Ini Empat Pilar Utama RUU HKPD

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Rancangan Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (RUU HKPD) memuat empat pilar utama yaitu mengembangkan hubungan keuangan pusat dan daerah dalam meminimumkan ketimpangan vertikal dan horizontal, melalui kebijakan transfer ke daerah dan pembiayaan; mengembangkan sistem pajak daerah yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien; mendorong peningkatan kualitas belanja daerah; dan harmonisasi belanja pusat dan daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal.

Dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Pemerintah, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Selasa (23/11) mengatakan perbaikan ketimpangan vertikal antara Pusat dan Daerah akan dilakukan melalui perbaikan instrumen Dana Bagi Hasil (DBH), sedangkan upaya meminimalkan ketimpangan horisontal terutama dilakukan melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam wujud penyeimbangan layanan publik antar-daerah.

“Oleh karena itu, dalam pilar pertama kita juga akan melakukan perbaikan dalam kebijakan di bidang pembiayaan daerah sehingga menjadi lebih sederhana, namun tetap menjaga prinsip prinsip kehati-hatian. Yang disampaikan tadi mengenai daerah harus tetap berhati-hati dalam mengelola kemampuan untuk meminjam, saya setuju. Makanya dalam Undang-undang ini bahkan diberikan lapisan tiga yaitu izin dari Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Bappenas. Ini adalah di satu sisi kita melihat kesempatan untuk daerah bisa mengakselerasi pembangunan melalui instrumen pembiayaan, namun prinsip kehati-hatian masih tetap dibangun,” tegas Menkeu.

Di samping itu, untuk meningkatkan akuntabilitas Pemda dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, desain transfer ke daerah mengedepankan basis kinerja. Menkeu mengatakan bahwa hal ini merupakan ikhtiar bersama yang telah disepakati antara Pemerintah dan DPR untuk memperkuat kualitas layanan di daerah.

Pilar kedua RUU HKPD berbicara tentang upaya memperkuat reformasi perpajakan dan retribusi daerah melalui penyederhanaan jenis pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) untuk mengurangi biaya administrasi pemungutan. Menkeu menegaskan bahwa meskipun terdapat penyederhanaan jenis PDRD, hal tersebut bukan untuk mengurangi jumlah PDRD yang akan diterima daerah, namun justru ditujukan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah secara terukur. Hal lain yang senantiasa menjadi pertimbangan dalam merumuskan reformasi pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah adalah semangat Undang-nndang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang hendak mendorong kemudahan berusaha dan penciptaan lapangan kerja. Oleh sebab itu, RUU HKPD ini juga telah menyelaraskan pengaturan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan UU Ciptaker tersebut.

“Di dalam konteks belanja daerah, yang merupakan pilar ketiga RUU ini, saya sangat senang tadi mendengar semua fraksi fokus ingin memperbaiki kualitas belanja yang merupakan tanggung jawab dari pemerintah daerah. Kita semua memahami bahwa kualitas belanja sangat tergantung pada level perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban. Dari aspek perencanaan dan penganggaran, desain di dalam RUU ini mengedepankan kerangka pengeluaran jangka menengah, penganggaran terpadu, dan berbasis kinerja. Penekanan pada hal ini menggambarkan bahwa daerah memiliki tanggung jawab yang sangat jelas dan penting,” sambung Menkeu.

Selanjutnya, melalui pilar keempat, RUU HKPD ini juga mengatur secara kuat upaya untuk sinergi fiskal nasional, dengan tujuan agar gerak langkah pusat dan daerah menjadi lebih harmonis, sehingga target-target pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat lebih mudah dicapai, dengan cara yang lebih efisien dan lebih efektif.

“Ini sekali lagi tidak mengurangi kewenangan daerah. Justru kalau fiskal pusat dan daerah sinkron maka tujuan-tujuan pembangunan di daerah akan lebih mudah dan lebih cepat tercapai. Jadi kami ingin menyampaikan secara tegas bahwa RUU ini tujuannya adalah agar instrumen APBN maupun instrumen APBD dua-duanya memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai tujuan bernegara, maka harmonisasi dan sinkronisasi serta sinergi adalah upaya untuk memperbaiki hasil, bukan mengambil kewenangan daerah,” jelas Menkeu.(rls)