Edi Kurniadi

nusakini.com - Pelatihan Pendampingan Program Perhutanan Sosial Paska Izin (P3SPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2020 telah selesai. Akan tetapi, perhatian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM (BP2SDM) terhadap program Perhutanan Sosial (hutan sosial) tidak berhenti. Salah satunya adalah memikirkan pelatihan lanjutan yang sekaligus dapat menyelesaikan masalah batas areal hutan Sosial.

Pusat Diklat SDM LHK telah mempunyai kurikulum untuk mengajarkan petani memetakan batas hutan sosial, blok atau persil lahan hutan sosial secara digital. Namanya pelatihan SIG (Sistim Informasi Geografis) berbasil ponsel, yang sudah disesuaikan untuk pelatihan jarak jauh. Pelatihan ini pertama kali dikenalkan oleh Pak Ir. Iwan setiawan, MP., widyaiswara Balai Diklat LHK Makassar, yang dipaparkan pada orasi ilmiah pengukuhan sebagai widyaiswara utama tahun 2012. Pada saat itu namanya pelatihan pengukuran sederhana menggunakan GPS. Namun Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan, Bapak Dr. Ir.Tachrir Fathoni, M.Sc menyarankan untuk diubah sehingga kurikulum menjadi pelatihan SIG berbasis ponsel.

Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan sempat menyaksikan persiapan pelatihan SIG berbasis ponsel ini pada saat kunjungan kerja ke Balai Diklat LHK Kadipaten tanggal 4 Juni 2020, beberapa minggu setelah pelatihan P3SPI berakhir. Menurut Kepala BP2SDM, Bapak Ir. Helmi Basalamah, MM., Ibu Menteri langsung tertarik bahkan beliau akan menggunakan hasil materi ini untuk perijinan terkait dengan hutan sosial dan tora. Beliau berharap bagaimana peta lokasi ijin hutan sosial/tora sudah dapat dilengkapi dengan batas-batas persil masing-masing anggota.

Kepala BP2SDM langsung bergerak, mengkoordinasikan dengan jajarannya agar harapan Ibu Menteri bisa terlaksana. Suatu kegiatan yang bukan hanya terselenggaranya sebuah pelatihan, tapi lebih dari itu outputnya peta hutan sosial yang sudah dilengkapi dengan batas-batas blok dan atau persil masing-masing anggota pemegang ijin. Dengan demikian, pelatihan ini harus menjamin petani mampu menggunakan teknologi SIG via ponsel dan juga menghasilkan batas-batas alas titel/land titel masing-masing anggota, yang dilaksanakan secara partisipasi, dan dituangkan dalam peta yang ditandatangani dalam Berita Acara.

Dari harapan Kepala BP2SDM tersebut, terdapat empat hal yang harus diperhatikan yaitu pelatihan, pemetaan, partisipasi, dan berita acara. Kegiatan pembuatan peta persil dilakukan melalui suatu pelatihan, yaitu pelatihan jarak jauh. Kurikulum yang disusun sudah memenuhi persyaratan agar peserta dapat mencapai ranah kognitif tertinggi menurut klasifikasi Bloom yaitu C6 (membuat). Widyaiswara bidang Planologi Kehutanan dan dan Tata Lingkungan BP2SDM telah membahas metoda pembelajaran (TOT) Full e-learning dengan mengacu pada konsep Competence Based Training (CBT) pada tanggal 26-27 Juni 2020. Pada TOT tersebut, selain penyamaan substansi dan metoda pembelajaran, juga dibahas tentang pemahaman dan pemanfaatan LMS bagi widyaiswara. Demikian juga dengan pembentukan tim kreatif diantara widysiwara sehingga tampilan LMS lebih sederhana dan menarik.

Competency Based Training (CBT) adalah suatu pendekatan pelatihan yang menekankan pada apa yang dapat dilakukan seseorang di tempat kerja sebagai hasil dari pelatihan. Dengan pendekatan pelatihan tersebut, areal yang dijadikan obyek praktek pelatihan adalah areal yang dikelola oleh masyarakat dalam kegiatan hutan sosial, sehingga peserta pelatihan akan lebih memahami praktek dari pengetahuan tentang pemetaan. Selain itu tutorial yang disampaikan ke peserta sampai kepada elemen kompetensi, yaitu unit terkecil yang dapat diukur, dan adanya penugasan kepada peserta sehingga memungkinkan mencapai ranah kognitif C6.

Masalah kedua adalah pemetaan batas-batas persil. Masalah ini selalu didiskusikan oleh peserta pelatihan P3SPI di setiap angkatan, dan kelihatannya menjadi suatu masalah umum dalam pelaksanaan hutan sosial. Batas-batas persil anggota hutan sosial tidak semuanya berbatasan dengan sesama anggota yang cukup dengan penandaan batas. Beberapa batas, dan mungkin sebagian besar persil berbatasan dengan Areal Penggunaan Lain-APL (batas luar kawasan hutan) sehingga memerlukan data dari hasil pengukuhan kawasan hutan yang dilakukan oleh BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan).

Menurut Pak Iwan Setiawan, koordinat pal yang dibuat oleh BPKH harus diinput waktu pengukuran areal hutan sosial. Cukup hanya input koordinat bukan dimarking oleh GPS, karena akan terjadi kesalahan. Begitu juga yang harus dilakukan apabila areal hutan sosial berbatasan dengan batas fungsi hutan. Karena masalah pemetaan batas sangat vital, menyangkut status hukum kawasan hutan, maka Pak Iwan Setiawan menyarankan perlu ada perbaikan juknis “Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Hutan dan Lingkungan”. Dan ada satu lagi yang suka dilupakan dalam penandaan batas adalah kegiatan rintis batas. Kegiatan ini kalau menggunakan GPS biasa tidak bisa dilakukan. Akan tetapi apabila memakai GPS yang ada di ponsel bisa.

Masalah ketiga adalah pelaksanaan pemetaan batas secara partisipasi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pemetaan atau penandaan batas, keterlibatan masing-masing pihak yang persilnya berbatasan harus mengetahui dan menyetujui sehingga terjadi kesepakatan batas. Salah satu masalah tata batas yang sempat muncul pada pelatihan P3SPI adalah tidak semua pemilik ijin mengetahui batas-batas persilnya. Hal inilah yang menjadi konflik pada saat pelaksanaan hutan sosial dan kurang mantapnya penyusunan rencana kerja hutan sosial. 

Karena pelaksanaan pemetaan dan penandaan batas melibatkan seluruh pengelola persil, maka Kepala BP2SDM mengarahkan agar dalam pelatihan SIG berbasis ponsel peserta diupayakan semua anggota pengelola izin hutan sosial yang ada pada areal izin tersebut beserta pendamping. Dengan keikutsertaan semua pemilik ijin sebagai peserta pelatihan, diharapkan setelah pelatihan berakhir masalah pemetaan dan penandaan batas bisa selesai. Dan yang lebih penting lagi adalah petani hutan sosial ikut bertanggungjawab terhadap peta yang dihasilkan.

Pengalaman Pak Iwan Setiawan memfasilitasi Balai PSKL Wilayah Maluku melakukan coaching clinic SIG berbasis ponsel kepada anggota KPS di Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Propinsi Maluku Utara, menunjukkan anggota KPS dapat mengikuti pelatihan ini dengan baik dan menghasilkan peta sederhana. Pelaksanaan persiapan pelatihan berupa penjelasan dan melakukan penginstalan software dilakukan hanya dalam waktu sekitar 2 jam. Pada saat itu pelaksanaannya secara tatap muka. Untuk pelatihan dengan metoda jarak jauh diperlukan upaya tambahan bagi widyaiswara atau fasilitator.

Masalah keempat adalah Peta batas yang ditandatangani dalam suatu berita acara. Hasil pemetaan yang dilakukan secara partisipatif dan menggunakan peralatan yang dapat dioperasikan secara mudah, akan bermakna apabila dapat berfungsi sebagai produk hukum. Untuk itu hasil dari pemetaan tersebut perlu dikuatkan dengan suatu berita acara oleh para pihak yang berkepentingan, dan disaksikan oleh pejabat yang berwenang dalam hal pemetaan kawasan hutan.

Sehubungan dengan keempat hal tersebut, maka beberapa hal disarankan pada judul pelatihan dan elemen keterampilan. judul pelatihan SIG berbasis ponsel diusulkan diganti dengan pelatihan pemetaan partisipatif secara digital. Istilah SIG dianggap asing bagi sebagian besar petani. Demikian pula dengan kata ponsel (telepon selular), kesannya kegiatan pemetaan dapat dilakukan sendiri, tanpa perlu orang lain karena bisa sambil jalan. Sementara kata-kata pemetaan partisipatif mengandung kesan keterlibatan, sedangkan kata digital mengandung kesan bahwa alat yang digunakan bukan alat manual.

Selain itu, perlu dimasukkan materi yang terkait dengan produk hukum dari pemetaan yaitu berita acara. Materi ini perlu disampaikan agar petani pemilik izin hutan sosial menyadari betapa pentingnya peta yang ditandatangani dengan berita acara.

Pelatihan pemetaan partisipasi secara digital yang dilaksanakan secara e-learning akan berhasil apabila kaidah metoda pembelajaran jarak jauh diterapkan oleh fasilitator, peserta pelatihan mempunyai semangat untuk menghasilkan peta batas persil, serta adanya koordinasi yang baik dari berbagai pihak terkait.

------

Terima kasih disampaikan kepada Pak Ir. Iwan setiawan, MP atas informasi terkait pelatihan SIG berbasis ponsel dan pemetaan pada areal izin perhutanan sosial, serta kiriman foto dokumentasinya..