Koordinasi Pengawasan Program PEN Makin Dipertajam Secara Teknis

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan (Itjen Kemenkeu) menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakorwas) Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada Rabu, (26/08) secara daring. Acara Rakorwas tersebut dihadiri pimpinan BPKP, Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) Kementerian/Lembaga (K/L) serta Satuan Pengawasan Internal (SPI) BUMN dan SPI Badan Layanan Umum (BLU) yang diharapkan turut mengawasi dana PEN tersebut.  

Seperti diketahui, pemerintah telah menganggarkan Rp695,2 triliun untuk penanganan Covid-19 di bidang kesehatan, perlindungan sosial, belanja sektoral, dukungan industri dan PEN. Anggaran sebesar itu perlu diawasi penggunaannya oleh Inspektorat Jenderal di masing-masing Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D) terkait, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam fase perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.   

"Berkoordinasi, penyusunan berbagai macam pedoman, penyusunan Risk Control Matrix (RCM), pertukaran data, serta koordinasi berbagai hal yang diperlukan," tegas Inspektur Jenderal Kemenkeu Sumiyati. 

Oleh karena itu, perlu ada pola koordinasi dan sinergi pengawasan antara Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D) dengan Kemenkeu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahkan Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kejaksaan Agung, KPK, dan Kepolisian untuk pencegahan fraud sejak awal.

"APIP harus memastikan efektifitas program untuk mengatasi berbagai permasalahan. Sinergi kita juga diperlukan agar tidak ada program di PEN yang tidak terawasi atau berbenturan. Kita dapat bersama-sama merancang, mereviu, melaksanakan probity, hingga mengawal pertanggungjawabannya. Tidak hanya dari kalangan APIP, namun berbagai masalah yang berhubungan dengan APH, kami berharap kita bisa bersama melakukan pencegahan. Jangan sampai program ini menimbulkan kegaduhan di belakang dan risiko fraud bisa didiskusikan sejak awal," harapnya. 

Hal ini perlu dilakukan untuk pertama, mengurangi resiko perencanaan dan pergeseran anggaran yang tidak sesuai kebutuhan. Kedua, menghindari realisasi belanja dan pembiayaan yang tidak tepat sasaran, tidak tepat jumlah, tidak tepat waktu dan tidak tepat kualitas. Ketiga, menghindari pertanggungjawaban yang tidak benar dan/atau tidak didukung bukti memadai. Keempat, menghindari menurunnya kepuasan masyarakat dan reputasi pemerintah. (p/ab)