Kemitraan Berkelanjutan, Keseimbangan Baru Industri Migas

By Admin

nusakini.com--Usaha minyak dan gas bumi (migas) nasional saat ini sedang mencari keseimbangan baru untuk tetap bertahan di tengah situasi turunnya harga minyak yang signifikan. Diperlukan asumsi dan pendekatan baru untuk tetap menjaga kelayakan usaha migas saat ini. Demikian benang merah paparan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said yang juga menjadi Key Note Speaker dalam diskusi panel bertema “Inter Sectors Reform key to Energy Sustainability” di acara IPA Convention and Exhibition, Kamis  (26/5).

Harga minyak US$ 49.4 per barel yang mengalami penurunan 50% dalam waktu 5 tahun serta menurunnya permintaan sebanyak 16% di tahun 2015 merupakan kondisi yang perlu dicermati dengan bijak. Namun kondisi yang naik-turun di sektor migas tersebut bukan yang pertama kali terjadi. Indonesia pernah mengalami situasi yang lebih buruk sebelumnya dan dapat bertahan. “Jadi jangan menyerah dan larut, tapi harus bersama-sama bangkit”, ungkap Sudirman Said dalam paparannya.  

Sektor energi dihadapkan pada realitas baru, diantaranya biaya produksi Shale Gas /Oil yang menurun dalam 5 tahun terakhir; adanya teknologi baru yang mendorong penurunan permintaan atas minyak; energi terbarukan akan mengambil porsi energi fosil, terlebih biaya produksi energi terbarukan semakin menurun; biaya produksi listrik dari pembangkit surya yang menurun dari US$ 40 cent per kWH menjadi US$8 cent per kWH serta kenaikan penjualan mobil listrik sebanyak 60% di tahun 2015 yang juga diprediksi akan menguasai 35% penjualan mobil baru pada 2040. Realitas ini lah yang mendorong Pemerintah bersama berbagai pihak terkait untuk bersinergi secara berkelanjutan. 

Melihat kondisi sekarang, berbagai langkah perbaikan telah dilakukan Kementerian ESDM antara lain melakukan pergeseran subsidi BBM ke sektor yang lebih produktif dan tepat sasaran, pemangkasan 60% perizinan sektor ESDM, pelaksanaan efisiensi dari sisi pasokan minyak yang salah satunya dengan likuidasi Petral, aktif kembali di OPEC untuk membuka akses pasokan langsung dan melakukan perbaikan tata kelola di lingkungan Kementerian ESDM. 

Namun langkah-langkah tersebut belum cukup untuk melakukan transformasi pengelolaan industri migas. Pemerintah mengajak pihak KKKS untuk bersama-sama saling mengambil peran untuk mencari solusi terbaik yang berkelanjutan. Solusi tersebut untuk membangun kemitraan berkelanjutan. 

“Kami mengajak KKKS untuk berperan serta dalam membangun kemitraan berkelanjutan dengan mengedepankan 5 prinsip, yaitu terbuka pada skema-skema baru kontrak migas yang inovatif (tidak harus Production Sharing Contract), saling memberi dan saling menguatkan, pembagian nilai ekonomi yang saling menguntungkan, jangka waktu kemitraan yang lebih panjang agar lebih ada kepastian dan alih teknologi, penguatan kapasitas nasional dan penguatan lokal konten direncanakan dengan baik. Semua itu perlu dirancang dengan baik (by design), tidak asal kontrak (by default)", ujar Sudirman. 

Solusi bersama yang berkelanjutan tersebut bertujuan untuk mencapai kepastian, economic feasibility, simplifikasi dan fleksibilitas di sektor migas. "Berdasarkan UU yang berlaku dan praktek yang ada, urusan migas tidak bisa ditangani sendiri oleh Kementerian ESDM. Perlu dukungan dari instansi lain seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan dan Pemerintah Daerah. Diperlukan pula ide-ide solutif dari stakeholders yang akan dielaborasi oleh Kementerian ESDM agar tidak hanya diucapkan tapi dilaksanakan dengan kesadaran penuh", tutup Sudirman. (p/ab)