Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas Melalui Upaya Akreditasi dan Ekonomi Sirkular dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Mengantisipasi era globalisasi dan perdagangan dunia, kegiatan standardisasi terpadu perlu dikembangkan secara berkelanjutan terutama untuk meningkatkan daya saing produk nasional, memperlancar arus perdagangan, dan melindungi kepentingan umum. Tujuan utama dari standardisasi sendiri yakni untuk melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, serta pelestarian fungsi lingkungan.

Dengan demikian, pengaturan standardisasi secara nasional dilakukan dalam rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam transaksi pasar global. Diharapkan dari sistem dan kondisi tersebut, daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global dapat meningkat.

“Akreditasi dapat meningkatkan daya saing produk barang dan jasa di pasar internasional. Hal ini sejalan dengan arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden, yaitu untuk meningkatkan produktivitas agar bangsa Indonesia dapat maju dan berkembang seperti negara-negara Asia lainnya,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat memberikan keynote speech pada acara pertemuan teknis lembaga penilaian kesesuaian yang diadakan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN), Kamis (16/06).

Peringatan Hari Akreditasi Dunia tahun ini yang mengangkat tema “Akreditasi: Keberlanjutan dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan” juga menunjukkan bahwa akreditasi memainkan peran penting dalam mendorong pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditetapkan sejak tahun 2015, berbagai isu keberlanjutan menjadi arus utama, tidak hanya di bidang lingkungan tetapi juga merambah ke bidang ekonomi dan sosial.

Sementara itu, dalam upaya Pemulihan Ekonomi Nasional, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk tidak hanya mengembalikan kondisi ekonomi sebagaimana sebelum krisis, namun juga ke kondisi yang lebih baik. Salah satu upaya untuk memenuhi komitmen tersebut adalah melalui transformasi ekonomi ke arah yang lebih “hijau” atau sering disebut dengan ekonomi sirkular.

“Ekonomi sirkular bukan hanya mengenai pengelolaan limbah tetapi juga bagaimana melakukan desain bahan baku, desain produk, serta proses produksi sehingga bahan baku dan produk yang dihasilkan dapat didaur ulang dan memiliki siklus penggunaan yang lebih panjang,” ucap Menko Airlangga.

Di Indonesia sendiri, konsep ekonomi sirkular sudah menjadi bagian dari kebijakan Pemerintah misalnya konsep pembangunan rendah karbon yang telah tercantum dalam RPJMN 2020-2024 serta Peta Jalan Pencapaian NDC Indonesia 2030.

Terdapat lima sektor yang menjadi prioritas utama dalam dua dokumen tersebut, yakni pembangunan energi berkelanjutan, pengelolaan limbah terpadu, pengembangan industri hijau, pemulihan lahan berkelanjutan, serta inventarisasi dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan kelautan.

Dalam implementasi ekonomi sirkular, peran standardisasi dan penilaian kesesuaian termasuk didalamnya akreditasi merupakan salah satu alat yang dapat untuk mendukung target-target yang telah ditetapkan dengan mengintegritaskan kebijakan, strategi dan perencanaan nasional untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan.

Akan tetapi ekonomi sirkular ini tidak dapat berhenti hanya di sisi kebijakan oleh Pemerintah, seluruh pihak termasuk dunia usaha juga harus bersama-sama memulai implementasinya, karena negara-negara tujuan ekspor sudah mulai menerapkan berbagai persyaratan terkait dengan sustainability.

“Dalam beberapa kajian dan skenario penerapan prinsip ekonomi sirkular, jika kita memulai dari sekarang di lima sektor prioritas, maka pada tahun 2030 ekonomi sirkular ini dapat meningkatkan PDB hingga Rp638 triliun di tahun 2030, menciptakan lapangan pekerjaan baru, mengurangi emisi CO2 hingga 126 juta ton, dan menghemat penggunaan air hingga 6,3 miliar meter kubik,” pungkas Menko Airlangga.(rls)