Jalan Sunyi Menjadikan Indonesia Raksasa Pangan Asia

By Admin


Oleh Abiyadun Masykur

nusakini.com - Pangan memiliki arti fundamental bagi kehidupan. Secara filsafat, pangan merupakan hakikat hidup, sedangkan secara harfiah merupakan kebutuhan hidup. Dengan begitu, sudah menjadi harga mati bagi Indonesia untuk berdaulat pangan bahkan menjamin kebutuhan pangan bagi negara-negara di Asia bahkan dunia.

Berlakunya Masyarakat Ekonomi Asia (MEA), sebagai momentum emas bagi Indonesia sebagai negeri gemah ripah loh jinawi untuk menjadi raksasa pangan Asia. Salah satu jalan sunyi mengejewantahkan ini tentunya dengan penerapan mekanisasi pertanian. Jalan ini telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi produksi dan menciptakan pangan bermutu tinggi serta menjamin kontinuitas pasokan pangan.

Fakta membuktikan, pertama, laju adopsi dan pertumbuhan mekanisasi pertanian di Indonesia dibanding Thailand dan Vietanam sangat lamban. Dimana, jumlah alat dan mesin pertanian di Indonesia tidak lebih dari 10 persen dari jumlah di Thailand bahkan setengah dari Vietnam. Kedua negara inipun memiliki luas panen yang lebih sedikit daripada di Indonesia.

Tetapi, dengan penerapan mekanisasi pertanian yang komprehensif, kedua negara tersebut mampu menghasilkan padi dengan produktivitas tinggi dan kualiatas yang tinggi pula. Sehingga, kedua negara tersebut sukses mengekspor beras ke berbagai negara, termasuk ke Indonesia. Keadaan ini tentunya miris bagi Indonesia yang memiliki luas lahan dan panen yang tinggi, namun produktivias dan kualitas pangannya khusus beras masih tertinggal jauh.

Kedua, penerapan mekanisasi pertanian pun telah merubah wajah pertanian di Pakistan dan Korea Selatan. Di Pakistan, akibat penerapan mekanisasi pertanian, Pakistan mampu meningkatkan ekspor rata-rata 75 persen dari sektor pertanian (Salokhe dan N. Ramalingan, 1998).

Kemudian di Korea Selatan, dihadapkan pada permasalahan kesulitan tenaga kerja di sektor pertanian sebagai dampak dari perkembangan industri yang pesat, dari negara agraris ke negara industri maju. Akibatnya, petani di Korea Selatan dituntut harus meningkatkan produktivitas pangan melalui penerapan mekanisasi pertanian. Bahkan, karena fokus pada penerapan mekanisasi, pemerintah Korea Selatan menghapus sistem pajak untuk mesin pertanian dan bahan bakar. Dan juga, menurunkan tingkat suku bunga pinjaman untuk pembelian alat mesin pertanian. Hasilnya, Korea Selatan menjadi salah satu negara dengan teknologi pertanian yang sudah maju.

Lalu bagaimana di Indonesia?

Sejarah perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia ditandai dengan pemanfaatn alat dan mesin pertanian peninggalan Belanda di Sekon. Alat dan mesin pertanian (alsintan) tersebut dipindahkan ke Jawa digunakan untuk pengenalan serta pengembangan mekanisasi pertanian di Indonesia.

Dalam perkembangannya, di tahun 1966, Indonesia mengimpor alsintan semakin banyak sehingga membantu dalam pengembangan alsintan. Sehingga dari tahun ke tahun, perkembangan penggunaan mekanisasi pertanian di Indonesia semakin meningkat.

Di era pemerintahan Jokowi-JK, penerapan mekanisasi pertanian terlihat fantastis jumlahnya. Bahkan menurut Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, terbesar dalam sejarah republik Indonesia. Data Kementerian Pertanian menyebutkan, realisasi bantuan alsintan dari tahun 2010 hingga 2015 masing-masing sebanyak 8.220, 3.087, 21.145, 6.292, 12.086, dan 65.431. Dari angka ini, terlihat bantuan alat dan mesin pertanian di tahun 2015 fantastis naik 617 persen. Bahkan di tahun 2016, Kementerian pertanian akan mengalokasikan bantuan alat dan mesin pertanian sebanyak 100 unit

Presiden RI Jokowi bersama Menteri Pertanian dan Gubernur Papua, saat mengecek mesin pengolah tanah yang canggih Penerapan mekanisasi pertanian dalam jumlah fantastis ini bukanlah bak menggarami air laut. Namun, jelas-jelas telah memberikan hasil nyata dalam sejarah pertanian Indonesia saat ini. Yaitu, terjadi penghematan tenaga kerja sebanyak 70 hingga 80 persen, penghematan biaya produksi 30 hingga 40 persen, peningkatan produksi 10 hingga 20 persen, dan penurunan kehilangan (losses) saat panen dari 10 persen menjadi 20 persen.

Sehingga, jika diasumsikan penurunan losses 20 persen, dari luas sawah padi di Indonesia 14 juta ha dengan tingkat produksi rata-rata nasional 5 ton per ha, dapat menyelamatkan 14 juta ton gabah kering panen (GKP). Kemudian, apabila diasumsikan harga GKP Rp 3.700 per kg, maka uang yang diselamatkan sebanyak 5,18 triliun. Artinya dari satu dampak positif saja penerapan mekanisasi, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi besar pada perekonomian negara.

Kemudian, penerapan mekasiasi pertanian pun telah memberikan hasil pada penambahan luas tambah tanam 630 ribu ha dan terjadi peningkatan produksi untuk padi dari 70,8 juta ton di tahun 2014 naik menjadi 75 juta ton di tahun 2015, jagung dari 19 juta ton naik menjadi 19,8 juta ton di tahun 2015 dan kedelai dari 954.997 ton naik menjadi 982.967 ton di tahun 2015. Peningkatan produksi ini memberikan pengaruh yang nyata peningkatan pendapatan petani. Hal ini dibuktikan dari naiknya nilai tukar usaha pertanian (NTUP) dari 106,04 di tahun 2017 naik menjadi 107,44 di tahun 2015.

Hasil lain yang mengejutkan dari penerapan mekanisasi pertanian, yaitu sukses mewujudkan Indonesia setahun tidak impor beras, cabai, bawang merah dan raw sugar untuk white sugar. Sehingga, sektor pertanian berhasil menghemat devisa sebesar Rp 52 triliun.

Dari rentetan hasil yang dicapai di atas, sangat jelas memperlihatkan atau membuka mata kita bahwa mekanisasi pertanian yang menjadi program prioritas pemerintahan Jokowi-JK sebagai turunan amanah nawa cita untuk mewujudkan swasembada pangan, telah memberikan hasil nyata dalam menjadikan Indonesia berdaulat pangan dan mensejahterakan petani. Dengan demikian, mekanisasi pertanian bukanlah program pepesan kosong atau pun sia-sia bahkan menghambur-hamburkan anggaran negara. Bahkan, tidak ada keraguan untuk mengapresiasi langkah berani pemerintah tersebut. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa mekanisasi pertanian merupakan jalan sunyi yang menuntun Indonesia sebagai raksasa pangan Asia. (mk)