nusakini.com--Kegiatan pertambangan yang diselenggarakan secara baik dan benar, tentunya dengan tetap menjamin keselamatan pertambangan dan perlindungan lingkungan, niscaya menghasilkan produk bahan tambang yang sesuai target dan juga “hijau”. Demi mewujudkan kondisi itu, inspektur tambang (IT), sebagai pejabat fungsional yang bertugas melakukan pengawasan secara independen di bidang pertambangan, memiliki peran krusial. 

Undang-undang (UU) 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjelaskan lingkup pengawasan oleh IT. Lingkupnya meliputi: teknis pertambangan, konservasi sumber daya minerba, keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, keselamatan operasi pertambangan, pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pascatambang, serta penerapan teknologi pertambangan. IT diangkat oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), gubernur, dan bupati/walikota sesuai kewenangan masing-masing. 

Kepala Pusat Komunikasi Publik KESDM, Sujatmiko, menyatakan bahwa pasca-ditetapkannya UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, pengelolaan IT menjadi kewenangan Pemerintah Pusat c.q KESDM. “Pengelolaan termaksud mencakup rekrutmen, pengangkatan, pembinaan karir, hingga pemberhentian dari jabatan," jelas Sujatmiko, di Jakarta, Senin (20/6). 

Saat ini di seluruh Indonesia terdapat 166 pegawai negeri sipil (PNS) di sektor ESDM yang telah diangkat menjadi IT, meliputi: 28 IT di Direktoral Jenderal (Ditjen) Minerba KESDM dan 138 IT di pemerintah daerah. PNS yang telah lulus pendidikan dan pelatihan IT mencapai 1.050 orang. Sesuai tugas dan fungsi organisasi, Kepala Inspektur Tambang adalah Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba. 

Menurut Sujatmiko, total perusahaan tambang yang harus IT awasi mendekati 6.500 perusahaan. Dinamikanya amat tinggi. Bisa dibayangkan, saat ini terdapat 6.364 izin usaha pertambangan (IUP) yang clean and cleare (CNC), 74 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), serta 35 kontrak karya (KK) yang masih berlaku kontraknya. 

Dengan asumsi rasio ideal IT dan perusahaan yang diawasi antara 1:7 hingga 1:5 (tergantung kondisi geografi dan aksesibilitas), maka secara nasional kita membutuhkan 1.000-1.300 IT. "Masih ada kekurangan formasi IT sekitar 834-1.134 orang," ungkap Sujatmiko. 

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, KESDM telah melakukan koordinasi jajak-minat dengan pemerintah daerah. Kabar menggembirakannya, imbuh Sujatmiko, dari jajak-minat itu, tak kurang dari 728 PNS di daerah sudah menyatakan minatnya untuk menjadi IT di KESDM. 

Sesuai arahan “anggaran mengikuti program” (money follow program)-nya Presiden Joko Widodo, program penguatan IT perlu didukung dana yang memadai. “Mulai 2017, anggaran total untuk kegiatan operasional dan gaji dari 1.300 IT diperkirakan mencapai Rp 230 miliar," pungkas Sujatmiko. (p/ab)