Kaji Energi Bebas Karbon, Kampus Muhammadiyah Ini Gandeng KBRI dan PCIM Jepang

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Target Jepang untuk mencapai energi bebas karbon pada tahun 2050 dianggap sebuah kesempatan bagi Indonesia untuk mempelajari sistem yang digunakan.

Hal ini melatarbelakangi digandengnya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) bersama Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jepang oleh Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Melalui rilis, Ahad (12/12) Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Jepang dan Federasi Mikronesia, Heri Akhmadi menilai Indonesia perlu memulai upaya transformasi energi seperti yang dilakukan Jepang. Pasalnya 10 hingga 20 tahun ke depan, batu bara dan gas mungkin tidak bisa diekspor lagi oleh Indonesia.

“Indonesia beruntung karena ada banyak pakar Nusantara yang mendalami energi. Salah satunya Prof. Dr. Eng. Muhammad Aziz (Ketua Ilmuwan Indonesia Internasional), yang diharapkan bisa memberikan pencerahan kajian terkait perubahan energi. Dengan begitu, Indonesia bisa memproduksi dan memanfaatkan energi demi masa depan yang lebih baik,” katan Heri Akhmadi.

Sementara itu, Wakil Rektor IV UMM Dr Sidik Sunaryo menilai banyak hal yang perlu dikerjakan oleh Indonesia, seperti menemukan sumber daya energi yang murah dan berkelanjutan serta bisa diandalkan di zaman modern seperti sekarang.

“Perlu juga mempertimbangkan visibility dan affordability dari energi tersebut, sehingga bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh manusia,” ucapnya.

Sidik berharap ada program lanjutan, salah satunya agenda diskusi bersama dengan para sivitas akademika di UMM untuk mengembangkan ide-ide yang dipaparkan oleh Muhammad Aziz, sehingga bisa menjadi pintu pembuka agar lebih intensif dalam riset terkait isu-isu energi.

Muhammad Aziz sendiri menyampaikan bahwa dalam riset dan pengembangan energi bebas karbon diperlukan kolaborasi banyak pihak.

“Kita ambil contoh China. Banyak profesor dari China yang menjadi besar di Eropa dan Amerika serta memiliki koneksi kuat, sehingga bisa memberikan dampak besar bagi negara asalnya,” kata Aziz.

Dirinya mendorong riset energi bebas karbon yang dikerjakan bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama. Maka pemilihan topiknya juga harus bijak dan cerdas. Begitu juga dengan mutual atau open innovation. Sayangnya, di Indonesia masih berada pada tahap close innovation.

Menurut Aziz, topik riset energi sangat luas. Selama manusia ada, riset terkait energi tidak akan pernah habis. Sumber energi yang dimiliki Indonesia banyak, hanya saja bagaimana menyediakan energi dengan harga yang mungkin dan terjangkau.

Ia menyebutkan beberapa energi carbon free yang potensial bagi manusia, di antaranya electricity, chemical energy, heat dan metal fuel. Meski memiliki potensi besar, masih ada beragam tantangan yang harus diselesaikan.

“Satu di antaranya adalah bagaimana mengubah primary energy menjadi secondary energy. Sangat tidak mungkin jika kita membawa batu bara atau bio mass ke mana-mana. Maka perlu adanya banyak kolaborasi antara kita semua agar bisa menjawab dan melewati beragam tantangan yang ada,” pungkasnya. (rls)