Petani Lampung Rasa Sunda

By Admin


Oleh: Swary Utami Dewi

(Anggota TP2PS Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial, Anggota The Climate Reality Indonesia)

nusakini.com - Carmana, petani jangkung berusia 54 tahun ini, nampak asyik berbincang dengan Suhendar, 31 tahun. Ayah dan anak tersebut tinggal sejak lama di Kabupaten Lampung Barat, tidak jauh dari kawasan hutan lindung di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Batu Tegi. Bahkan keduanya lahir di Lampung. Jangan salah. Meski tinggal di Lampung, keduanya terbiasa berbincang dalam Bahasa Sunda. 

Tidak hanya Carmana dan Suhendar. Ratusan petani penggarap lainnya yang saya temui, juga sangat fasih berbicara Sunda. Tidaklah heran, karena mereka memang berdarah Sunda. Bagaimana ratusan, bahkan ribuan etnis Sunda bisa berada di Lampung, khususnya Lampung Barat? Mayoritas sudah turun temurun sejak zaman nenek, bahkan sejak buyut, ada di wilayah ini. Usut punya usut ternyata di tahun 1952, masa Presiden Soekarno, leluhur para petani tersebut mengikuti program transmigrasi pemerintah. Tujuannya kala itu adalah untuk membuka lahan untuk membangun perkebunan tebu skala besar. 

Sisa-sisa program tersebut terlihat dari adanya penamaan Kecamatan Kebun Tebu di Lampung Barat serta beranak pinaknya ratusan orang yang sekarang menjadi petani penggarap di KPH Batu Tegi. Meski KPH Batu Tegi berada di Kabupaten Tanggamus, namun karena letaknya dekat perbatasan Kabupaten Lampung Barat, tempat bermukim mayoritas petani, jadilah kawasan hutan lindung tersebut menjadi tempat tumpuan hidup mereka.

Selain yang sudah menetap turun temurun, beberapa petani yang sempat ditemui, mengaku baru pindah sejak tahun 2000an. Mereka yang terakhir ini masuk dengan alasan untuk mencari penghidupan yang lebih baik karena tanah di daerah asal susah diperoleh. Kebanyakan mereka berasal dari Jawa Barat, utamanya Karawang dan Ciamis, sama seperti wilayah asal para transmigran Sunda yang masuk sejak zaman Soekarno dulu.

Maka meriahlah tugas kami, tim verifikasi teknis, bertemu petani kali ini. Kegiatan kamipun menjadi akrab dengan berkomunikasi dalam Bahasa Sunda dengan para petani ini. Meski yang menjadi anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) juga ada yang berasal dari etnis Lampung dan Jawa, namun semua pengaju mampu berbahasa Sunda dengan baik. Jadi Lampung rasa Sunda.

Salut untuk para transmigran "tempo doeloe" asal Jawa Barat yang kala itu berani mengambil keputusan untuk meninggalkan tanah leluhurnya. Merekalah yang melahirkan keturunan para petani hutan yang berani berjuang untuk hidup. Untuk mengenang ketangguhan para perintis transmigran Sunda tersebut, di Lampung Barat, tepatnya di Kecamatan Sumber Jaya, dibangunlah Patung Soekarno berukuran besar. Masyarakat setempatnya menyebutnya sebagai 

Tugu Soekarno. Di bawah patung tersebut tertulis kalimat berikut: "Perjalanan seribu milpun harus dimulai dengan satu langkah yang pertama" (Presiden RI, Sumber Jaya, 14 November 1952).

(Catatan Lapangan 26 September 2019)