Kisah Legenda Hidup Timnas Asal Makassar, Andi Ramang Yang Diakui FIFA

By ommed


nusakini.com – Sepak Bola yang merupakan olahraga paling popular dan diminati di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari peran pemain dan pelatih yang sangat mempengaruhi perkembangan setiap jamannya. Para pemain dan pelatih yang sudah menjadi legenda tersebut merupakan putra-putra terbaik yang berasal dari berbagai daerah.

Salah satu daerah yang cukup banyak mencetak pemain berlabel Timnas (Tim Nasional) adalah Makassar, Sulawesi Selatan. Dengan klub kebanggaan masyarakat setempat ialah PSM Makassar, yang merupakan klub sepak bola tertua di Indonesia yang masih eksis hingga sekarang.

Berdiri pada tahun 1915 tanggal 2 November, PSM Makassar yang memliki nama awalnya Makassar Voetbal Bond (MVB) ini tentu mempunyai pemain legenda yang dibanggakan hingga saat ini, yaitu Andi Ramang.

Lahir pada tanggal 4 April 1924 di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Andi Ramang menghabiskan masa remaja hinigga menikah pada usia 18 dan hijrah ke Makassar tahun 1945. Setiba di Makassar, Andi Ramang bekerja serabutan dari jadi tukang becak sampai kernet truk. Hal ini untuk menghidupi keluarganya.


Karir Sepak Bola

Pada tahun 1947 Ramang mulai memperkuat PSM Makassar, Melalui sebuah klub bernama Persis (Persatuan sepak bola Induk Sulawesi) ia ikut kompetisi PSM. Pada sebuah pertandingan, ia mencetak tujuh gol dan membuat klubnya menang 9-0. Sejak itulah ia dilamar bergabung dengan PSM Makassar.

Di level Timnas nama Andi Ramang mencuat pada tahun 1952 yang waktu itu ia dipanggil ke Jakarta untuk seleksi Timnas mengantikan seniornya, Sunar Arland yang berhalangan karena sakit. Pelatih Timnas Indonesia kala itu Tony Pogacnik awalnya menempatkan Andi Ramang posisi bek kanan yang merupakan posisi Sunar Arland, pemain yang ia gantikan.

Bermain yang bukan diposisi idealnya, Andi Ramang membuat pelatih Tony Pogacnik tidak terkesan karna postur tubuhnya kecil dan ringkih. Beruntung pada saat itu, salah satu pengurus PSSI, Maladi sedang berada di pinggir lapangan. Dia berbicara meminta kepada Pelatih Tony Pogacnik untuk menempatkan Posisi Andi Ramang sebagai striker. Kembali ke posisi idealnya, Andi Ramang langsung mencetak hattrick dan memberikan kemenangan kepada timnya pada internal game.



Diakui Di Dunia

Sejak itu, Andi Ramang berubah menjadi striker andalan Timnas yang disegani di Asia Bahkan dunia. Pada laga uji coba tahun 1954 di Filipina, Hong Kong, Thailand, dan Malaysia, Ramang berhasil mencetak 19 dari total 23 gol.

Dua tahun kemudian, Indonesia berhadapan dengan Uni soviet pada perempat final Olimpiade Melbourne 1956. Andi Ramang pun berhasil merepotkan Uni Soviet yang kala itu gawangnya di jaga oleh legenda sepakbola dunia, Lev Yashin yang berakhir dengan skor 0-0. Sayangnya, Indonesia akhirnya tersingkir setelah kalah 4-0 pada partai ulang dikeesokan harinya.

Bersama Andi Ramang pula Timnas Indonesia juga hampir tembus ke putaran final Piala Dunia 1958 di Swedia. Hanya tinggal selangkah lagi Tim Garuda setelah unggul agregat 5-4 atas China, tiga dari lima gol di antaranya pun dicetak oleh Andi Ramang. Sayang, langkah Tim Garuda terhenti karena menolak bertanding melawan Israel.

Pencapain tersebut sangat cukup untuk FIFA sebagai Induk sepak bola tertinggi di dunia untuk mengakui kehebatan Andi Ramang dengan membuat sebuah artikel yang diunggah dalam situs resminya (www.fifa.com) pada tahun 2012, tepat pada tahun peringatan ke-25 wafatnya Andi Ramang, seperti tertulis dalam judul artikel tersebut, "Orang Indonesia yang Menginspirasi Puncak Sukses Tahun 1950-an (Indonesian who inspired '50s meridian)".

"Dan ketika pesepak bola Indonesia yang secara diperdebatkan paling hebat itu meninggal 25 tahun lalu, Rabu ini, legenda Ramang akan terus diceritakan," demikian kalimat penutup artikel FIFA tersebut.


Tuduhan Suap

Di pentas Asia, Ramang membawa Indonesia meraih medali perunggu Asian Games 1958 Tokyo. Namun karier cemerlang Ramang ternoda jelang persiapan timnas menghadapi Asian Games 1962. Bersama mayoritas pemain timnas saat itu, Andi Ramang dituduh menerima suap. Atas tuduhan tersebut Andi Ramang mundur dari Timnas karena merasa tidak pernah menerima suap.

Setelah itu Ramang hanya memperkuat PSM Makassar sampai tahun 1967 dan kemudian jadi pelatih di sejumlah daerah selain Makassar yakni Palu dan Blitar. Bahkan Sewaktu menjadi pelatih di Palu, ia pernah dihadiahi satu hektare kebun cengkih oleh masyarakat Donggala, Palu, karena prestasinya membawa Persipal Palu menjadi satu tim yang disegani di Indonesia. Meski akhirnya ia harus tersingkir perlahan karena tidak punya sertifikat kepelatihan.



Disegani Lawan dan Kawan Tapi Merasa Tidak Dihargai

Keng Wie, salah satu rekan Andi Ramang di PSM Makasssar pernah bercerita tentang kehebatan pemain berpostur kecil tersebut ketika meraih trofi juara Perserikatan musim 1965-1966.

"Saya beruntung masih bisa satu tim dengan Ramang yang saat itu hampir pensiun sebagai pemain," ujar Keng Wie, dikutip dari Bola.com.

Keng Wie juga menuturkan bahwa Ramang tetap menjadi sosok penting dalam klub PSM meski usianya sudah kepala empat.

"Kharisma Ramang memmbuat pemain lawan segan. Kami pun bisa bermain lepas dan percaya diri. Bagi saya, Ramang adalah penyerang alami dengan insting gol tinggi," kata Keng Wie.

Ramang pernah menyebut bahwa pemain sepak bola sepertinya tidak lebih berharga dari kuda pacuan. "Kuda pacuan dipelihara sebelum dan sesudah bertanding, menang atau kalah. Tapi pemain bola hanya dipelihara kalau ada panggilan. Sesudah itu tak ada apa-apa lagi," katanya dengan kecewa.

Namun Ramang sudah berketetapan hati menutup kisah masa lampaunya itu. "Buat apa mengenang masa-masa seperti itu sementara orang lebih menghargai kuda pacuan?" katanya. Kekecewaan itu tampaknya begitu berat merundungnya, hingga ia seringkali sengaja sembunyi hanya untuk mengelak wawancara dengan seorang wartawan.

Meski banyak dorongan dan tawaran buat menulis biografinya, ia selalu menggelengkan kepala. Dulu katanya, memang pernah ada seseorang yang menerbitkan riwayat hidupnya. Tapi ia sendiri sudah lupa judul buku dan nama penulisnya.



Akhir Hidup

Pada tahun 1981, sehabis melatih anak-anak, Andi Ramang pulang dengan pakaian basah dan membuatnya sakit. Enam tahun ia menderita sakit di paru-parunya tanpa bisa berobat ke Rumah sakit karena kekurangan biaya. Akhirnya tanggal 26 September 1987 di usia 63 tahun pemain berjuluk “Kurcaci Monster” itu meninggal dunia di rumahnya yang sangat sederhana dan dimakamkan di TPU Panaikang.

Untuk mengenang jasanya, nama Andi Ramang sampai saat ini masih terpatri di dalam hati warga kota Makassar. Terbukti dengan Andi Ramang diabadikan dalam wujud patung setinggi 170 centimeter di Pantai Losari. Yang diresmikan pada 1 Februari 2017. Serta nama Ramang juga menjadi salah satu julukan klub PSM Makassar yakni “Pasukan Ramang”. (om)