Foto/dok. KKP   

nusakini.com - Dalam kunjungan kerja ke Kota Kendari, Jum’at (24/3/2017) lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berpesan kepada masyarakat nelayan untuk membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian laut. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah bekerja keras memberantas penangkapan ikan secara ilegal dengan mengusir kapal asing, maka sudah sepatutnya nelayan juga bekerja bersama pemerintah untuk menjaga laut dan kelestarian terumbu karangnya. Menurut Menteri Susi, kebijakan pemerintah yang sudah bagus, harus dapat dijaga oleh nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap.

Dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016, pemerintah melarang asing untuk masuk dalam bisnis penangkapan ikan, yang artinya pengusaha-pengusaha dalam negeri yang berhak terhadap lautan Indonesia. Hal ini secara tegas diutarakan Menteri Susi saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kendari dan juga saat berdialog dengan nelayan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kendari, Jumat (24/3/2017). Menteri Susi mengatakan, saat ini sumber daya ikan di laut Indonesia sudah banyak karena kapal asing tidak beroperasi lagi. Untuk menjaga agar ikan terus ada, maka terumbu karangnya juga harus dijaga kelestariannya.

Susi pun kembali mengingatkan untuk tidak lagi menggunakan bom ikan dan menangkap ikan hidup dengan memakai pottasium harus dilarang karena dapat merusak terumbu karang. “Nanti kalau terumbu karangnya hilang, ikan mau berumah dimana. Ikan itu kalau sudah dewasa kepinggir, mau berkawin, tidak mau dia di gelombang yang besar, tapi di tempat yang teduh,” terang Susi. Nelayan asal Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara memang sudah dikenal nelayan di daerah lain sering merusak terumbu karang.

Menteri Susi juga menyebutkan, Pulau Sapodan Laut diketahui menjadi lokasi untuk membuat bom ikan dan menimbun bahan baku pembuat bom. “Kirim informasi agar Danlanal, Kapolda, Kapolri, dinas tangkap itu orang yang bikin rusak karang. Masyarakat Siskamling didukung Polri, didukung Angkatan Laut, semua kerja sama-sama. tidak ada backing-backing, tidak boleh . Laporin kalau ada backing,” tegasnya.

Kemudian menurut Menteri Susi, saat ini berbagai upaya dilakukan kapal asing untuk bisa kembali beroperasi di perairan Indonesia. “Kalau ada kapal asing boleh dilaporkan dan ditangkap. Saat ini kapal asing sudah mencoba kembali masuk perairan kita,” imbuhnya. Selain menjaga laut Indonesia dari illegal fishing, pemerintah juga telah memberikan berbagai upaya kemudahan bagi nelayan, termasuk dalam pengurusan perizinan kapal dengan membuka gerai perizinan. Sedangkan untuk kapal di bawah 10 GT sudah tidak diperlukan izin lagi, serta tidak dipungut atau membayar biaya apapun.

Hal itu sebagaimana Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan tanggal 7 November 2014 yang lalu. Adapun untuk mempermudah proses pengajuan dan pengurusan dokumen perizinan kapal perikanan tangkap diatas 30 GT, KKP akan membuka gerai perizinan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kendari. “1 sampai 30 April dibuka gerai disini semua kapal harus daftar. Tapi GT nya harus benar tidak boleh bohong,” tambah Susi. Tak hanya proses pengurusan dokumen yang lebih dipermudah, KKP juga memastikan penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang akan dilayani di gerai perizinan PPS Kendari tak lebih dari satu bulan, bahkan hitungan hari saja asalkan dokumen lengkap dan membayar PHP, serta dipastikan tidak ada biaya administrasi.

Menanggapi keluhan belum bisa beroperasinya kapal ikan bantuan KKP tahun 2016 karena belum keluar SIPI-nya, hal itu menurut Menteri Susi dikarenakan pengurusan dokumen di Kementerian Perhubungan mensyaratkan harus berbadan hukum sehingga dihimbau untuk dibentuk koperasi agar pertanggungjawabnya lebih mudah. “Perkumpulan tidak bisa, hanya perorangan atau koperasi. Kalau KUB (Kelompok Usaha Bersama) atau perkumpulan, katanya orangnya banyak tapi ternyata hanya satu orang yang punya,” ungkapnya. Dalam dialog dengan nelayan di PPS Kendari, Menteri Susi juga menjelaskan bahwa Laut Banda merupakan daerah pemijahan (breeding ground) dan daerah bertelur (spawning ground) bagi seluruh ikan tuna yang ada di dunia dan di Indonesia, termasuk cakalang.

Hal itulah yang mendasari mengapa nelayan Kendari tidak diizinkan menangkap ikan di WPP 714 tersebut. “Kalau Laut Banda-nya diambil, baby tunanya kena semua, cakalang besar di atas 1 kilo tidak akan Bapak dapatkan lagi. Saya mohon maaf tidak bisa mengizinkan itu. Bapak bisa tangkap banyak di sekitar Tomini, WPP 715 itu kan dekat,” jelasnya. Menteri Susi juga mengimbau bagi pemilik purse seine tidak diperbolehkan menangkap ikan dibawah 4 mil, agar tidak menghabiskan ikan yang seharusnya ditangkap nelayan kecil dan merusak terumbu karang.

Lebih lanjut Menteri Susi menambahkan, pemerintah sudah mengasuransikan nelayan dengan ukuran kapal dibawah 10 GT. “Bagi yang belum, dapat mendaftarkan ke kantor PPS Kendari. Tapi kalau ABK (awak kapal perikanan) itu kewajiban pemilik kapal bukan pemerintah yang bayar,” jelasnya lagi. Dalam melakukan kunjungan kerja di Provinsi Sulawesi Tenggara, selama empat hari Menteri Susi berlayar menggunakan KRI Terapang 648. Ia bersama rombongan tiba di Kendari pada Jum’at pagi (24/3) setelah sebelumnya mengunjungi Kabupaten Wakatobi, Kota Baubau dan Kabupaten Kokala. Kedatangannya disambut antusias masyarakat yang ingin menyapa dan berjabat tangan langsung, beberapa diantaranya berebut melakukan swafoto dengan Menteri Susi. Turut mendampingi, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja dan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Brahmantya Satyamurti.(p/mk)