OJK Jelaskan Aturan Relaksasi Kredit Pada HIPMI

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Anung Herlianto, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi salah satu pembicara dalam acara Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) bertajuk Kajian Ekonomi HIPMI #2 dengan tema "Relaksasi Kredit, Kebijakan Penopang UKM Menyintas Pandemi"  di Jakarta secara virtual. 

Kajian ini dilatarbelakangi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Dampak COVID-19 yang implementasi kreditnya dinilai ambigu bagi perbankan ataupun debitur.  

Aturan yang tidak spesifik dapat menimbulkan ketidakpastian sehingga memunculkan kegaduhan di lembaga keuangan ataupun masyarakat dalam menikmati fasilitas relaksasi kredit dari pemerintah. 

Asumsi yang digunakan sebelum terbitnya POJK 11/2020 adalah bagaimana menyelamatkan sektor riil apabila COVID-19 menyebar ke Indonesia.  

POJK ini sendiri bertujuan untuk memberikan ruang bagi debitur-debitur yang berkinerja bagus, namun menurun kinerjanya karena terdampak COVID-19. Peraturan ini diharapkan dapat berperan sebagai kebijakan counter cyclical dan bukan pro cyclical. Dengan restrukturisasi, debitur dapat memiliki ruang bernafas dan bank dapat secara proaktif membantu debitur-debitur yang dalam kondisi bagus menata cashflow-nya. 

Secara umum POJK 11/2020 mengatur pokok-pokok relaksasi yaitu relaksasi penetapan kualitas kredit, penetapan kualitas lancar bagi kredit yang direstrukturisasi, dan tambahan fasilitas penyediaan dana. 

Pada relaksasi penetapan kualitas kredit, kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain dengan plafon kurang dari 10 milyar rupiah dapat hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga/margin/bagi hasil hingga 31 Maret 2021.  

Untuk penetapan kualitas lancar bagi kredit yang direstrukturisasi, fasilitas restrukturisasi diberikan kepada debitur-debitur terdampak COVID-19 baik perorangan, UMKM dan korporasi yang secara historis berkinerja baik, tanpa memperhatikan jumlah plafon. 

Tambahan fasilitas penyediaan dana yaitu pemberian kredit baru bagi debitur yang terdampak COVID-19 dengan penetapan kualitas kredit baru yang dapat dipisahkan dari penilaian kualitas kredit sebelumnya. 

"Kita juga tidak ingin ada moral hazard dan free rider. Kalau bank memasukkan free rider yang tidak layak, kapasitas bank untuk memasukkan debitur yang benar itu jadi menurun," pungkas Anung. (p/ab)