nusakini.com--Perusahaan raksasa asal Austria, Lenzing AG sedang menjajaki peluang investasi di Indonesia. Induk dari PT. South Pacific Viscose (SPV) ini akan memproduksi tencel, salah satu jenis serat rayon dengan kualitas di atas viscosa yang juga digunakan sebagai bahan baku benang pintal dan non-woven yang jumlahnya di dunia masih sangat terbatas. 

“Mereka lagi mempertimbangkan untuk ekspansi di Indonesia, mungkin akan tambah kapasitas 300 ribu ton per tahun dengan special additional fibers, staple fibers. Di sini belum ada yang produksi. Mereka akan bawa teknologi baru,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai bertemu dengan Christian Dressler dari Lenzing AG dan Kumar Ramalingam dari PT SPV di Jakarta, Rabu (8/3). 

PT SPV yang berdiri di Indonesia sejak tahun 1978 ini telah memiliki pabrik serat rayon viscosa di Purwakarta, Jawa Barat. Perusahaan telah menanamkan modalnya di Tanah Air sekitar USD475,58 juta dengan memproduksi sebanyak 325ribu ton per tahun untuk serat stapel. SPV beroperasi sebagai produsen serat stapel viscosa dan sodium sulfat sejak 1982 dengan menyerap tenaga kerja mencapai 1.746 orang. 

Menurut Menperin, pihak Lenzing Group sempat menanyakan mengenai insentif fiskal yang akan diberikan untuk investasi tersebut. “Selain Indonesia, mereka juga melirik Thailand karena di sana menawarkan beberapa insentif. Kemudian, mereka meminta pula kepastian terkait keberlangsungan bahan baku dan tarif energi. Kalau energi dibanding Thailand, kita lebih tinggi,” ungkapnya. 

Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono menjelaskan, investasi untuk produksi serat rayon viscosa dapat memperoleh fasilitas tax allowance sebagaimana disebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2015 dan yang diperbaharui melalui PP No. 9 tahun 2016 serta peraturan pelaksanaanya. 

“Dengan juga mengacu kepada Permenperin No. 48 tahun 2015, mereka berhak dapat tax allowance karena untuk ketentuan investasi di industri tekstil minimal Rp100 miliar, sedangkan rencana investasi mereka sebesar 300 juta Euro,” papar Sigit. Ketentuan lainnya adalah jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang untuk investasi baru, sedangkan untuk perluasan dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 50 orang. 

Sigit menambahkan, pihak PT SPV tengah memilih lokasi pembangunan industrinya di beberapa wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah. “Dalam waktu tiga bulan ini akan diputuskan. Semoga bisa masuk ke Indonesia. Kalau jadi masuk, investasi ini memperkuat struktur industri tekstil kita karena mampu produksi kain-kain yang high grade,” tuturnya. 

Kemenperin mencatat, kapasitas produksi industri serat rayon di Indonesia sebesar 470 ribu ton pada tahun 2016. Dari kapasitas tersebut, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mencapai 366 ribu ton per tahun, dan sisanya diekspor dengan nilai sekitar USD251 juta. 

Kemenperin juga memproyeksikan kapasitas produksi serat rayon dapat mencapai 565 ribu ton pada tahun 2017. Selanjutnya, tahun 2018, ditargetkan mencapai 700 ribu ton melalui ekspansi PT Rayon Utama Makmur. Di tahun 2019, bisa mencapai satu juta ton, dan tahun 2021 sebesar 1,2 juta ton melalui tambahan dari PT Sateri Viscose. (p/ab)