Penanganan Konflik Lahan Dalam Areal Izin Perhutanan Sosial, Melalui Pendekatan Persuasif Ala Pendamping

By Admin


Oleh: HERU SUBAGIO

Nip. 1965 1203 1986 0310007

Pendamping PS Pasca Ijin KTH Dayak Misik Ds. Mulyajadi, Kota Waringin Barat, Kalimantan tengah  

nusakini.com - Konflik Lahan adalah hal yang baru di lingkungan Kehutanan, hal ini tercatat berawal dari Reformasi di Negara kita, hingga saat ini masih banyak sekali kasus-kasus yang berjalan berkaitan dengan hal tersebut.

Apalagi bila kita kaitkan dengan keberadaan kawasan hutan kita dimana fungsi-fungsi kawasan tersebut selalu menjadi trending penyerobotan / penguasaan yang penyelesaiannya masih mengambang sehingga membuat para pelaku penyerobot jadi tidak merasa jera atas pelanggaran tersebut, mengingat sangsi tegas belum diberikan sesuai Undang-undang yang berlaku.

Berlatar belakang hal tersebut lah saya sebagai seorang rimbuwan di mana kapasitas saya sebagai Pendamping Masyarakat Perhutanan Sosial (PMPS) mencoba melakukan hal-hal yang kami anggap perlu guna memberi warna atas beberapa kendala-kendala yang terjadi di Kehutanan dan khususnya konflik Penguasaan lahan oleh masyarakat yang terjadi di sekitar kawasan hutan di dalam izin Perhutanan Sosial yang saya dampingi.

Tentunya banyak sekali hal-hal yang terjadi di areal izin Perhutanan Sosial yang kami dampingi semenjak izin tersebut diberikan kepada Kelompok Tani Hutan (KTH) Dayak Misik yang menjadi kendala dalam pengelolaan hutan tersebut diantaranya adalah :

Modal usaha

Penguasaan lahan oleh masyarakat

Batas-batas yang belum ada di lapangan.

Namun sebagai pendamping mencoba membantu mencarikan solusi atas permasalahan yang timbul dengan memprioritaskan penyelesaian konflik penguasaan lahan oleh masyarakat sebagai target prioritas pertama yang harus diselesaikan.

Hal ini kami lakukan dengan pertimbangan bahwa info yang kami peroleh konflik ini berpotensi untuk terjadinya tindakan anarkis yang mengancam keamanan seluruh kegiatan yang kami lakukan di areal Izin Perhutanan Sosial yang kami dampingi.

Kemudian kami bersama Kelompok Perhutanan Sosial Dayak Misik segera melakukan penjadwalan untuk turun ke lapangan guna bertemu langsung dengan masyarakat, khususnya kepada masyarakat yang telah berkegiatan di dalam areal izin Perhutanan Sosial, dengan tujuan :

Sosialisasi izin Perhutanan Sosial

Memberikan pencerahan kepada masyarakat

Penyuluhan

Dengan harapan masyarakat tersebut bisa menerima sosialisasi yang kami berikan sekaligus memberi pengertian untuk tidak berlaku anarkis apabila masyarakat merasa terancam keberadaannya, khususnya keamanan kawasan atau ladang yang masyarakat klaim.

Tentunya tidak semudah membalik telapak tangan untuk melakukan kegiatan tersebut, seperti pertemuan dan lain-lain namun saya sebagai pendamping tidak putus asa untuk bisa terwujudnya suasana yang kondusif di dalam areal yang kami dampingi.

Berbagai upaya dan usaha kami lakukan untuk bisa berkomunikasi dengan masyarakat sehingga pada akhirnya pertemuan dan komunikasipun terjadi sehingga dengan komunikasi yang baik kami bisa berinteraksi.

Sosialisasi dan penjelasan-penjelasan melalui komunikasi langsung yang kami lakukan kepada masyarakat berjalan dengan alot dengan asumsi mereka masing-masing, dengan dalih bahwa tanah / lahan tersebut adalah milik nenek moyang mereka selama hidup di pedalaman hutan Kalimantan, namun kami sebagai pendamping tetap menyikapinya dengan arif dan tenang untuk menghidari gejolak yang mungkin bisa timbul akibat debat tersebut.

Dari berbagai penjelasan-penjelasan yang kami lakukan yang dibarengi dengan aturan- aturan yang ada dan berkaitan dengan izin Perhutanan Sosial yang kami dampingi, yang telah kami sampaikan dengan arif namun masyarakat masih bersikukuh dengan pendiriannya maka dengan terpaksa saya selaku pendamping yang juga merupakan anggota Polisi Kehutanan, lebih bersikap tegas dengan menyampaikan beberapa sanksi yang mungkin bisa diterapkan sesuai dengan Undang-Undang No. 41 tentang Kehutanan dan Undang-Undang No. 18 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang mana kami mempunyai tujuan melemahkan mental masyarakat untuk tidak bersikukuh dengan hati yang keras.

Kami sebagai pendamping tidak bermaksud mempengaruhi masyarakat atau menakut nakuti masyarakat dengan menggunakan jalur hukum, dimana kami lebih ke arah untuk melemahkan mentalnya, sehingga harapan kami bisa dengan mudah memberikan arahan atau masukan kepada masyarakat untuk bisa menerima dan mengerti keberadaan izin Perhutanan Sosial yang mungkin menurut masyarakat adalah merupakan ancaman.

Alhasil bahwa trik dan tehnik yang kami lakukan sebagai terapi tersebut berhasil mempengaruhi mental masyarakat sehingga suasana menjadi cair dan kami sebagai pendamping menarik mereka untuk bisa sama-sama mengelola Perhutanan Sosial sesuai dengan harapan kita semua.

Perlu juga kami informasikan bahwa kenapa masyarakat mau bergabung, hal ini tidak lain adalah bagaimana kiat pendamping untuk menyampaikan kepada masyarakat yang intinya adalah bahwa keberadaan Perhutanan Sosial tidak mengancam kepemilikan lahan masyarakat namun justru akan bersama-sama mengelola lahan secara legal dengan memberikan pendapatan dan sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat / kesejahteraan masyarakat dengan tidak melanggar hukum.

Dengan telah berhasilnya pendamping bersama pengurus Kelompok Perhutanan Sosial meyakinkan masyarakat untuk bergabung dan menerima keberadaan izin Perhutanan Sosial maka kami lebih merasa aman dari gangguan-gangguan dan ancaman-ancaman, sehingga kami lebih leluasa untuk mengelola hutan dan mengembangkan usaha-usaha yang dapat kita lakukan dalam areal izin Perhutanan Sosial yang kami dampingi, sehingga sasaran tujuan kami sebagai pendamping adalah meningkatkan taraf ekonomi yang lebih baik pada masyarakat sekitar wilayah hutan khususnya yang berada di wilayah areal izin Perhutanan Sosial dengan tidak melanggar hukum.