Pesona Danau Toba, Berkah Bentukan Kaldera Terbesar di Dunia
By Admin
nusakini.com--Air di bibir pantai terpecah, hentakan kaki tiga bocah sesekali terpercik ke raut muka. Sekujur tubuhnya nyaris basah. Ketenangan air mengisi kesumringahan liburan mereka. Bekejaran dan saling tangkap. Terlebih cuaca Jumat (18/1) pagi menambah semangat. Meski matahari tak nampak dari persinggahan karena terhalang tebal awan, mereka terbantu dengan panorama hamparan air danau biru kehijauan.
Di sisi lain, pandangan mata kami menangkap deretan perbukitan menjulang tinggi. Memagari lembah dengan kabut udara yang menyejukkan. Bentangan luas danau hingga 1.103 km2 dan maksimum kedalaman 505 m melengkapi keseimbangan alam. Menjaga kehidupan masyarakat di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara. Kami baru merasakan betul bagaimana hidup di bekas kejadian supervolcano terbesar di dunia.
Cerita elok Danau Toba saat masih duduk di bangku sekolah menyekat kesabaran kami. Perjalanan dua jam dari Bandara Silangit dengan jalan khas Sumatera -kecil dan berliku- lengkap terbayarkan. Pesona alam sepanjang perjalanan mewarnai gelak tawa dan rasa penasaran atas budaya Batak. Tugu hingga tradisi "pesta" ala Batak turut serta menyapa kehadiran kami di pinggir jalan.
Singgah dan bermalam di Parapat, Kabupaten Simalungun menikmati suasana Danau Toba menjadi impian sebagian orang. Suasana hening, hawa dingin, pemandangan dahsyat plus tradisi lokal, kuat menjadi daya pikat yang abadi. Apalagi daerah ini cukup mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat.
Tak jauh dari penginapan kami, berdiri bangunan baru berwarna kuning gading tepat di sebelah balai pertemuan khas arsitektur Batak. Untuk menuju ke sana, kami cukup berjalan kaki, menuruni beberapa anak tangga. Tertempel pada dinding bangunan tertulis "Pusat Informasi Geopark Nasional Kaldera Toba" yang baru diresmikan oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan sehari sebelumnya (17/1).
***
Jelang beberapa jam sebelum peresmian, kami berkesempatan mengunjungi pusat informasi tersebut. Ditemani geologis Kementerian ESDM, Oki Oktariadi, kala membuka pintu bangunan, kami seketika takjub dengan desain gedung. Ditambah tersedianya audio dan visual secara dwi bahasa, Indonesia-Inggris. "Keren ini," saut dalam benak hati kami.
Suguhan rentetan peristiwa singkat taman wisata nasional kelas dunia, seperti Geopark Gunung Sewu di Yogyakarta - Jawa Tengah - Timur dan Geopark Batur di Bali berada di dinding sebelah kiri. "Sebagai pusat informasi tempat ini terbilang sudah bagus," ujar Oki memandu kami. Dua geopark tersebut diakui UNESCO dan masuk sebagai Jaringan Geopark Global (Global Geopark Network/GGN).
Empat geopark nasional, yaitu Geopark Rinjani Nusa Tenggara Barat, Geopark Merangin Jambi, Geopark Ciletuh Pelabuhan Ratu dan Geopark Kaldera Toba juga menghiasi dinding sebelah kiri. Di sebelahnya, layar 3D sekitat 1,5 meter menarasikan proses awal terbentuknya kaldera Toba.
"Gunung Toba diperkirakan meletus 75.000 tahun yang lalu dan jauh lebih dahsyat dari letusan Gunung Tambora, Gunung Krakatau bahkan bom Hiroshima. Inilah yang disebut supervolcano," bunyi layar informasi tersebut. Kaldera Danau Toba berukuran 30 hingga 100 km. Tinggi reliefnya mencapai 1.700 m.
Penelusuran para ahli menyebutkan letusan Gunung Toba mencapai Volcanic Explocity Index (VEI) 8. Letusan ini menyerupai level letusan Gunung Yellowstone di Amerika Serikat, yang terjadi di era prasejarah. Berdasarkan estimasi para ahli, letusan itu melontarkan volume material setidaknya 2.800 kilometer kubik atau yang dikenal Youngest Toba Tuff (YTT).
Luncuran awan panas dan timbunan abu bergerak menutupi seluruh dunia termasuk India. Seluruh permukaan Anak Benua India ditimbuni abu letusan dengan ketebalan rata-rata 15 cm. Bahkan sebuah tempat di India bagian tengah, ketebalan abu hasil letusan Gunung Toba bahkan mencapai 6 meter. "Karena abu itu, di India ada semacam badan penelitian khusus Toba," seloroh Oki.
Semburan tersebut berujung pada perubahan iklim dunia secara ekstrem. Musim dingin berkepanjangan. Tumbuhan langsung berguguran. Pun halnya manusia, sebagian migrasi ke tempat yang lebih aman dan bertahan hidup seadanya.
Menurut Van Bemmelen, Danau Toba terbentuk lantaran areal besar anjlok setelah letusan akibat dimuntahkannya material vulkanik dengan volume yang sangat besar dan kuat, membentuk kaldera, yang terisi dengan air hujan. Oki memberikan deskripsi terkait penyebutan kawah dengan kaldera. "Disebut kaldera kalau panjang diameter kepundan lebih dari 1.600 meter," jelasnya.
Tak cukup di situ, dampak letusan membawa berkah tersendiri. "Dasar dari kaldera terangkat membentuk (pulau) Samosir akibat tekanan ke atas oleh magma," mengutip buku Warisan Geologi Sumatera (2016:89) terbitan Badan Geologi.
Peristiwa tersebut juga terekam secara singkat dan padat dengan rujukan peta historis Samosir di pusat informasi tersebut. Lokasinya sejajar dengan layar "Super Volcano Toba". "Makanya Danau Toba ini dinamakan tecto volcano. Ada pengaruh tektonik, ada pengaruh vulkanik," jelas pria berbaju putih dengan tentengan kamera DSLR.
***
Kami pun dibawa Oki ke deretan informasi terkahir mengenai Geopark Kaldera Toba. Di sana terpampang unsur pembentukan konsep geopark. Oki memaparkan secara rinci asal muasal Kaldera Toba ditetapkan sebagai geopark nasional.
Konsep Geopark, imbuh Oki, mengangkat jejak bumi yang punya nilai dan perlu dilindungi. Geopark Nasional Kaldera Toba ditetapkan pada 7 Oktober 2013 dan memiliki empat geoarea, yaitu Geoarea Kaldera Porsea, Geoarea Kaldera Haranggaol, Geoarea Kaldera Sibandang dan Geoarea Samosir. "Masing-masing area punya karateristik karena Toba ini secara geologi bisa dideskribsi menjadi 4 kejadian. Tiga letusan besar, satu lagi mengangkat Pulau Samosir ke permukaan," cerita lelaki 57 tahun tersebut.
Konsep geopark sendiri lahir saat International Geological Congress 1997 di Beijing, Tiongkok. Perdebatan sengit antara Guy Martini (geolog Perancis) dengan Nicolas Zourus (geolog Yunani) telah membuahkan hasil. Martini pun berhasil meyakinkan rekan-rekannya pada peresmian Reserve Geologique de Haute Provence, Perancis.
Semua menyepakati geopark sebagai pola pengembangan kawasan berkelanjutan yang mengandung tiga unsur, yaitu geodiversity, biodiversity dan cultural diversity. "Makin terkait, makin bagus," ujar pria berkaca mata tadi.
Dengan senyuman khas dan penuturan yang jelas, Oki melanjutkan tiga misi yang harus diusung dari konsep Geopark adalah konservasi, edukasi, pemberdayaan masyarakat.
"Inilah peran Kementerian ESDM bagaimana memperkenalkan warisan geologi dan mendorong pembentukan kelembagaan," tuturnya. Dengan begitu, geopark Nasional Kaldera Toba akan memberikan dampak positif ke perekonomian dan pendidikan kegeologian.
Satu hal lain yang menarik dari perbincangan ini adalah mengenai mitos. Masyarakat sekitar Danau Toba percaya Gunung Pusukbuhit adalah tempat turunnya Raja Batak. "Konon tempat ini pertama kali lahirnya Suku Batak," timpal Oki. Sementara terkait kearifan lokal, barisan rumah penduduk melingkari lereng gunung. Di depannya terdapat lapangan luas - biasa disebut Huta - yang tidak becek dan juga tidak berdebu berorientasi ke arah Pusukbuhit.
Usia berbincang-bincang, kami segera bergegas dan menantikan peresmian Pusat Informasi Geopark Nasional Kaldera Toba. Selang sehari, secangkir kopi menemani kami di balik permai Danau Toba. Sungguh amugerah Kuasa yang tak ada duanya.(p/ab)