Pentingnya Transformasi Wakaf Indonesia Menuju Wakaf Produktif

By Admin


nusakini.com - Jakarta, Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, pada 2018 Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyebutkan bahwa potensi wakaf uang di Indonesia sangat besar yakni mencapai Rp 180 triliun per tahun. Namun demikian, besarnya potensi wakaf uang tersebut belum dapat dioptimalkan sepenuhnya. Untuk itu, diperlukan transformasi wakaf menuju wakaf produktif melalui mobilisasi dan pemanfaatan wakaf uang. 


“Wakaf uang memiliki kelebihan dibandingkan wakaf dalam bentuk lain karena wakaf uang berhubungan langsung dengan kegiatan bisnis dan investasi. Apabila wakaf dalam bentuk aset lain masih memiliki kemungkinan hanya dimanfaatkan untuk kegiatan sosial, kebajikan, dan peribadatan, wakaf uang pemanfaatannya harus melalui kegiatan pengembangan ekonomi produktif,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin yang dituangkan dalam sebuah artikel berjudul “Transformasi Wakaf Indonesia Menuju Wakaf Produktif” yang dirilis Jum’at (22/01/2021).


Selain karena besarnya populasi muslim, menurut Wapres, besarnya potensi wakaf uang di Indonesia juga didukung tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia yang cukup tinggi. 


“Dalam laporan World Giving Index 2019, Indonesia ditetapkan sebagai salah satu negara paling dermawan di dunia. Artinya, potensi kedermawanan masyarakat Indonesia untuk berwakaf uang dapat dikatakan tinggi. Namun, potensi tersebut belum dapat dioptimalkan sehingga manfaatnya belum signifikan dirasakan masyarakat,” ujarnya.


Lebih jauh, Wapres menjelaskan bahwa dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Wakaf Uang disebutkan bahwa wakaf uang (cash wakaf/wakaf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, dan hukumnya adalah boleh. 


“Pengertian uang juga, termasuk surat-surat berharga. Dalam wakaf itu disebutkan, wakaf uang hukumnya jawaz (boleh) dan hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i. Selain itu juga disebutkan nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan,” jelasnya.


Sejalan dengan fatwa MUI tersebut, sambung Wapres, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 juga menjelaskan tentang wakaf benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk menteri. 


“Wakaf benda bergerak itu dilaksanakan wakif dengan pernyataan kehendak wakif yang dilakukan secara tertulis. Wakaf benda bergerak berupa uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf. Selanjutnya, lembaga keuangan syariah atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada menteri selambat-lambatnya sertifikat wakaf uang,” jelasnya lebih lanjut.


Adapun wakaf uang yang dikumpulkan wakif, kata Wapres, akan dimanfaatkan melalui instrumen investasi. Investasi yang dipilih bisa investasi pada sektor rill atau sektor keuangan yang menghasilkan profit atau imbal hasil. 


“Hasil investasi uang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Menurut UU wakaf, apabila uang wakaf diinvestasikan, hasil investasinya 10 persen untuk nadzir dan 90 persen untuk disalurkan kepada mauquf ‘alaih (kegiatan sosial atau peribadatan),” ujarnya.


Namun sekali lagi, Wapres menegaskan bahwa model pengelolaan wakaf uang sebagaimana direkomendasikan UU Wakaf dan berbagai bentuk eksperimen implementasi wakaf uang, saat ini dirasakan masih belum optimal. 


“Masyarakat belum tergerak untuk berbondong-bondong berwakaf uang, sementara nadzir juga belum mengelola dan memanfaatkan wakaf secara maksimal. Hasilnya masih belum dirasakan secara nyata di masyarakat,” sesalnya.


Untuk itu, kata Wapres, perlu ada sudut pandang dan langkah-langkah baru untuk meningkatkan optimalisasi wakaf uang di Indonesia. Menurutnya, Komite Nasional Ekonomi dan dan Keuangan Syariah (KNEKS) sebagai lembaga negara untuk koordinasi dan sinergi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, juga menyadari perlunya upaya perbaikan pengelolaan wakaf uang dengan melibatkan semua pemangku kepentingan wakaf di Indonesia.  


“KNEKS menginisiasi program kerja transformasi pengelolaan wakaf nasional sebagai program bersama kementerian/lembaga terkait untuk menjawab tantangan pengembangan wakaf uang di Indonesia,” pungkasnya. (EP-BPMI)