Muhammadiyah dan Umat Islam Indonesia Berpeluang Kembalikan Kejayaan Peradaban Islam

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Wilayah Syam atau Arab Levant/Levantine Arabic adalah kawasan bersejarah dunia Islam yang meliputi Palestina, Yordania, Lebanon, Syria, dan Irak.

Selain para penduduknya memiliki ciri fisik yang berbeda dengan orang Arab Jazirah, dahulu, kawasan ini merupakan pusat perkembangan peradaban Islam paling gemilang. Nabi Muhammad Saw, bahkan menyebutkan dalam hadisnya secara spesifik tentang keutamaan Syam dan penduduknya.

Masyarakat Syam mengidentifikasi diri sebagai orang Arab dan Islam setelah Syam ditaklukkan oleh kaum muslimin dan pengajaran bahasa Arab dilakukan. Meskipun demikian, banyak penduduk Syam tetap bertahan dengan agama lama yakni Nasrani dan hidup dalam kedamaian.

“La ikraha fiddin. Artinya, la ikraha fi dukhuli din, tidak ada paksaan untuk memasuki agama. Maka sampai saat ini di Syam, penduduk Nasrani masih banyak di Lebanon, Palestina, dan lain-lain,” ungkap Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hajriyanto Y. Thohari.

Dalam forum webinar The Second Annual Convention of Muhammadiyah USA yang diadakan oleh Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Amerika Serikat, Sabtu (20/11) Hajriyanto juga menyebut banyak tokoh besar muncul dari Syam seperti Ibn Arabi hingga Abduh.

Akan tetapi, dirinya juga melihat bahwa ada pemandangan terbalik yang justru terjadi di masa kini. Wilayah yang semula menjadi pusat peradaban Islam itu kini penuh dengan huru-hara dan peperangan. Pusat peradaban Islam dunia menurutnya mulai bergeser wilayah lain.

“Di sini (Syam) wilayah proxy, berbagai kekuatan dunia bermain,” tutur Hajriyanto yang juga menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Lebanon itu. Dengan kata lain, Muhammadiyah dan umat muslim Indonesia memiliki peluang untuk membawa kembali peradaban Islam.

Hajriyanto yakin dengan peluang tersebut apalagi setelah menyaksikan kecenderungan masyarakat Arab dan Syam yang nampak meninggalkan identitas Keislaman akibat kuatnya arus sekularisme.

“Sangat susah kita mencari mushola, nyaris tidak ada dan itulah yang tercermin dari Keislaman di Arab Levant. Dalam masa pandemi, bimbingan-bimbingan Keislaman itu sangat minim. Artinya saya melihat Keislaman di Arab Levant ini sudah selesai. Artinya ya seperti itu,” pungkasnya.(rls)