Menaker Dukung Konsep Pemagangan Komprehensif Kadin dan dunia Usaha

By Admin

nusakini.com--Dalam rangka peningkatan kompetensi tenaga kerja Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bersama Kamar dagang Indonesia (Kadin) mengunjungi Malaysia untuk melihat pola pembangunan human resorces di negara tetangga  tersebut.

Dalam kunjungan kerja tersebut, delegasi Kemnaker dan Kadin menggelar pertemuan dengan berbagi pihak diantaranya Kementerian Sumber Manusia, Pusat Latihan Teknnologi Tinggi (Adtec) dan Toyota Malaysia.

Dari hasil kunjungan tersebut, Menaker Hanif Dhakiri menerima rombongan ini untuk mendengarkan langsung laporan sekaligus membahas tindak lanjut dari upaya pembagunan sumber daya manusia (SDM) tenaga kerja Indonesia. Hadir dalam pertemuan ini wakil ketua umum kadin, Anton Supit, Direktur Toyota Bob Azzam, Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kemnaker Khairul Anwar, Dita Indah Sari, Muhammad Nur Hayid dan pengurus Kadin lainya.  

Dalam kesempatan tersebut, Anton menjelaskan bahwa Malaysia jauh lebih advance dibanding Indonesia dalam hal pengelolaan serta manajemen SDM yang handal dan kompetetitif. Sebab, untuk membangun seperti Malaysia sekatrang ini, Mahatir Muhammad, mantan PM Malaysia, sudah melalukan perencanaan sejak tahun 1997 dan program pemagaangan yang melibatkan duinia industri baru bisa berjalan seteklah tahun 2005 setelah terlebih dahulu memeperbaiki infrastruktur perangkat pendukungnya seperti aturan hukum dan budgeting.  

Dalam hal ini, Anton juga melaporkan soal Malaysia juga menghadapi persoalan shortage atau kekurangan tenaga kerja. Terutama untuk jabatan-jabatan blue collar workers (di pabrik, kilang, kebun, lapangan). Sebab, kebanyakan lulusan universitas lebih suka menjadi tenaga white collar (bidang administrasi, manajemen, perbankan, finance, lawyer, konsultan, akuntan, dll). Padahal jabatan dalam blue collar membutuhkan tenaga kerja skill dalam jumlah massal yang tidak mampu dihasilkan oleh kampus-kampus di Malaysia. 

Ia menambahkan, menghadapi fakta tersebut, pemerintahan Mahathir Mohammad di era 90-an berupaya mencari solusi yang visioner dengan menggunakan model Jepang dan Jerman. Pada tahun 1997, sepulang dari kunjungannya ke Jerman, Mahathir mendeklarasikan perlunya memperluas apprenticeship sebagai salah satu pola pelatihan yang efektif untuk mengatasi mismatch.  

Pola ini sudah diterapkan cukup lama di Jerman, dan sukses menjadi the backbone of German industry. Karenanya, pemerintah Malaysia memutuskan mengalokasi anggaran secara signifikan untuk proyek-proyek pelatihan. 

Sementara itu, Dita Indah Sari menjelaskan, bahwa Direktur JPK KSM Malaysia menyampaikan, apprenticeship atau SLDN (Sistem Latihan Dual Nasional) dipilih karena beberapa faktor, antara lain : best practice Jerman, mengirit anggaran (karena PIC atau person in-charge-nya adalah swasta) serta efektif dalam mentransfer skill secara utuh.

Program ini dimulai sebagai gerakan nasional di tahun 2005. Perusahaan yang menyelenggarakan magang diberi insentif berupa Pembebasan PPh badan dan pembebasan pajak pembelian alat dan barang kebutuhan training magang. 

Untuk peserta magang, diberi tunjangan/allowance dengan kisaran RM 350 – RM 500 per bulan (Rp 1.120.000 – Rp 1.600.000 per bulan). Tunjangan ini bisa dari pemerintah maupun kalangan swasta. Sejak mulai diberlakukan tahun 2005, program ini sudah menghasilkan 75.000 orang lulusan magang. Standar yang dipakai adalah national occupation skill standart (NOSS) atau SKKNI. Sehingga sertifikasinya diakui secara nasional. 

Di Malaysia terdapat kurang lebih 1000 balai latihan kerja (BLK), dimana 40 persennya dibiayai penuh oleh pemerintah. Dibiayai penuh dalam hal free accommodation, allowance (uang saku), free transport, free food, free biaya training dan standarnya juga NOSS.

Sementara itu, Bob Azzam, mengungkapkan pentingnya negera ini khusunya melalui Kemnaker memiliki grand desain ketenagakerjaan yang komprehensif sebagai hasil kajian bersama anatara pihak kementerian dengan para pelaku dunia usaha. Hal ini sagat penting agar tridak terjadi lagi mismatch antara hasil produksi tenaga kerja dengan dunia usaha yang merupakan pengguna tenaga kerja yang di latih baik di pendidikan maupun lembaga pelatihan.

Selain itu, dalam bidang pembiayaaan, Malaysia juga punya skema yang bagus, yang bisa kita pertimbangkan untuk menjamin program pemagangan yang sedang digalakkan pemerintah ini berjalan efektif dan sukses. Sebab pengelola pendanaan di sana itu dilakukan oleh Sebuah lembaga pengumpul dan pengelola dana terpisah untuk mengelola dana pelatihan. Undang-Undang mewajibkan tiap perusahaan menyetor 1 persen dari total anggaran payroll-nya ke Fund ini. Perusahaan-perusahaan tersebut berhak atas reimbursement dari Fund ini jika kemudian melakukan kegiatan pelatihan atau magang di perusahaannya masing-masing. 

Menanggapi hal itu, Menaker Hanif Dhakiri menyambut baik dan terus mendukung upaya yang dilakukan oleh Kadin dan jajarananya di Kemnaker yang terus memebangun komunikasi yang baik dalam rangka mensukseskan program pemagangan. Selebihnya, Menaker menunggu hasil konkrit yang detail dari grand desain yang saat ini terus dikaji dan dilengkapi antara pihak Kadin dan Kemnaker yang terus meklibatkan Kementerian lainnya dan dunia usaha. (p/ab)