KKP-JICA Tingkatkan Kerjasama Infrastruktur Kelautan dan Perikanan

By Admin


nusakini.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) mengunjungi Pelabuhan Perikanan Indonesia (PPI) Amagarapati, di Larantuka, Flores Timur, pada Selasa (25/7/2017). Kunjungan ini merupakan lanjutan dari kunjungan Menteri Susi ke Jepang beberapa waktu lalu dalam rangka meningkatkan kerja sama pembangunan infrastruktur kelautan dan perikanan.

Pemerintah Jepang telah sepakat membantu percepatan pengembangan potensi kelautan dan perikanan di Indonesia termasuk dukungan percepatan program Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT).

Adapun PPI Amagarapati merupakan hibah dari pemerintah Jepang untuk Indonesia yang dibangun tahun 2010 lalu. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Brahmantya Satyamurti Poerwadi yang datang meninjau lokasi bersama Senior Deputy Director JICA Shigeo Honzu, Project Officer JICA Rin Yamamoto, dan Senior Advisor JICA Masakazu Fukukawa.

“Pada tahun 2010, pemerintah Jepang melalui JICA membangun fasilitas di PPI Amagarapati. Hingga saat ini PPI Amagarapati kondisinya sangat terawat dan dimanfaatkan maksimal oleh masyarakat sekitar. Terlihat disana ada aktivitas nelayan seperti pendaratan ikan, dan ini sangat baik. Kualitas bangunannya juga sangat baik. Hal ini yang mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan pemerintah Jepang melalui JICA datang kembali ke sini untuk melihat kondisi, apakah bantuan pemerintah Jepang di PPI Amagarapati masih berfungsi dengan baik atau tidak,” ungkap Brahmantya.

PPI Amagarapati memiliki sarana prasarana seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik es, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), bengkel, cold storage, pasar ikan, dermaga, dan fasilitas docking kapal. Akan tetapi, TPI dan lokasi pasar ikan belum dimanfaatkan secara maksimal.

“Kami dari KKP juga memberikan masukan kepada Bapak Bupati Larantuka, Anton H.Gede Hadjon bagaimana fasilitas di PPI ini bisa dimanfaatkan lebih baik lagi. Secara keseluruhan PPI Amagarapati sudah dimanfaatkan dengan baik hal ini terlihat dari fasilitas seperti SPBN, pabrik es, cold storage, bengkel yang masih sangat aktif melayani kebutuhan nelayan dan juga dari banyak kapal yang bersandar untuk mendaratkan ikan hasil tangkapan di PPI ini”, ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut Brahmantya juga memberi masukan kepada Bupati untuk dapat memaksimalkan penggunaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai pusat transaksi nelayan. Menurut Brahmantya, hidupnya aktivitas di TPI akan mempermudah pemerintah dalam mengalokasikan bantuan yang masih dibutuhkan nelayan sekitar. Alasannya, jika kapal dan hasil perikanan yang masuk didata dengan baik maka data-data tersebut dapat digunakan untuk merencanakan kebutuhan logistik seperti BBM, air bersih, dan es bagi nelayan.

Brahmantya menambahkan, rencananya PPI Amagarapati juga akan menjadi standar dalam pembangunan pelabuhan perikanan yang terintegrasi. “Dari segi rancangan bangunan, kualitasnya, bagaimana pabrik es dikelola, desain dermaga, tempat pendaratan ikan yang bagus sehingga aktifitas jual beli hasil perikanan dapat dilakukan dengan baik. Flow ini lah yang akan kita contoh untuk pembangunan SKPT kita,” tuturnya.

Saat ini, perkembangan pembangunan SKPT sudah sampai pada tahap pembangunan bangunan dasar. “Kita harus mengecek ketersediaan air bersih untuk pembuatan es, dan listrik. PLN sudah bersedia membantu ketersediaan listrik di semua lokasi SKPT kita. Kita juga harus memproses kelembagaannya, karena kita harus pastikan fasilitas yg sudah terbangun, dapat dikelola dengan baik,” kata Brahmantya.

Pemerintah pusat melalui BUMN Perikanan dalam hal ini Perum Perikanan Indonesia (Perindo) dan PT Perikanan Nusantara (Perinus) dapat menjadi lembaga yang mengelola aktifitas operasional SKPT bersama dengan koperasi. Tentunya dengan dukungan dari perbankan.

Hal ini membuat pemerintah Jepang semakin percaya diri dalam memberikan bantuan baik berupa sarana dan prasarana maupun pemberdayaan masyarakat kepada Indonesia.

“JICA adalah organisasi pemerintahan yang menjadi executing agency dalam pelaksanaan bantuan dari pemerintah Jepang. Kami membantu pemerintah dalam men-support promosi industri perikanan dan pengembangan fasilitas di pulau-pulau. Pemerintah Jepang akan membantu mempromosikan pelabuhan laut pemerintah Indonesia, guna mencapai pertumbuhan ekonomi melalui pemeliharaan dan pengembangan. JICA juga akan membantu secara teknik dan finansial,” ungkap Senior Deputy Director JICA Shigeo Honzu.

Pemerintah berharap masyarakat mampu mengelola koperasi-koperasi yang sudah ada di daerah-daerah guna menjaga infrastruktur yang telah dibangun pemerintah. “ Di daerah itu KUB (Kelompok Usaha Bersama) sudah ada, tetapi kelembagaannya belum diatur. Bagaimana koperasi dapat dibuat dengan pondasi yang kuat, untuk dapat menjaga sarana dan prasarana dari pemerintah ini sangat penting. Karena nantinya, setelah kita bangun sarana dan prasarana, yang akan memanfaatkan adalah masyarakat daerah untuk kesejahteraan daerah itu sendiri,” jelas Brahmantya.

Sebagai lanjutan kunjungan tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bertemu dengan Presiden JICA Shinichi Kitaoka di Jakarta pada Rabu (26/7). Pada pertemuan tersebut, Menteri Susi menyampaikan apresiasi atas kunjungan dan gerak cepat JICA dalam mewujudkan rencana kerja sama Jepang-Indonesia.

“Saya sangat senang pihak JICA bergerak cepat untuk segera merealisasikan rencana kerja sama Indonesia dan Jepang. Saya harap, kerja sama ini dapat mendorong perbaikan infrastruktur kelautan dan perikanan Indonesia, sehingga dapat meningkatkan produktivitas nelayan Indonesia,” ungkap Menteri Susi. (p/ma)

Dalam pertemuan tersebut, Menteri Susi juga menyampaikan masalah rendahnya konsumsi ikan di beberapa wilayah di Indonesia seperti Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan beberapa daerah lain. Ia ingin kerja sama ini ke depan berkontribusi bagi peningkatan tangkapan ikan Indonesia sehingga dapat meningkatkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia, mencontoh kosumsi ikan masyarakat Jepang yang mencapai 80 kg per kapita per tahun.