Kuasai Pasar Halal Dunia, Indonesia Perlu Perkuat Riset Produk Halal

By Admin


nusakini.com - Jakarta, Sesuai amanat Presiden dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, peningkatan industri produk halal merupakan salah satu fokus dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Kesuksesan industri produk halal tersebut sangat tergantung dari kemampuan untuk mengembangkan produk-produk halal yang bermanfaat, diminati oleh pasar, dan memiliki nilai komersil yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan riset yang kuat agar produk halal Indonesia mampu menguasai pasar halal dunia.

“Di sinilah saya memandang pentingnya webinar kali ini yang berfokus pada riset halal. Tanpa riset yang kuat, kita sulit untuk bersaing apalagi mampu menguasai pasar halal dunia,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin pada Web Seminar (Webinar) _The 4th International Halal Conference_ yang diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta Pusat, Sabtu (14/11/2020).

Lebih lanjut Wapres menyampaikan, data _The State of Global Islamic Economy Report_ 2019/2020 mencatat besarnya pengeluaran konsumen muslim dunia untuk makanan dan minuman halal, pariwisata ramah muslim, _halal lifestyle_, serta farmasi halal yang mencapai 2.2 triliun US Dollar pada 2018, dan diproyeksikan akan mencapai 3.2 triliun US Dollar pada 2024. Oleh karena itu, Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia harus mampu memanfaatkan potensi ini. 

“Kita harus dapat memanfaatkan potensi pasar halal dunia ini dengan meningkatkan ekspor kita yang saat ini baru berkisar 3.8 persen dari total pasar halal dunia,” papar Wapres.

“Kita perlu bersungguh-sungguh untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen dan eksportir produk halal terbesar di dunia. Diharapkan kita dapat mengambil manfaat atas pulihnya ekonomi menuju kenormalan baru,” tambahnya.

Wapres pun menekankan, perlunya langkah-langkah strategis untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara produsen dan pengekspor produk halal terbesar di dunia. *Pertama*, dengan memperkuat riset bahan dan material halal untuk industri serta melaksanakan subtitusi atas bahan non halal material industri impor, dengan bahan material halal industri dari dalam negeri. Fungsi riset _halal science_ (ilmu pengetahuan) dari para peneliti Indonesia harus dipacu sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan industri produk halal.


"Penelitian yang ada tidak hanya berfokus pada pendeteksian material non halal sebagai penunjang proses sertifikasi namun juga harus berfokus pada mencari material pengganti atau subtitusi dari material non halal yang saat ini banyak menjadikan ketergantungan industri untuk menghasilkan produk yang berkualitas,” terangnya.

*Kedua*, dengan membangun Kawasan Industri Halal (KIH). Di sisi lain, menurut Wapres, diperlukan juga insentif serta regulasi pendukung yang mendorong terciptanya KIH yang harmonis dan terpadu.

“Kawasan industri halal ini tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus merupakan bagian dari ekosistem industri halal nasional dan global. Dalam rangka memperkuat ekosistem ini diperlukan insentif dan regulasi yang mendukung secara harmonis dan terpadu bagi industri produk halal yang terintegrasi di dalam kawasan ekonomi khusus (KEK),” jelasnya.

Sedangkan langkah strategis *ketiga* adalah pembangunan Sistem Informasi Manajemen Perdagangan Produk Halal termasuk di dalamnya memuat sertifikasi kehalalan dari produk tersebut. Sebab, Wapres menilai, saat ini data-data produksi maupun nilai perdagangan produk halal Indonesia belum terefleksi dengan jelas dalam sistem informasi manajemen yang terintegrasi.

“Hal ini penting agar statistik data perdagangan produk halal Indonesia serta penganggaran APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dalam mendukung pengembangan industri produk halal dapat dilakukan dengan lebih mudah dan termonitor dengan baik,” ujar Wapres memberikan arahan.

“Oleh karena itu, ketersediaan sistem jaminan produk halal harus meliputi proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan pergudangan (_halal port_), pengangkutan, baik laut, darat dan udara, dan jaringan pemasaran yang mengikuti standar sistem jaminan halal,” tambahnya.

*Keempat*, meningkatkan kapasitas Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) agar dapat mendukung Indonesia menjadi produsen halal terbesar di dunia. Wapres memandang, pelaku usaha syariah skala mikro dan kecil perlu didorong agar menjadi bagian dari rantai nilai industri halal global (_Global Halal Value Chain_) untuk memacu pertumbuhan usaha dan peningkatan ketahanan ekonomi umat.

“Oleh karena itu, perlu dibangun pusat-pusat inkubasi usaha halal di berbagai daerah sebagai pusat pembinaan dan penyemaian. Selain itu, perlu pula dibangun pusat-pusat bisnis syariah (_Sharia Business Center_) yang didukung oleh infrastruktur digital sebagai sarana interaksi dan transaksi antar pelaku bisnis syariah,” imbuhnya.


Menutup sambutannya Wapres pun berpesan, melihat pentingnya ekonomi dan keuangan syariah dalam memperkuat pilar perekonomian nasional, lembaga pendidikan, salah satunya Universitas Gadjah Mada, agar dapat terus berkontribusi aktif dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah ke depan.

“Karena pentingnya ekonomi dan keuangan syariah untuk memperkuat pilar perekonomian nasional, saya juga mengharapkan agar Universitas Gadjah Mada sebagai perguruan tinggi terkemuka dapat menjadi ujung tombak dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tanah air,” pungkas Wapres. 

Webinar yang mengangkat tema _"The Challenges On The Development of Halal Research And Industry In New Normal Era"_ ini, turut dihadiri oleh Kepala Badan Standarisasi Nasional RI, Rektor dan Jajaran Civitas Akademika Universitas Gadjah Mada. (RMS/NN,SK-KIP)