Kebijakan Pemerintah Selamatkan Manusia Indonesia dari Pandemi COVID-19

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Dampak COVID-19 begitu besar, baik di sisi kesehatan maupun sosial ekonomi. Untuk meredam dampaknya agar tidak makin dalam, serangkaian kebijakan extraordinary diterbitkan pemerintah dimana anggaran negara diprioritaskan pada tiga hal yaitu kesehatan masyarakat, jaring pengaman sosial, dan perlindungan dunia usaha. Itu semua ditujukan untuk menyelamatkan manusia dari berbagai sisi. 

“Pertama, insentif kepada pelayanan kesehatan. Yang kedua, terkait jaring pengaman sosial, kita mendukung upaya peningkatan daya beli masyarakat. Ketiga, dukungan kepada kegiatan usaha supaya mereka bisa menjaga keberlangsungan hidupnya dalam kondisi sulit ini,” terang Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama. 

Beberapa kebijakan yang dibuat oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah kebijakan di insentif bidang perpajakan, bea dan cukai, serta refocusing anggaran. 

Di bidang perpajakan, pemerintah mengeluarkan PMK 28/2020 tentang insentif perpajakan untuk sektor kesehatan. Dari segi subjek, ada tiga pihak yang diberi insentif, yaitu instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, dan pihak lain yang ditunjuk oleh instansi pemerintah atau rumah sakit untuk mendukung penanganan COVID-19.  

Dari segi objek, berlaku untuk obat, vaksin, peralatan laboratorium, peralatan pendeteksi, Alat Pelindung Diri (APD), perawatan untuk pasien, dan pendukung lainnya. Sektor jasa untuk penanganan COVID-19 juga mendapat keringangan pajak. Misalnya jasa sewa tempat bagi pasien isolasi. Atas barang dan jasa tersebut, diberikan pembebasan PPh 22 impor dan PPN-nya, pembebasan PPh 22, pembebasan PPh 21, serta pembebasan PPh 23. 

Selain itu, dari sisi bea dan cukai berkolaborasi dengan pajak terdapat PMK 34/2020. Pajak dalam rangka impor tidak dipungut terlebih dahulu karena dibutuhkan kecepatan pengadaan.  

Direktorat Bea dan Cukai juga membebaskan cukai etil alkohol untuk pembuatan hand sanitizer. Hingga 8 Mei 2020, total etil alkohol yang diberikan pembebasan cukai mencapai 68.596.360 liter untuk sektor komersial dan 322.770 liter untuk sektor nonkomersial. “Jika tidak dibebaskan, tarif per liternya Rp20.000,” kata Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto.   

Kebijakan DJBC lainnya ialah fasilitas penundaaan pembayaran cukai. Pemesanan pita cukai yang diajukan oleh pengusaha pabrik rokok pada 9 April-9 Juli 2020 diberikan penundaan pembayaran selama 90 hari. “Per 30 April 2020, sudah 78 pabrik memanfaatkan fasilitas penundaan pembayaran cukai dengan nilai cukai lebih dari Rp10,5 triliun,” kata Nirwala. Selain itu, DJBC juga menerbitkan relaksasi ketentuan impor alat kesehatan untuk penanganan COVID-19 berupa pembebasan dari kewajiban izin edar. 

Untuk UMKM, pemerintah menanggung PPh final 0,5 persen bagi pelaku UMKM untuk masa pajak April hingga September 2020. Pemerintah telah menurunkan PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen pada 2020.  

Tak hanya itu, PMK 44/2020 juga memberi insentif bagi hampir seluruh sektor usaha. Aturan tersebut menyebutkan kebijakan PPh 21 ditanggung pemerintah untuk 1.062 bidang industri, pembebasan PPh 22 impor untuk 431 bidang industri, pengurangan angsuran PPh 25 sebesar 30 persen untuk 846 bidang industri, dan restitusi PPN dipercepat untuk 431 bidang industri. Seluruhnya berlaku sejak April hingga September 2020.  

Untuk refocusing anggaran, Pemerintah Pusat meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menghitung kembali anggarannya pada APBD agar dapat dialokasikan (realokasi) untuk penangangan COVID-19.  

Perpres 54/2020 mengamanatkan penyesuaian atau penghematan alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).  

“Total penghematan TKDD sekitar Rp94,2 triliun. Dari angka itu, kita harapkan daerah bisa melakukan realokasi dan refocusing untuk intervensi penanganan Covid-19," ujar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti.(p/ab)