OJK Nilai Sektor Jasa Keuangan Indonesia masih Terjaga

By Admin


nusakini.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia masih terjaga. Namun, kinerjanya akan terus dipantau dan dicermati lebih mendalam.

Plt Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB OJK, Slamet Edy Purnomo mengatakan,pasar keuangan Indonesia tertolong keberhasilan tax amnesty periode I dan sentimen positif dari kenaikan harga minyak serta komoditas, pasar keuangan domestik mencatatkan penguatan khususnya pada paruh kedua bulan September 2016.

Pernyataan Slamet memang ada dasarnya. Pada September 2016, pasar keuangan dunia bergerak mixed. Pergerakan mixed dari pasar saham dan nilai tukar global, turut dipengaruhi oleh ketidakpastian yang masih menggelayuti pemulihan ekonomi di sejumlah negara, serta sentimen dari stance The Fed terkait kenaikan suku bunga (Federal Funds Rate/FFR), pergerakan harga minyak, dan permasalahan Deutsche Bank. 

"Pasar saham domestik pada paruh kedua September 2016 menguat sebesar 1,8 persen. Secara year to date, IHSG menguat 16,8 persen. Sejalan dengan pasar saham, pasar Surat Berharga Negara (SBN) terpantau menguat yang tercermin dari penurunan yield di semua tenor," papar Slamet di Jakarta, Jumat (14/10/2016). 

"Rata-rata yield jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang turun masing-masing sebesar 6 bps, 11 bps, dan 9 bps. Pada September 2016, Investor Nonresiden SBN mencatatkan net buy yang cukup signifikan sebesar Rp16,9 triliun," terang Slamet.

Di sisi lain, OJK, lanjut dia, memantau fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) yang belum tumbuh cepat. Pertumbuhan kredit perbankan per Agustus 2016 tercatat sebesar 6,83% (yoy), atau turun dari pertumbuhan kredit pada Juli 2016 di level 7,74%. 

Slamet bilang, pelemahan pertumbuhan kredit tersebut didorong oleh kontraksi kredit dalam valuta asing (valas) sebesar 11,76% yoy yang sejalan dengan kinerja eksternal yang masih lemah. 

Selain itu, kata Slamet, kredit rupiah masih tumbuh baik di level 10,70%. Intermediasi perusahaan pembiayaan mulai menunjukkan arah perbaikan, piutang pembiayaan per Agustus 2016 tumbuh 0,87 persen yoy atau naik dari Juli 2016 sebesar 0,36% yang didorong pembiayaan konsumen khususnya sektor perdagangan, restoran dan hotel.

Selanjutnya, paparnya, OJK melihat risiko kredit LJK terpantau masih relatif tinggi. Rasio non-performing loan (NPL) tercatat 3,22%, atau meningkat dibanding posisi Juli 2016 sebesar 3,18%. Sedangkan NPF relatif stabil di level 2,22%. Likuiditas dan permodalan LJK masih berada pada level yang baik. "Alat likuid yang dimiliki perbankan dalam kondisi memadai untuk membiayai ekspansi kredit," ungkapnya. 

Masih kata Slamet, dari sisi permodalan, ketahanan LJK domestik secara umum berada pada level yang sangat mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan per Agustus 2016 mencapai 23,26%. 

Sedangkan untuk industri perasuransian, Risk-Based Capital (RBC) berada pada level 513% (asuransi jiwa) dan 267% (asuransi umum), jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku.

"OJK akan terus memantau perkembangan profil risiko lembaga jasa keuangan serta menyiapkan berbagai langkah yang diperlukan untuk memitigasi kemungkinan peningkatan risiko di sektor jasa keuangan, khususnya risiko kredit. Koordinasi dengan pihak-pihak terkait juga terus diperkuat," paparnya.

Ke depan, OJK, sambung dia, melihat bahwa kondisi likuiditas dan permodalan LJK yang cukup baik perlu dioptimalisasi untuk mendukung penguatan fungsi intermediasi sembari membalikkan tren kenaikan NPL melalui strategi mitigasi resiko yang memadai. (p/mk)