Mengintip Lebanon dari Dekat

By Admin


Swary Utami Dewi

nusakini.com - "Kehidupan beragama di Lebanon terasa santai. Agama bersifat privat, menjadi hak dan urusan masing-masing. Meski demikian pengakuan terhadap keragaman sekte di Lebanon sangat kuat. Misalnya, posisi di pemerintahan dan universitas terbagi secara proporsional antar 18 sekte yang ada." Demikian satu di antara beberapa hal menarik yang dipaparkan dengan renyah oleh Hajriyanto H. Thohari (Duta Besar Indonesia untuk Republik Lebanon) dalam Webinar Urban Sufism Society, 12 Maret 2021, yang bertemakan "Melihat dari Dekat Keberagaman Orang Arab".

Kehidupan di Lebanon memang menarik untuk disimak. Lebanon merupakan salah satu negara Arab di Timur Tengah, yang memiliki karakteristik tersendiri. Pengakuan terhadap keragaman sangat terasa di sini serta sudah menjadi tradisi dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Negara di sepanjang Laut Tengah ini memang tidak homogen dari segi agama. Seperti yang diungkapkan di atas, Lebanon memiliki 18 sekte atau aliran agama dan menerapkan kehidupan sektarian. Semua sekte yang ada diakui dan dihornati. Ini terlihat baik di pemerintahan maupun kehidupan publik sehari-hari. Penghargaan terhadap keragaman sekte menjadi sesuatu yang sifatnya sistematik dengan adanya paham konfensionalisme yang dianut negara ini. Negara membagi-bagi kekuasaan, posisi dan jabatan semerata mungkin di antara aliran-aliran agama yang berbeda-beda tersebut. Jabatan pemerintahan di Lebanon terbagi proporsial sesuai 18 sekte agama yang ada. Di kampus juga demikian. Komposisi profesor juga menunjukkan keragaman sektarian tadi. Sistem sektarian proporsional ini dijalankan secara terus-terang dan tanpa tedeng aling-aling. Demikian Hajriyanto memaparkan.

Lebanon juga menganut paham sekularisme. Paham ini merupakan warisan dari kolonialisme Prancis, yang memang menguasai Lebanon pasca Perang Dunia 1 hingga negara ini merdeka pada 1943. Sekularisme menjadikan agama sebagai sesuatu yang bersifat privat. Agama adalah hak dan urusan masing-masing orang. Negara tidak mengurusi agama secara formal. Negara tidak mendirikan satu kementerian atau lembaga khusus untuk menangani urusan keagamaan. Agama menjadi urusan masyarakat.

Kehidupan beragama di Lebanon terasa begitu rileks. Masing-masing sekte hidup berdampingan dengan rukun. Meski ada 18 sekte agama di Lebanon, perbedaan agama bukan sesuatu yang menjadi pertentangan ideologis-politis. Dalam arti, perbedaan bukan menjadi sesuatu yang menimbulkan ketegangan antara penganut sekte yang berbeda. Justru yang terjadi, satu sama lainnya saling menghargai dan menghormati.

Selain sekularisme, Prancis juga banyak mewariskan hal-hal positif bagi Lebanon, utamanya tradisi ilmu pengetahuan, paham kebebasan (liberte) dan persamaan (egalite). Di universitas-universitas ternama, bahasa Prancis lazim digunakan. Kualitas pendidikan yang relatif baik menjadikan negara ini mampu menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Wacana ilmu pengetahuan berkembang sangat baik. Bahkan dalam kehidupan masyarakat Lebanon, budaya diskusi dan debat menjadi makanan sehari-hari.

Dari segi bahasa, di Lebanon bahasa Arab bukan merupakan identitas suatu agama tertentu (Islam). Bahasa Arab digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat yang majemuk. Frasa atau istilah tertentu yang kerap diidentikkan dengan "orang Islam" di mayoritas negara-negara Arab tidak menjadi identitas suatu kelompok agama di Lebanon. Perkataan masya Allah, alhamdulillah, ya Allah dan sebagainya biasa diucapkan siapa saja dalam kehidupan sehari-hari. Jadi bahasa Arab di Lebanon merupakan identitas budaya, bukan agama.

Lebanon sendiri tercatat sebagai pelopor modernisasi bahasa Arab. Bahasa Arab populer sebagai hasil dari modernisasi ini digunakan dalam percakapan sehari-har tadi. Namun modernisasi tersebut tidak meninggalkan tradisi bahasa Arab formal (Fushah). Institusi negara dan agama justru menjadi penjaga gawang dalam menjaga tradisi Arab formal ini. Fushah digunakan di acara-acara resmi kenegaraan dan lembaga-lembaga pemerintah (misalnya dalam pidato-pidato resmi). Fushah juga digunakan saat peribadatan di mesjid dan gereja.

Budaya hidup masyarakat sehari-hari di Lebanon juga relatif berbeda dengan negara-negara Arab pada umumnya. Cara berpakaian orang Lebanon lebih bergaya Eropa, utamanya di Kota Beirut. Seni dan budaya juga berkembang baik. Artis dari negara-negara Arab umumnya berasal dari Lebanon, misalnya penyanyi dan bintang film. Bisa dikatakan 80 persen artis Arab berasal dari Lebanon. Jika tidak di masa pandemi, konser musik dan pentas budaya lazim digelar di mana-mana. Channel TV juga terhitung banyak dan beragama untuk konteks Lebanon yang berpenduduk total hanya sekitar 5-6 jutaan orang ini. Sastra dan budaya berkembang baik. Penulisan budaya, sastra dan juga ilmiah didukung oleh para penerbit yang umumnya memiliki reputasi baik.

Budaya hidup lain yang positif yang juga ditemui di Lebanon adalah kebersihan. Budaya bersih ini bahkan terasa sampai ke kota-kota kecil di Lebanon. Orang Lebanon juga sangat menghargai waktu dan tidak suka berbasa-basi dalam percakapan.

Praktik kehidupan yang unik, menarik dan positif di Lebanon ini, menurut Prof. Komaruddin Hidayat merupakan contoh bahwa suasana demokratis yang sehat dan terkelola dengan baik akan membuat kehidupan budaya tumbuh subur di masyarakat. Masing-masing keragaman berkembang baik dan setara. Tanpa tedeng aling-aling, tanpa prasangka.

Link Youtube

https://youtu.be/K_K0hYsbuHw