Ribuan Jamaah Hadiri Haul 48 SIS Al Jufri

By Admin

nusakini.com--- Ribuan jamaah menghadiri peringatan Haul ke 48 Guru Tua Sayyid Idrus bin Salim (SIS) Al Jufri. Tidak hanya para santri dan alumni Al Khairaat yang dikenal dengan sebutan Abnaul Khairaat, ribuan masyarakat berduyun duyun memadati halaman Masjid Pondok Pesantren Al Khairat, Palu, sejak Minggu (17/7) dini hari. Mereka datang dari seluruh penjuru bumi Sulawesi, mulai Sulsel, Sulbar, Sulteng, bahkan dari Sulut dan Gorontalo. 

Tenda yang disiapkan panitia memanjang sekira 100 meter tidak mampu menaungi masyarakat yang hadir. Sebagian mereka memenuhi Masjid Al Khairat, sementara sebagian lainnya antusias dalam khitmah pembacaan tahlil di sepanjang jalan menuju Pesantren Al Khairat menandai dimulainya prosesi Haul. Rintik hujan tidak menyurutkan semangat mereka untuk mengenang dan mendoakan Sang Guru Tua SIS Al Jufri. 

Dipanggung utama, tampak sudah hadir, keluarga besar Guru Tua SIS Al Jufri seperti Ketua Utama Al Khairat Sayyid Saggaf bin Muhammad Al Jufri. Hadir juga mantan Mensos Habib Salim Al Jufri. Menag Lukman Hakim Saifuddin dijadwalkan akan memberikan sambutan pada Haul ini. 

Dalam sekuen acara yang diperoleh Pinmas, usai tahlil, acara dilanjutkan dengan pembacaan manaqib Guru Tua oleh Dr. Abdul Gani Jumat, MA dosen IAIN Datokarama Palu yang juga salah satu Abnaul Khairat tentang Nasionalisme SIS Al Jufri. Berikut ini gambaran dan potret sosok Guru Tua Sayyid Idrus bin Salim (SIS) Al Jufri yang diolah dari berbagai sumber. 

Guru Tua lahir di Hadramaut Senin 15 Maret 1891 M dan wafat 22 Desember 1969 M. Guru tua berasal dari marga besar Ba’alawi sumber keturunan para sufi dan ulama besar di Hadramaut, generasi ke 35 dari Ali bin Abi Thalib dan Fathimah. Sumber keilmuan bersumber dari jalur Ali bin Abi Thalib dan Fathimah as Zahra. 

Ayah Guru Tua datang ke Indonesia 1878M. Guru tua adalah anak ke 4 dari enam bersaudara. Ibu guru tua adalah asli warga negara Indonesia. Guru tua memiliki nasionalisme dan faham kebangsaan yang sangat kuat. 

Akar nasionalisme guru tua berasal dari ibunya, Andi Syarifah Nur. Sejak kedatangannya yg pertama pada 1911 dan kedua 1922 serta muktamar Al Khairat pertama, guru tua tidak pernah mempersoalkan Pancasila sbg dasar negara. 

Ideologinya bermanhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dan bernadzhab Syafii. Dalam buku tarikh Al Khairat, guru Tua berpesan: 

Kehidupanku berdasarkan madzhab imam Syafi’i. Sepeninggalku, saya wasiatkan kepada Abnaul Khairat untuk bermadzhab Syafii. Dan berpegang pada jalan lurus yg diajarkan Rasulullah, sahabat, tabiin dan salafusshalih. 

Ketika Belanda gencar memecah belah, guru tua melawannya dengan perkawinan antar suku berbeda untuk para muridnya. Mereka disebar untuk berdakwah dan dinikahkan dengan penduduk setempat. 

Guru Tua menulis syair tentang bendera merah putih. Potongan terjemahan syair berbahasa Arab itu antara lain: 

Berkibarlah bendera kemuliaan di angkasa. Daratan dan gunungnya hijau. Hari kebangkitannya adalah hari kebanggaan. 

Setiap bangsa memiliki lambang kebangsaan dan kebanggaan. Lambang kebangsaan untuk Indonesia adalah merah dan putih. 

Dengan mendirikan madrasah, guru tua berjuang dengan mendirikan Madrasah Al Khairat sejak 15 tahun sebelum Indonesia Merdeka.(p/ab)