Menag Bahas Relasi Israel-Palestina Dalam Dialog Keluarga Agama Abrahamik

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Kementerian Agama bekerjasama dengan Institut Leimena menggelar webinar dalam persaudaraan tiga keluarga agama Abrahamik, Islam, Yahudi, dan Kristen atau yang dikenal dengan Internasional Abrahamic Faiths Roundtable.

Webinar yang mengusung tema "Peran Keluarga Agama-Agama Abrahamik Dalam Memajukan Perdamaian di Dunia" ini dibuka oleh Menteri Agama Fachrul Razi. Hadir pula dua tokoh pematik dalam webinar yang diikuti peserta dari dalam dan luar negeri ini. Mereka adalah Chairman Institut Leimena Jakob Tobing dan Senior Fellow Institut Leimena Alwi Shihab. 

Dalam kesempatan tersebut, Menag mengangkat tentang relasi antara Israel-Palestina. "Di wilayah ini lahir dan hidup anak-anak keturunan Abraham dan hidup ketiga komunitas agama Abrahamik. Tetapi kita terus menyaksikan bahwa perdamaian di wilayah ini belumlah selesai dan tuntas sebagaimana yang kita harapkan dan impikan bersama," kata Menag, Selasa (27/10). 

Menag pun mengingatkan, webinar ini merupakan kelanjutan dari Abrahamic Faiths Roundtable yang pertama pada 22 Juni 2020. "Dalam kesempatan tersebut, saya telah mengutarakan pemikiran bahwa tugas utama kita adalah mencari titik-titik temu sebagai keluarga besar agama-agama Abrahamik untuk dapat bekerjasama demi perdamaian dan kemajuan peradaban manusia," kata Menag.  

Menag menambahkan tiga agama, yakni Yahudi, Kristen, dan Islam yang dikenal sebagai agama-agama Abrahamik atau Ibrahimiah. Ketiganya mengakui dan menempatkan tokoh Abraham/Ibrahim, bukan hanya dalam jalinan hubungan keturunan darah daging tetapi lebih-lebih sebagai teladan dan contoh tokoh beriman bagi ketiga komunitas agama. 

"Namun demikian, kita juga mengetahui dan mengakui dalam sejarah agama-agama bahwa hubungan dan relasi antara ketiga agama Abrahamik tersebut tidaklah selalu hidup dalam kedamaian karena hadirnya berbagai perbedaan kepentingan yang ikut bersamanya. Entah karena kepentingan yang bersifat politis, ekonomis, sosial budaya, dan bahkan keamanan," ujarnya.  

Perbedaan kepentingan tersebut lanjut Menag telah ikut mengganggu hubungan dan relasi antara agama-agama Abrahamik tersebut.Perdamaian dunia ikut terganggu oleh karena hubungan dan relasi yang tidak harmonis tersebut. Relasi Israel-Palestina menjadi contoh nyata ketidakharmonisan yang terjadi di antara penganut agama Abrahamik.  

Dikatakan Menag semua agama mengajarkan kebaikan kepada para pemeluknya. Semua agama mendorong umatnya untuk mewujudnyatakan nilai-nilai agama dan kebajikan dalam hidup dan kehidupan mereka, baik sosial, politik, budaya, ekonomi maupun dalam kehidupan sehari-hari. 

"Bahkan semua agama juga mengajarkan akan adanya kehidupan yang lebih abadi di akhirat kelak. Ajaran eskatologi agama-agama penting untuk memotivasi para pemeluk agama agar mereka berbuat kebaikan dan kemuliaan sepanjang hidupnya di dunia," ujar Menag. 

Webinar ini menghadirkan enam narasumber yakni Presiden Forum for Promoting Peace in Muslim Societies Sheikh Abdallah bin Bayyah, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Direktur Internasional Hubungan Antar Agama, American Jewish Committee Rabbi David Rosen, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Pendeta Gomar Gultom dan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Uskup Ignatius Kardinal Suharyo. 

Peran Strategis Abrahamic Faiths Rountable 

Menag pun menjelaskan tantangan agama-agama Abrahamik akhirnya adalah bagaimana ketiganya dapat ikut berkontribusi bagi tercipta dan terawatnya perdamaian dunia, khususnya di antara para pemeluk ketiga agama tersebut.  

Cita-cita ini hanya akan dimungkinkan jika ketiganya bergerak bersama mencari lebih banyak titik-titik temu daripada titik perbedaan, menggali dan menemukan kekuatan bersama yang memiliki kemampuan untuk bertemu dan bekerja bersama membangun kehidupan yang lebih harmonis, bermartabat, dan beradab.  

"Saya pikir kita punya kesamaan pendapat, bahwa tidak akan ada perdamaian tanpa komunikasi. Padahal situasi politik pada saat ini belum memungkinkan kita untuk berkomunikasi bebas melalui jalur negara," kata Menag.  

"Disinilah peran strategis yang dapat diambil oleh Abrahamic Faiths Rountable ini, karena kita hampir tidak punya hambatan dalam komunikasi, bahkan kita punya ikatan keturunan agama yang membuat kita dekat," sambungnya.  

Dijelaskan Menag peran ini dapat ditingkatkan lebih jauh lagi di masa depan dengan menjadi bagian dari perundingan-perundingan perdamaian, tingkat negara untuk mengambil sikap yang lebih moderat, tidak didasarkan atas kepentingan politik semata, tetapi juga kepentingan menguatkan ikatan persaudaraan.  

Hal itu kata Menag lagi lebih tinggi dan lebih mulia dibanding politik, karena itu pesan semua agama.  

Melalui webinar ini Menag menegaskan kembali bahwa dalam berdialog memang membutuhkan kesabaran dan lapang dada dalam menyikapi perbedaan.Dalam konteks beragama, semua agama mengajarkan kebajikan dan perdamaian.  

"Jika ada agama atau atas nama agama yang mengambil suatu ajaran dan mengarah pada konflik, maka itu pasti bukanlah bersumber dari ajaran agama. Semoga pertemuan ini ikut memperkaya dan semakin mendekatkan kita sesama pemeluk agama-agama Abrahamik," tutup Menag.(p/ab)