KKP Berhasil Kembangkan Ikan Hias Laut Endemik Banggai Cardinal Fish

By Admin


nusakini.com - AMBON - Kabar menggembirakan kembali muncul dari Ambon. Kali ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Perikanan Budidaya Air Laut (BPBL) Ambon berhasil kembangkan produksi ikan hias Banggai Cardinal Fish (BCF) secara massal di laut. Jenis ikan hias laut ini dikenal sebagai ikan endemik perairan Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah.

Sebagaimana diketahui, fenomena eksploitasi penangkapan terhadap jenis ikan ini mengakibatkan terjadinya kencenderungan penurunan stok di habitat aslinya.

"Laporan hasil pengamatan terhadap lalu lintas distribusi pemasaran BCF ke luar kepulauan banggai berdasarkan data BKIPM menunjukkan adanya penurunan dari tahun ke tahun,” ungkap Doni salah seorang penggiat usaha ikan hias BCF di Ambon, Maluku saat ditemui belum lama ini.

Sebelumnya KKP melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 49 Tahun 2018 telah menetapkan ikan hias BCF sebagai spesies dengan kategori perlindungan terbatas. Artinya penangkapan dibatasi pada perairan yang belum terjadi over fishing.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (22/5/2018) menyatakan bahwa pihaknya melalui BPBL Ambon telah berhasil melakukan terobosan dibidang perekayasaan dalam pengembangan ikan hias BCF. Dirinya optimis, dengan telah dikuasainya teknologi produksi masal BCF, maka akan berimbas pada status BCF yang tidak lagi tergantung 100% dari alam.

"Ini saya kira upaya yang patut diapresiasi, mengingat BCF ini khan ikan endemik, sementara di Banggai sendiri permintaannya cukup tinggi. Keberhasilan teknologi pembudidayaan saat ini, secara otomatis akan menggeser ketergantungan stok yang awalnya dari alam ke hasil-hasil produksi budidaya,” ungkap Slamet.

Slamet juga menambahkan, ada keinginan dari beberapa pihak untuk memasukan BCF ini ke dalam CITES (The Convention on International of Trade Endangered Species ) yang akan membatasi perdagannya. Menurut dia, dengan keberhasilan produksi massal hasil budidaya, maka usulan masuk CITES sudah tidak diperlukan lagi. Dengan demikian perekonomian masyarakat tetap berjalan. Namun, tentunya tetap penting dilakukan pengendalian secara baik. Slamet juga memastikan bahwa nantinya hasil budidaya ini akan difokuskan untuk restocking secara berkala untuk menjaga keseimbangan stok.

"Kami akan minta BPBL Ambon untuk juga fokus melakukan restocking BCF di habitat aslinya, utamanya di perairam Banggai sendiri,” jelas Slamet.

 Teknologi Mudah Diterapkan

Sementara itu Kepala BPBL Ambon, Tinggal Hermawan menyatakan, awalnya perekayasaan ini dilakukan di bak-bak terkontrol. Namun seiring hasil pengamatan yang dilakukan secara terus menerus, pihaknya menemukan fakta bahwa karakteristik BCF lebih mudah dilakukan pememijahan secara alami di KJA.

Uniknya, menurut Tinggal, BCF ini bersimbiosis dengan bulu babi. Fungsi dari bulu babi ini sebagai shelter bagi benih-benih yang dihasilkan dari proses pemijahan.

"Dengan penebaran induk sebanyak 30-50 ekor per waring ukuran 3×3×1 m, mampu menghasikkan benih sebanyak 300-500 ekor per bulan. Intinya proses ini mudah, hanya saja harus telaten, mengingat sifat BCF ini yang kanibal, sehingga proses panen harus dilakukan secara rutin secara rutin 2 kali dalam seminggu,” jelasnya.

Ditambahkanya, survival rate (SR) BCF ini cukup besar > 80 persen, sehingga mudah untuk mendorong produksi secara massal.

Terkait ketersediaan ikan Hias BCF ini, hingga saat ini Balai memiliki jumlah induk sekitar 200 ekor, di mana pengembangan akan terus ditingkatkan melalui seleksi untuk mendapatkan calon induk berkualitas.

"Untuk BCF ini, sebagaimana arahan Pak Dirjen, akan lebih fokus pada upaya restocking dulu untuk memulihkan stok di alam. Tahun kemarin kita baru arahkan untuk restocking di perairan Ambon dengan jumlah lebih dari 10.000 ekor. Perkembangannya sangat bagus, terbukti dari jumlah kelimpahan BCF yang cukup banyak terutama pada perairan yang ada bulu babinya. Kedepan kita akan dorong kegiatan serupa di perairan Banggai,” pungkasnya.(p/ma)