Marak Dukungan Warga Indonesia Pada Rusia Soal Konflik dengan Ukraina, Ini Penyebabnya

By Admin


nusakini.com - Internasional - Maraknya dukungan terhadap Rusia di Indonesia terkait invasi militernya ke Ukraina ada kaitannya dengan ketidaksukaan pada sikap negara Barat yang dianggap munafik dalam menyikapi konflik di wilayah lain seperti Timur Tengah, kata analis.

Negara Barat seperti Amerika Serikat dinilai tidak menunjukkan sikap yang sama tegasnya dalam merespons agresi Israel ke wilayah Palestina, kata pengamat Eropa Timur dari Universitas Airlangga (Unair), Radityo Dharmaputra.

"Kenapa negara Barat seperti Amerika Serikat diam saja dalam kasus Palestina yang sudah dipertanyakan masyarakat sejak lama," kata Radityo kepada BenarNews, meski dia menambahkan bahwa masalah Rusia-Ukraina lebih rumit.

"Karena sudah anti-Barat dan Amerika Serikat, maka masyarakat dengan mudah berpindah pihak bahwa kita harus mendukung Rusia," kata Radityo.

Militer Rusia dibawah instruksi Presiden Vladimir Putin melancarkan serangan ke Ukraina sejak 24 Februari 2022 yang mengakibatkan hingga kini setidaknya 3,2 juta rakyat Ukraina harus meninggalkan negaranya, demikian laporan PBB.

Sementara itu jutaan lainnya harus mengungsi dan berlindung ke tempat yang dinilai aman walaupun kemudian terbukti bahwa misil Rusia juga menyasar target-target sipil di Ukraina.

Belum ada data jelas jumlah yang tewas, namun diperkirakan mencapai ribuan di kedua pihak.

Invasi militer Rusia yang oleh Putin diklaim sebagai “operasi militer khusus” untuk “demiliterisasi" dan "mencegah kembalinya kekuasaan Nazi" di negara tetangganya tersebut, oleh masyarakat internasional dan para pakar disebut sebagai hanya merupakan kedok Putin untuk menjustifikasi perang yang tujuannya semata untuk melebarkan kekuasaan Putin di wilayah yang telah merdeka dari Uni Soviet pada 1991 itu.

Namun demikian rakyat Indonesia tampaknya tidak melihat kenyataan itu dan terhipnotis oleh Presiden Rusia Vladimir Putin yang selama ini dianggap tegas dan gagah serta berani menantang Barat. Hal ini juga mengingatkan pada presiden pertama Indonesia Soekarno.

"Masyarakat kita kan suka dengan yang gagah," kata Radityo.

Kebebasan pers merupakan hal yang langka di Rusia dan pada awal bulan ini benar-benar hilang dengan dikeluarkannya peraturan dari Putin terkait ancaman penjara hingga 15 tahun kepada siapa pun yang menyebarkan informasi bertentangan dengan posisi pemerintah Rusia dalam invasi di Ukraina.

Namun demikian, tampaknya poin-poin propaganda Kremlin justru mendapatkan tempat di hati netizen Indonesia. Di Twitter telah bertaburan utas dari warga Indonesia yang menjustifikasi invasi Rusia terhadap Ukraina.  

Argumentasi mereka antara lain bahwa Ukraina adalah boneka AS dan Rusia merasa terancam apabila Ukraina bergabung dengan NATO.   

Gurauan yang menyebar di WhatsApp menyamakan konflik Rusia dan Ukraina dengan keributan antara mantan suami dan istri. Komik yang sejatinya berasal dari media sosial asal China, Weibo, ramai disebarkan melalui grup percakapan WhatsApp.

Dalam cerita itu, Ukraina digambarkan sebagai mantan istri yang diberi hak asuh beberapa anak dan ditinggalkan banyak harta oleh mantan suami (Rusia), tapi bergaul dengan penjahat dan kepala preman (analogi untuk AS) dan anak buahnya (NATO).

Namun demikian ada juga beberapa netizen yang menentang militer Rusia, seperti tweet @kopiganja “

It's not @NATO that is a threat to Russia's national security. It's Russia's national insecurity that is a threat to Russia.

Awalnya tidak tertarik

Lembaga pemantau dan analisa digital Evello menyatakan sebagai besar orang Indonesia awalnya tidak begitu tertarik pada konflik antara Rusia dan Ukraina dan lebih khawatir terhadap kenaikan harga.

Dalam pantauan sepanjang 24 Februari hingga 14 Maret 2022 di Instagram, Tiktok, Twitter, dan Youtube, perhatian pengguna media sosial Indonesia akan konflik mulai meningkat, kata pendiri Evello, Dudy Rudianto.

Sebanyak 96 ribu artikel berita, disebut Dudy, telah dibagikan ke jejaring Facebook Indonesia, baik melalui halaman Facebook, group, hingga akun pribadi.

"Masyarakat Indonesia lebih suka menonton misil yang berterbangan."

Angka tayang beragam video serangan militer Rusia ke Ukraina di Youtube pun meningkat drastis, mencapai 554 juta views dengan 2,3 juta komentar, sementara di Instagram video konflik telah dilihat 72 juta kali dengan komentar 727 ribu.

Platform Tiktok, invasi Rusia telah ditonton 526 juta dan di Twitter terdapat 22 ribu akun yang membicarakan konflik.

"Khusus di Twitter, perbincangan yang mencapai 22 ribu akun itu bahkan lebih besar dari pembicaraan soal pemilihan umum 2024," pungkas Dudy.

Tarik dukungan umat Islam

Sementara itu, diplomat Rusia dan Ukraina di Indonesia berusaha menarik dukungan dari rakyat Indonesia, khususnya umat Islam.

Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin bertemu dengan ketua Nahdlatul Ulama (NU) yang baru, Yahya Cholil Staquf, di kantornya pada 7 Maret, diikuti keesokan harinya oleh Dubes Rusia Lyudmila Vorobieva.

Teuku Rezasyah, pakar Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran mengatakan baik dubes Rusia dan Ukraina menganggap NU memiliki pengaruh besar terhadap umat Islam.

“Harapan mereka, dengan segala kebesaran PBNU sebagai ormas dengan massa terbanyak bisa menyampaikan ke pemerintah Indonesia terkait persepsi Rusia dan Ukraina agar menjadi kebijakan nasional nanti, karena kebijakan Indonesia di masa depan banyak dipengaruhi dengan kekuatan domestik,” ujarnya.

“Saya sangat berharap NU, Yahya dan seluruh umat Islam Indonesia bisa angkat bicara, memanjatkan doa dan membantu mengakhiri perang ini untuk mengurangi penderitaan rakyat Ukraina termasuk sekitar 2 juta kaum Muslim di Ukraina,” ujar Dubes Ukraina Hamianin kepada wartawan usai pertemuannya dengan Ketua PB NU Yahya

Sementara itu, Dubes Rusia Vorobieva pasca pertemuannya dengan ketua PBNU, kepada wartawan menyatakan, “Kami sangat berterima kasih kepada pimpinan NU untuk menyatakan kesediaan untuk berkontribusi dalam memecahkan situasi di dunia dan mendengarkan pendapat Federasi Rusia.”

Ia juga mengatakan Rusia sangat menerima Muslim dan memiliki banyak penduduk beragama Islam.

Dalam kenyataannya, Rusia memilik sejarah panjang dalam konflik dengan Islam, seperti serangan Rusia ke Chechnya, wilayah di negara baratdaya Russia yang mayoritas berpenduduk Muslim, yang berlangsung hingga bertahun-tahun. Belum lagi terkait invasi Soviet ke Afghanistan pada tahun 1970-an dan juga serangan militer Rusia ke Suriah pada tahun 2015.

Dalam responsnya Yahya menyatakan bahwa PBNU akan berusaha melakukan segala upaya untuk meredam konflik ini. Salah satunya dengan berkomunikasi dengan pemimpin agama di seluruh dunia seperti Kristen Ortodoks di Rusia agar bisa mendorong Presiden Putin menghentikan perang.

Tak hanya itu, Yahya juga mengatakan dia sedang mengupayakan untuk menjalin komunikasi dengan mufti di Ukraina dan Crimea untuk mencari jalan keluar bersama.

Tidak membicarakan Ukraina di G-20?

Indonesia merupakan salah satu dari 141 negara yang menyetujui resolusi PBB melalui yang mengecam dan mengutuk agresi militer Rusia terhadap Ukraina.  

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pidatonya di Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 1 Maret menekankan kembali “pentingnya menghormati integritas teritori dan kedaulatan sebuah negara”, dan mendesak adanya resolusi damai melalui negosiasi.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China pada hari Selasa mengatakan bahwa G-20 yang diketuai Indonesia tahun ini bukanlah forum yang tepat untuk membahas krisis Ukraina.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan mengatakan bahwa China mendukung komentar Indonesia bahwa G20 didirikan untuk mempromosikan kerja sama ekonomi multilateral.

“Memegang kepresidenan G20, Indonesia yakin akan fokus memenuhi kewajibannya di bawah Deklarasi Pemimpin Roma G20 dan tidak bermaksud memasukkan krisis Ukraina ke dalam agenda saat ini,” kata pernyataan tertulis pemerintah China.

Juru bicara Kemlu, Teuku Faizasyah mengatakan komentar China itu berarti Beijing “mendukung sikap Indonesia bahwa sebaiknya forum G-20 sebaiknya fokus pada isu-isu ekonomi global.”

“G-20 memang dibentuk sebagai forum utama untuk isu-isu ekonomi,” tambahnya.

Pernyataan Beijing itu menyusul pembicaraan antara Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menlu China Wang Yi.

Dalam pembicaraan itu, Retno menyerukan segera diakhirinya perang Rusia di Ukraina dan menghormati “kedaulatan dan integritas teritorial negara lain,” katanya.

Sementara itu, dalam percakapan telepon pada 16 Maret, Presiden Joko Widodo dan Presiden China Xi Jinping “setuju bahwa semua pihak harus tetap berkomitmen untuk mempromosikan pembicaraan untuk perdamaian,” kata kementerian luar negeri China. [benarnews.org]