Menkeu Paparkan Realisasi Penerimaan Perpajakan Hingga Agustus 2020

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Komponen realisasi pendapatan negara masih mengalami kontraksi, penerimaan perpajakan tumbuh negatif dibandingkan tahun sebelumnya disebabkan perlambatan kegiatan ekonomi dan pemanfaatan insentif fiskal. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Konferens Pers: APBN Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) secara virtual, pada Selasa (22/09). 

“Penerimaan pajak (hingga Agustus 2020) Rp676, 9 triliun atau 56,5% dari target penerimaan pajak tahun ini berdasarkan Perpres 72 tahun 2020, maka penerimaan pajak sampai akhir Agustus adalah kontraksi 15,6%,” jelas Menkeu. 

Menkeu melanjutkan bahwa, penurunan sangat tajam terjadi pada penerimaan Pajak Penghasilan Minyak dan Gas (PPH Migas) yang realisasinya sampai Agustus 2020 ini adalah sebesar Rp21,6 triliun. Penerimaan PPH Migas mengalami kontraksi yang cukup dalam yaitu 45,2%, apabila dibandingkan Agustus tahun lalu yang sebesar Rp39,5 triliun. 

Selanjutnya, penerimaan Pajak Nonmigas juga mengalami kontraksi sebesar 14,1% dibandingkan tahun lalu. Hingga Agustus 2020 ini, penerimaan Pajak Nonmigas mencapai Rp655,3 triliun. Angka ini berdasarkan komposisi yang disampaikan Menkeu, diantaranya adalah PPH nonmigas sebesar Rp386,2 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp255,4 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp9,7 triliun, dan pajak lainnya sebesar Rp4 triliun. 

Sementara itu, untuk penerimaan Kepabeanan dan Cukai hingga akhir Agustus 2020, mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 1,8%. Penerimaan cukai mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 4,9% dengan total penerimaan sebesar Rp97,7 triliun, sementara pajak perdagangan internasional mengalami minus 9,3% dengan penerimaan sebesar Rp23,5 triliun. 

Selanjutnya, Menkeu pada kesempatan itu juga merinci penerimaan perpajakan berdasarkan sektor usaha.  

“Semua sektor usaha tanpa terkecuali mengalami negative growth (secara) year on year,” jelas Menkeu.  

Tekanan aktivitas usaha akibat PSBB pada kondisi pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama kontraksi penerimaan. Selain itu, insentif fiskal Covid-19 yang mulai dimanfaatkan di masa April lalu juga ikut menambah tekanan penerimaan. 

Penerimaan dari sektor industri pengolahan mengalami kontraksi sebesar 16%, penerimaan sektor perdagangan kontraksi sebesar 16,3%, penerimaan sektor jasa keuangan dan asuransi mengalam pertumbuhan minus sebesar 5,5%, penerimaan dari sektor konstruksi dan real estate minus 15,1%, penerimaan dari sektor pertambangan minus 35,7%, serta penerimaan dari sektor transportasi dan gudang terkontraksi sebesar 10,4%. 

Hal tersebut dikarenakan, kontraksi kegiatan impor dan perlambatan penyerahan dalam negeri sangat menekan sektor industri pengolahan dan perdagangan. Sementara itu, jasa keuangan mulai terpukul oleh perlambatan kredit dan penurunan suku bunga. Lalu, penurunan harga komoditas masih menekan sektor pertambangan. Kemudian, penurunan kegiatan konstruksi dan penjualan properti menekan sektor penerimaannya, serta penurunan pengguna transportasi dan pembangunan sarana penunjang masih terus menerus menggerus penerimaan sektor trasnportasi dan pergudangan. (p/ab)