Menag: Kelahiran Rabithah Alawiyah Tunjukkan Nasionalisme Keturunan Arab
By Admin
nusakini.com-Jakarta -Organisasi Rabithah Alawiyah lahir pada 27 Desember 1928, selang dua bulan setelah peristiwa Sumpah Pemuda. Hal ini menunjukkan semangat nasionalisme masyarakat keturunan Arab yang memilih Indonesia sebagai tempat tinggal dan tanah air, untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Demikian diungkapkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan sambutan pada peringatan 90 tahun Rabithah Alawiyah, di Jakarta. “Keberadaan Rabithah Alawiyah sejak tahun 1928 memiliki arti penting dalam sejarah Indonesia, baik sebelum kemerdekaan maupun sesudahnya,” tutur Menag, Minggu (16/12).
“Saya kira tidak ada keraguan sedikit pun bahwa golongan keturunan Arab sebagai bagian dari bangsa Indonesia memiliki peran dan sumbangsih yang besar dalam membangun rumah kebangsaan Indonesia,” imbuh Menag.
Golongan keturunan Arab, menurut Menag, memiliki andil dalam pembentukan nasionalisme Indonesia modern dan melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Kebudayaan, bahasa dan tradisi muslim di Nusantara sebagian merupakan hasil akulturasi dengan kebudayan dan tradisi yang berasal dari golongan keturunan Arab,” ungkapnya.
Nasionalisme keturunan Arab, kata Menag, makin terlihat ketika AR Baswedan, seorang keturunan Arab asal Ampel Surabaya menulis artikel “Peranakan Arab dan Totoknya”. Artikel yang dimuat di Harian Matahari Semarang, 1 Agustus 1934 ini berisi anjuran tentang pengakuan Indonesia sebagai tanah air.
Pokok-pokok pikiran yang disampaikan AR Baswedan, antara lain: Tanah air Arab peranakan adalah Indonesia; kultur Arab peranakan adalah kultur Indonesia – Islam; Arab peranakan wajib bekerja untuk tanah air dan masyarakat Indonesia; perlu didirikan organisasi politik khusus untuk Arab peranakan; Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan perselisihan dalam masyarakat Arab; serta jauhi kehidupan menyendiri dan sesuaikan dengan keadaan zaman dan masyarakat Indonesia.
Artikel AR Baswedan ini dipilih oleh Majalah Tempo edisi khusus Seabad Kebangkitan Nasional (Mei 2008) sebagai salah satu dari 100 tulisan paling berpengaruh dalam sejarah bangsa Indonesia.
Menag menilai, peringatan dan tasyakkur Milad 90 Tahun Rabithah Alawiyah selayaknya dijadikan momentum untuk senantiasa menyegarkan ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah.
“Saya mengemukakan kilas balik sejarah dalam rangka mengingatkan segenap bangsa Indonesia untuk senantiasa mencintai negeri dan tanah air serta menjaganya dari bahaya perpecahan, adu-domba dan perseteruan yang merugikan kita semua. Semua warga bangsa harus memiliki kesadaran untuk bersatu dan menjunjung tinggi persatuan di atas keragaman,” tandas Menag.(p/ab)