Kemenkes: Pekerja Perempuan Harus Sehat untuk Sehatkan Keluarga

By Admin


nusakini.com - Jakarta - Pekerja adalah aset bangsa, namun jangan lupa bahwa pekerja juga berperan dalam membangun keluarga. Keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak. Keluarga-keluarga menentukan struktur masyarakat. Keluarga yang baik diciptakan oleh kerjasama yang harmonis antara suami, istri dan anak. Maka, keluarga yang sehat merupakan inti terbentuknya bangsa yang sehat.

Demikian pernyataan Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek pada pembukaan kegiatan Seminar Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional Tahun 2018 di Jakarta, Rabu pagi (7/2/2018).

Adapun tema bulan K3 nasional 2018 adalah “Pelaksanaan Budaya K3 Mendorong Terbentuknya Bangsa yang Berkarakter” dengan sub tema “Peningkatan Peran Pekerja Perempuan dalam Mewujudkan Keluarga yang Sehat”.

Secara khusus tema ini menyoroti peran pekerja perempuan. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa meski memiliki berbagai peran dan pilihan karir di dalam pekerjaan, perempuan tetap memiliki peran utama yang sangat penting dalam membangun keluarga yang sehat dan mampu melahirkan generasi bangsa yang sehat dan berkarakter.

Pada kesempatan tersebut, Menkes menyuarakan upaya peningkatan kesehatan bagi pekerja perempuan melalui pelayanan kesehatan reproduksi dan penyediaan ruang ASI di tempat kerja. Menkes menekankan pentingnya seorang perempuan dalam memberikan ASI Eksklusif, makanan pendamping, bagi optimalisasi tumbuh kembang anaknya.

“Seorang ibu harus memberikan ASI ekslusif dan makanan yang baik seoptimal mungkin agar anaknya terlahir secara berkualitas, di samping stimulasi dan kasih sayang”, ujar Menkes.

Menurut Menkes, ada lima hal dasar yang harus dimiliki seorang perempuan. Pertama, pengetahuan tentang bagaimana kita bisa mendidik, memberikan makan dan menjaga kesehatan anak. Kedua, perempuan harus sehat agar bisa menyehatkan keluarga. Ketiga, mampu memanage rumah tangga, menentukan berapa anak yang diinginkan dan mampu kita cukupi kebutuhannya. Keempat, mampu efektif dan efisienkan pendapatan keluarga. Kelima, perempuan harus mampu menciptakan lingkungan yang sehat bagi keluarganya.

“Perempuan harus sehat karena memiliki tuntutan untuk mampu melahirkan generasi yang berkualitas. Upaya ini harus dilakukan sejak remaja agar tidak anemia, lalu pada 1000 hari pertama kehidupan yakni 270 hari kandungan dan 730 hari bayi sejak lahir sampai usia 2 tahun”, jelasnya.

Menkes mengatakan bahwa pekerja perempuan menyumbang banyak terhadap capaian target pendapatan (perusahaan), maka menurutnya penting pagi perusahaan memperhitungkan juga keberadaannya, di samping target untuk profit yang jadi tujuan, terutama bagi perusahaan yang pekerjanya sebagian besar perempuan.

Perempuan harus berperilaku sehat agar bisa menjaga kesehatan dirinya, sehingga bisa menyampaikan pesan kesehatan kepada pasangan dan membiasakan pola hidup sehat di keluarganya. Lebih jauh, kesehatan perempuan (calon ibu) saat kehamilan menentukan kesehatan bayi penerus keluarga yang dilahirkannya.

“Perempuan harus dikawal agar menjadi sehat”, tegas Menkes.

Perempuan memiliki peran sebagai ibu dalam keluarga, sebagai istri yang mendampingi suami dan sebagai anggota masyarakat. Namun, perlu digarisbawahi bahwa perempuan merupakan cerminan dari gaya hidup sehat keluarganya, misalnya dengan tidak merokok, menjaga kebugaran tubuhnya dengan rajin beraktifitas fisik, mampu menyediakan makanan yang sehat, serta berpola asuh yang baik. Sebagai ibu dan pendidik anak-anak, perempuan juga perlu mengetahui porsi yang tepat dalam memberikan apa yang dibutuhkan anak-anaknya, yang disesuaikan dengan tahap perkembangannya. Gaya hidup sehat ini tentunya harus terus diterapkan di keluarga meskipun seorang perempuan memiliki peran ganda sebagai ibu bekerja.

Menkes menggarisbawahi bahwa pekerja, khususnya pekerja perempuan yang pada umumnya berada pada usia produktif merupakan pendukung ekonomi keluarga sekaligus pengambil keputusan. Salah satu bentuk keputusan dalam keluarga adalah penentuan menu makanan dalam keluarga yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status gizi dan kesehatan anak.

“Kita para perempuan pendukung ekonomi keluarga, maka kita harus sehat, berpengetahuan dan berhasil menyehatkan keluarga kita”, tambahnya.

Kesadaran ini digaungkan Menkes, mengingat permasalahan kesehatan pada usia kerja masih memerlukan perhatian yang khusus hal ini tergambar dari hasil Riskesdas 2013 menunjukkan proporsi anemia kelompok umur 15-64 tahun berkisar antara 16,9-25%, proporsi Kurang Energi Kronis (KEK) pada WUS (Wanita Usia Subur) yang sedang hamil 17,3-38,5% dan tidak hamil 10,7-46,6% serta saat ini cakupan ASI ekslusif baru mencapai 41,9%, hal ini dapat berkontribusi terhadap angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan status gizi Balita.

Pada kesempatan ini, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, dr. Anung Sugihantono, M.Kes mengatakan bahwa seminar ini terdiri dari dua panel. Pada panel pertama, dipaparkan mengenai upaya Peningkatan Kesehatan Pekerja Perempuan dalam Mewujudkan Keluarga Sehat oleh Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kemenkes, serta Implementasi Perlindungan Kesehatan Pekerja Perempuan oleh Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak Kementerian Ketenagakerjaan.

Panel kedua, paparan mengenai Kesehatan dan Gizi bagi perempuan Pekerja dan Balita oleh Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum; Ibu Bekerja ASI tetap Jalan Terus oleh dr. Asti Praborini; dan Pengendalian Faktor Resiko Penyakit pada Pekerja Perempuan oleh Alfi Nur Aini.

Dijelaskan oleh Anung, saat ini Kementerian Kesehatan telah bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan Pemerintah Jepang dalam aspek perbaikan pola makan pekerja yang ada di perusahan dengan penyediaan kantin dengan suplementasi gizi serta perlakuan khusus bagi pekerja perempuan yang hamil dan menyusui.

“Hal ini sudah menjadi komitmen dan gerakan yang dilakukan oleh para pengusaha dan manajer untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja perempuannya”, tutupnya. (p/ma)