Krisis Ekonomi Akibat Pandemi Berbeda dengan Krisis Ekonomi Sebelumnya

By Admin


nusakini.com - Jakarta, Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma'ruf Amin mengatakan bahwa krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 saat ini sangat berbeda dengan krisis ekonomi yang pernah terjadi sebelumnya. Jika dalam krisis ekonomi sebelumnya, dampak pada sektor riil terjadi secara tidak langsung disebabkan karena faktor likuiditas dari sektor keuangan, tetapi dalam krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, justru sektor riil terdampak lebih dahulu. 


“Di sektor rumah tangga, masyarakat mengurangi atau menunda aktivitas ekonomi seperti konsumsi, kecuali konsumsi untuk bahan pokok,” ujar Wapres saat menghadiri acara Kongres VIII Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Indonesia (AFEBI) melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres, Jl. Diponegoro No. 2, Jakarta Pusat, Rabu (18/11/2020).


Lebih jauh, Wapres memaparkan bahwa pelambatan ekonomi di sektor rumah tangga ini, kemudian berdampak pada sektor korporasi di mana terjadi pengurangan aktivitas produksi dan investasi yang berimbas pada pengurangan tenaga kerja. 


"Dampaknya makin berat karena daya beli masyarakat juga akan berkurang sehingga pelambatan ekonomi tidak bisa dihindari. Inilah yang mengakibatkan terjadinya krisis di sektor riil,” terangnya.


Oleh karena itu, Wapres mengingatkan bahwa krisis di sektor riil ini perlu ditangani dengan sungguh-sungguh untuk menghindari penularan krisis ke sektor finansial. 


“Bila terjadi krisis ganda, yakni krisis di sektor riil dan krisis di sektor finansial, maka pemulihan akan menjadi lebih panjang,” prediksinya.


Beranjak dari pemikiran ini, Wapres menegaskan bahwa pemerintah berupaya keras untuk mencegah krisis di sektor riil agar tidak menjalar menjadi krisis di sektor finansial. 


“Pada awal masa pandemi Covid-19, dengan cepat pemerintah melakukan refocusing dan realokasi APBN TA 2020,” tuturnya.


Lebih rinci, Wapres menguraikan bahwa pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 695,2 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dengan rincian untuk penanganan kesehatan Rp 97,26 triliun, untuk perlindungan sosial Rp 234,33 triliun, untuk dukungan UMKM Rp 114,81 triliun, untuk dukungan korporasi Rp 62,22 triliun, untuk insentif usaha termasuk pengurangan pajak Rp 120,6 triliun, dan untuk dukungan kepada pemerintah daerah dan sektoral dialokasikan Rp 65,97 triliun. 


“Dari jumlah tersebut, lebih dari Rp 411 triliun atau lebih dari 60 persen dialokasikan untuk menjaga tingkat kesejahteraan rumah tangga, Usaha Mikro dan Kecil (UMK), dan korporasi. Selain itu juga diberikan berbagai insentif lainnya termasuk keringanan pajak yang jumlahnya lebih dari Rp 120 tiliun,” urainya.


Semua upaya yang dilakukan termasuk mengalokasikan anggaran dalam jumlah yang sangat besar tersebut, terang Wapres, diharapkan dapat menjadi stimulus ekonomi untuk mencegah terjadinya krisis di sektor finansial yang sampai saat ini masih terkendali.


“Seluruh upaya yang telah dan sedang dilakukan pemerintah membuahkan sebuah optimisme. Angka pertumbuhan ekonomi (year on year) nasional triwulan III tahun 2020 sebesar -3,49 persen, yang lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan II sebesar -5,32 persen,” tandasnya. 


Untuk itu, Wapres meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi nasional akan kembali membaik pada 2021.


“Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 akan kembali berada pada kisaran 4 persen sampai dengan 5 persen,” pungkas Wapres. (RN, KIP)