Posisi Indonesia Masih Baik, Presiden Jokowi Berharap 2017 Ini Tidak Ada Kata Pesimis

By Admin

nusakini.com--Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan rasa syukurnya, karena di tengah melambatnya ekonomi global, ketidakpastian ekonomi dunia yang pada 2015 ada krisis di Yunani, Brexit (British Exit), penurunan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok, dan ketidakpastian karena terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa dikatakan baik. 

“Alhamdulillah pertumbuhan ekonomi negara kita tahun 2016, data terakhir yang saya peroleh memang masih untuk triwulan 1, triwulan 2, triwulan 3, triwulan 4 belum saya terima. Jadi belum bisa menyampaikan berapa pertumbuhan ekonomi 2016. Tetapi paling tidak pada triwulan yang kedua dan ketiga 5,18 dan 5,02 adalah sebuah angka yang patut kita syukuri,” kata Presiden Jokowi saat mengawali pidatonya pada acara Pertemuan Awal Tahun Pelaku Industri Keuangan, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/1). 

Karena itu, Presiden Jokowi berharap pada tahun 2017 ini tidak ada kata pesimis. Kesulitan serta tantangan yang banyak apapun, kata Presiden, harus dihadapi dengan rasa optimisme. “Ini masalah psikologis. Dunia juga sama, kalau pemimpin-pemimpinnya tidak memberikan rasa optimis bagaimana rakyatnya,” ujarnya. 

Presiden menjelaskan, apabila dibandingkan dengan negara-negara yang lain terutama untuk G20, Indonesia masih pada urutan yang ke-3 setelah India dan Tiongkok. Artinya, Indonesia pada posisi yang sangat baik. Namun demikian, Presiden mengingatkan ini pun harus terus diperbaiki. 

Terkait inflasi, Presiden meminta supaya angka-angkanya disampaikan kepada rakyat untuk menguatkan rasa optimisme bahwa fundamental ekonomi Indonesia adalah baik. 

Menurut Presiden, pada tahun 2016, inflasi berada di angka 3,35. Sebelumnya, pada tahun-tahun yang lalu, angka inflasi 8–9 persen. “Tahun ini, sudah bisa kita injak sampai dengan 3,35. Ini juga bukan angka yang mudah. Bukan angka yang mudah diperoleh,” jelas Presiden. 

Adapun angka-angka yang berkaitan gini ratio, menurut Presiden, posisi Indonesia pada warna kuning menuju merah. Ia menyebutkan, lebih dari 14 tahun, gini ratio Indonesia naik terus, yang terakhir 0,41. “Tapi Alhamdulillah tahun kemarin bisa diturunkan menjadi 0,397. Turunnya sedikit, tapi turun jangan naik,” tutur Presiden. 

Angka kesenjangan itu, dinilai Presiden Jokowi menjadi tantangan terberat. Untuk itu, Presiden meminta para pelaku industri keuangan dan juga semuanya berkepentingan untuk memperkecil gap ini, gap antar wilayah, dan gap antara kaya dan miskin. 

Presiden berharap posisi kesenjangan ini diperbaiki. Kesenjangan kaya dengan miskin, kesenjangan wilayah. “Hati-hati ini tantangan terberat kita ada di sini,” tegas Presiden. 

Terkait angka pertumbuhan kredit, Presiden Jokowi berpesan agar seluruh industri jasa keuangan terutama perbankan agar betul-betul melihat pertumbuhan kredit. Pada 2015, sebagaimana disampaikan Ketua OJK Muliaman Hadad, menurut Presiden, 9 persen. Lalu 2016 turun sedikit menjadi 8,14 persen. Sementara 2017 ditargetkan bisa tumbuh 9-12 persen.

“Angka pertumbuhan kredit itu hati-hati. Tolong, saya minta arahkan kepada usaha-usaha kecil, arahkan kepada usaha-usaha mikro, arahkan kepada nelayan untuk sisi produktif, arahkan kepada petani untuk sisi-sisi produktif bukan konsumtif,” pesan Presiden. 

Tampak hadir dalam acara tersebut antara lain Menko Perekonomian Darmin Nasution, Ketua OJK Muliaman Hadad, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menkominfo Rudiantara, dan Ketua KPK Agus Rahardjo. (p/ab)