelas beliau tidak mungkin bisa mengawasi semua secara langsung. Hingga bila ada teriakan dari adik-adik tidak perlu ditanggapi berlebihan. Cukup diberi penjelasan kongrit, Insya Allah akan mendengar sepanjang sesuai adanya. 

Sebab pasca JK kita di Sulawesi memang bisa lost figur untuk nasional. Nah AAS ini, bisa menjadi harapan kita dari timur menyusul kemudian pak Bahlil dan lainnya. Mari kita jaga AAS sebagai figur kita, dan kita pun berharap AAS menjaga dan membina alam dan tanah kita dengan baik khususnya mengkader anak-anak bumi Anoa agar juga bisa merangkak dan sukses seperti dirinya. Kita perlu tokoh yang bukan hanya sebatas dekat dan menyentuh kita secara langsung tapi juga bisa menjadi satu kebanggan komunal kita sebagai orang Sulawesi. 

Untuk mencari kaya dan sejahtera AAS, sudah lewat. Suatu yang muskil bila 50 tahun yang akan datang beliau masih bersama kita di atas tanah ini. Mari kita dorong dia untuk menumpahkan pikiran dan gagasannya buat mendayagunakan tanah yang Allah titipkan di bumi kita. Tentunya kita berharap ujungnya adalah kesejahteraan masyarakat kita sendiri. Adalah sebuah tantangan buat beliau dan kita-kita yang masi muda. Bagaimana agar anak daerah ini bisa bekerja nyaman dan memiliki masa depan di kampungnya sendiri. Cukuplah orang-orang tua kita, dari generasi ke generasi menjadi perantau kenegeri orang, demi mencari penghidupan yang layak. Kini saatnya putra- putra daerah mesti diberi dukungan untuk berbuat di daerahnya. 

Tidakkah kita miris, sekian belas tahun, tanah ini diperjualbelikan dalam bentuk tanah murni sampai kebelahan bumi lain. Para pemainnya adalah orang-orang yang jauh dari kita. Mereka datang karena menghitung untung, dapat untungnya kita ditinggalkan, merana berjibaku dengan alam yang rusak. Datang banjir kita bersedih sendiri datang susah kita susah sendiri, para penikmat renteh hasil ore itu pergi entah kemana. Mari kita doakan beliau sehat dan selalu diberi pendirian yang baik agar bisa semakin banyak memberdayakan kader- kader kita kedepan. 

Mari kita jaga cahaya itu, agar Sulawesi itu tetap memiliki pelita juga dikanca Nasional. Tentunya sepanjang beliau juga berbuat dengan nurani persaudaraan sesama anak negeri, sebagaimana yang ditanamkan para leluhur kita. Aamiiin. (*)

*Penulis adalah Rektor Universitas Sembilanbelas November Kolaka