Merokok, Tak Ada Untung Banyak Sengsara

By Admin

Foto/Kemenkes  

nusakini.com - Begitulah kiranya kesimpulan dari banyak ungkapan penderita masalah kesehatan, seperti kanker laring, TBC, kanker paru-paru, sakit jantung, komplikasi hingga berujung kematian akibat merokok. Semuanya diakui oleh penderita sebagaimana dalam buku Kita Adalah Korban dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dan Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia.

Menurut data WHO, Indonesia merupakan Negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India. Peningkatan konsumsi rokok berdampak pada makin tingginya beban penyakit akibat rokok dan bertambahnya angka kematian akibat rokok. Tahun 2030 diperkirakan angka kematian perokok di dunia akan mencapai 10 juta jiwa dan 70% di antaranya berasal dari Negara berkembang. 

Dilansir dari www.depkes.go.id, Menteri Kesehatan RI periode 2012-2014 Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, M.P.H mengatakan tokoh yang bercerita dalam buku tersebut adalah wajah yang berjuang demi kesehatan masyarakat Indonesia. Mereka merupakan sedikit dari saksi hidup yang bisa berkisah betapa berharganya waktu yang dihabiskan hanya untuk rokok. 

'Buku ini adalah wajah dari data yang selama ini tidak terlihat oleh mata kita, di dalamnya bercerita tentang bagaimana rokok telah mampu mengalahkan cinta, memisahkan mereka yang bersatu karena kasih sayang, dan kehilangan orang yang dicintai,' kata dr. Nafsiah di Jakarta. 

Kebanyakan dari mereka menderita penyakit parah setelah sekian lama merokok. Promotor Musik Jakarta Adrie Subono misalnya, ia merokok sejak usia 13 tahun sebanyak satu sampai dua bungkus sehari. Di usia 58 tahun ia menderita serangan jantung akibat merokok. 

'Saya berhenti merokok Tahun 2011 di usia 58. Artinya, saya diperbudak rokok selama 45 tahun. Jantung saya bermasalah dan harus operasi dengan memasang lima ring,' kata Adrie Subono di Jakarta. 

Begitupun dengan penyanyi asal Jakarta Chrismansyah Rahadi atau lebih dikenal Chrisye (Alm), ia menderita TBC tulang dan kanker paru-paru setelah lama merokok sejak di bangku SMA. Bahkan saking sudah kecanduannya, Alm. Chrisye berhalusinasi sedang merokok ketika menjalani pengobatan kanker. 

'Sewaktu berobat sebulan di Singapura, Chrisye kerap mengigau seperti sedang merokok, padahal tidak ada apa-apa di tangannya. Barangkali saking kecanduannya, racun nikotin menagih ketika dia sudah berhenti merokok,' kata istri Alm. Chrisye, Gusti Firoza Damayanti Noor di Jakarta. 

Muncul stigma di masyarakat bahwa merokok itu menghilangkan stres, padahal sama sekali tidak ada pengaruh. Gusti Firoza mengaku dirinya memilih menghisap rokok jika stres, namun itu tidak berpengaruh sedikitpun. Yang ia rasakan justru kecanduan dan menjadi perokok berat. 

Waktu itu banyak yang saya hadapi sehingga saya lari ke rokok. Padahal itu tak benar. Stres juga tak hilang dengan merokok tak membuat saya jadi tenang. Pokoknya rokok tak menolong apa-apa, apalagi menghilangkan masalah, katanya. 

Ada 23 tokoh lainya dalam buku tersebut yang menceritakan kesakitan akibat merokok dengan penyakit yang mematikan dan pengalaman yang mengerikan. Seperti tersumbatnya tiga pembuluh darah ke jantung yang dialami Bassist God Bless Donny Fattah Gagola. Kondisi tiga saluran darahnya 90% rusak. Selain itu pemasangan alat bantu pernapasan dan kantung oksigen karena jantung dan paru-paru sudah tidak berfungsi akibat tertumpuk nikotin. Itu dialami oleh karyawan swasta Mikrad Masduki (Alm). 

Di samping itu, rokok juga berbahaya bagi perokok pasif. Koki dari Surabaya Ike Wijayanti terkena kanker laring akibat paparan asap rokok. Ia mengaku tidak memiliki pita suara sehingga tak bisa berbicara. 

'Di rumah tak ada anggota keluarga yang merokok. Ayah ibu tak merokok, suami juga. Saya menghisap asap rokok orang lain di tempat kerja. Saya bekerja jadi koki di sebuah restoran di Surabaya. Namanya dapur umum orang banyak di sana dan merokok. Sepuluh tahun saya bekerja di sana sampai dinyatakan terkena tumor laring oleh dokter,' kata Wijayanti. 

Hal serupa dialami Wiraswasta asal Bogor Zainudin. Ia kehilangan pita suaranya pada usia 23 tahun. Selain itu banyak pula biaya yang dikeluarkan oleh keluarga. 

Agar tidak mengalami hal serupa, mereka mengingatkan kepada generasi muda agar berhenti dan tidak merokok. Karena dampak merokok tidak hanya pada kesehatan, namun pada keberlangsungan kesejahteraan hidup rakyat Indonesia. (p/mk)