Perlunya Konsistensi Kebijakan Swasembada Pangan berbasis Masyarakat

By Admin


Oleh : Swary Utami Dewi

nusakini.com - Artikel ini ditulis berdasarkan pengalaman saya saat mendampingi kunjungan lapangan Direktur Jendral Hortikultura, Kementerian Pertanian pada 30 Maret 2018. Catatan ini menunjukkan bertahun lalu semangat swasembada pangan, termasuk hortikultura, begitu digelorakan. Dan semoga catatan ini bisa mengingatkan kita semua pentingnya untuk selalu mendorong upaya-upaya swasembada pangan berbasis masyarakat yang mampu menyejahterakan petani.

Hari itu, 30 Maret 2018, raut muka, Direktur Jendral (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian nampak berseri-seri saat melihat beberapa petani sedang mengerjakan lahannya. Sigap ia turun dari mobil dan menghampiri. Ada tiga petani yang sedang bekerja, seorang di antaranya perempuan. Mereka berdiri di tengah-tengah lahan yang di atasnya sedang ditanam salah satu komoditas penting di Indonesia: bawang putih. Perbincangan dengan petani ini menghantar pada cerita kerja keras petani dan pemerintah dalam mendorong swasembada bawang putih.

Mengapa musti swasembada? Seperti sudah diketahui, bawang putih merupakan salah satu komoditas strategis Indonesia. Namun, ketergantungan Indonesia pada impor masih begitu tinggi. Ketidakcukupan produksi lokal menjadikan alasan utama untuk impor. Paling tidak semenjak tahun 2000, setiap tahun tercatat sekitar 95 persen kebutuhan lokal Indonesia disuplai dari luar. Dan hampir semua dikirim dari Cina.

Menteri Pertanian saat itu, Dr. Amran Sulaiman, bertekad membalik kondisi ini. "Kita tidak boleh terus bergantung dengan impor. Harus swasembada, bahkan ekspor,' tegasnya dalam beberapa kali kunjungan kerja. Maka, untuk bawang putih, dicanangkanlah progam swasembada bawang putih, sejak pertengahan 2017.

Untuk itu, salah satu strategi yang dilakukan Kementan adalah dengan memperbanyak luas tanam bawang putih di daerah-daerah yang bisa ditumbuhi tanaman ini, yakni di dataran tinggi yang beriklim dingin. Beberapa Kabupaten yang sudah mengembangkan bawang putih adalah Banyuwangi dan Temanggung.

Maka di sinilah, di Temanggung, saat Dirjen Hortikultura berkunjung dan menemui petani, tersirat semangat dan harapan untuk mempercepat upaya swasembada tersebut. Dalam upaya ini, petanilah yang menjadi tulang punggung upaya tersebut, termasuk tiga orang yang ditemui di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung.

Semula mereka nampak agak bingung, saat rombongan datang menghampiri. Namun suasana mencair saat Dirjen mengajak berbincang santai mereka seputar bibit, masa tanam, rencana panen dan harga.

Petani perempuan yang hadir, Muniati, yang berusia hampir 40 tahun, mengakui ia sudah lama menggeluti bawang putih. "Harganya bisa memadai dan bisa menopang hidup. Jika harga baik, bawang putih kering bisa mencapai harga Rp 35 ribu per kg. Untuk kadar air tinggi harga berkisar Rp 25 rb," ungkapnya.

Namun, Muniati menambahkan harga bawamg putih tidak menentu. Terkadang harga bisa turun drastis sampai di bawah Rp 20 ribu. "Kalau harga jatuh, keuntungan tidak seberapa," tuturnya lirih.

Bawang putih yang ditanam Muniati di lahan seluas 200 m2 adalah jenis lumbu kuning. Varitas in memerlukan waktu 93 hari hingga bisa dipanen. Menurut Muniati, sebenarnya ada jenis lain yang berkualitas lebih tinggi, yakni lumbu hijau. Namun menanam varitas ini lebih beresiko karena masa tumbuh sampai panen lebih lama. "Karena cuaca sekarang tidak menentu, terutama hujan, petani tidak bisa tanam terlalu lama. Bawang putih tidak bisa sering terkena hujan karena bisa membuat bawang retak dan tidak laku dijual," jelas perempuan ini sambil mengangkat bawang putih yang baru selesai dipanennya.

Namun saat ditanya apakah tetap bersemangat menanam bawang putih, Muniati mengangguk bersemangat. "Keluarga saya utamanya hidup dari bawang putih," ungkapnya. "Jadi saya ya bersemangat," lanjutnya tersipu.

Mengakhiri pembicaraan, Muniati berharap pemerintah bisa membantu menyediakan benih unggul yang tahan hujan dan harga benih lebih murah. Ia juga berharap pemerintah bisa membantu menjaga kestabilan harga serta penasaran bawang putih. Harapan Muniati ini tentunya mewakili harapan petani bawang putih lainnya. Semoga upaya swasembada ini mampu berdampak lebih baik bagi kehidupan sang petani. Dan kebijakan yang konsisten dan tidak sektoral haruslah selalu dikeluarkan untuk memastikan swasembada pangan berbasis masyarakat bisa segera menjadi kenyataan.