Ini Cara KKP Buka Peluang Bisnis

By Admin


nusakini.com - Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyelenggarakan Marine Business Forum bersamaan dengan kegiatan Sosialisasi Program KKP Tahun 2018 di Gedung Mina Bahari III, Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rabu (13/12). Dalam kegiatan tersebut, dilakukan penandatanganan nota kesepahaman kerja sama bidang penyelenggaraan dan pengembangan pengadaan barang/jasa pemerintah antara KKP dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dan kerja sama optimalisasi dukungan pengembangan dan pemanfaatan fasilitas pemerintah di sektor kelautan dan perikanan antara KKP dengan Bank Mandiri.

Kepala LKPP Agus Prabowo mengatakan, LKPP akan memberikan pendampingan perumusan regulasi terkait pengadaan barang dan jasa di KKP berdasarkan Perpres No. 54 tahun 2014. Selain itu, LKPP membantu pengembangan sumber daya manusia dan kelembagaan. “LKPP punya data-data dan jaringan untuk training, termasuk pemberian sertifikasi kepada ahli pengadaan nasional. Kalau sudah punya sertifikat itu bisa ditunjuk sebagai BKP, pejabat pengadaan, dan sebagainya. Jadi memproduksi ASN yang certified dan paham bidang pengadaan,” terang Agus.

Agus menambahkan, LKPP juga membantu pengembangan e-purchasing dengan medium e-katalog dalam pengadaan barang dan jasa.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjelaskan, sosialisasi program KKP dengan rencana pengadaan barang/jasa ini dilakukan sebagai bentuk keterbukaan sekaligus untuk menghidupkan bisnis di bidang kemaritiman dan perikanan Indonesia. “Hal ini dapat menghidupkan opportunity bisnis dari pelaksanaan program pemerintah bagi perusahaan-perusahaan. Pemerintah punya program ini, perusahaan atau pengusaha dapat melihat peluang kerja sama,” ungkap dia.

Asuransi Pembudidaya Ikan Kecil

Selain pengadaan barang/jasa, dalam kegiatan tersebut Menteri Susi juga menyerahkan secara simbilis polis asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil. Pemerintah tahun ini memberikan bantuan premi asuransi bagi setidaknya 2.004 pembudidaya ikan kecil yang tersebar di 12 Provinsi.

“Program asuransi ini merupakan bentuk affirmative policy untuk pembudidaya ikan kecil agar mereka mampu berdaya dan melangsungkan kegiatan usahanya,” ujar Menteri Susi.

Menteri Susi berpendapat, asuransi tak hanya dibutuhkan untuk melindungi stakeholder perikanan tetapi juga untuk melindungi uang negara. Menurutnya, semua kontrak atau bisnis, baik yang menggunakan uang pribadi maupun negara perlu dilingungi dengan asuransi.

“Melindungi uang negara dan melindungi orang-orang dari kemungkinan force majeure, kemungkinan fraud dengan adanya asuransi di sana. Jadi every single contract or business itu semua covered by protection, papar Menteri Susi.

Menteri Susi mengatakan, KKP mendorong program-program yang secara langsung menyentuh masyarakat. Sebagian besar pelaku usaha budidaya merupakan pembudidaya ikan kecil. Oleh karena itu, menurut Susi negara harus hadir memberikan jaminan perlindungan bagi mereka untuk dapat bangkit saat menghadapi kegagalan produksi.

Menteri Susi juga menegaskan, seluruh program di KKP akan di dorong sebagai bentuk implementasi UU No. 26 tahun 2016 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Perbankan dan pihak lain yang telah berkomitmen untuk terus mendorong program asuransi ini bisa bermanfaat bagi masyarakat pembudidaya ikan kecil,” pungkasnya.

Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi yang turut hadir pada kegiatan tersebut mengungkapkan, akhir Oktober 2017, premi asuransi nelayan telah mencapai Rp77,57 miliar yang melindungi sekitar 464.000 jiwa nelayan, meningkat bila dibandingkan tahun 2012 dengan premi senilai Rp71,59 miliar untuk 401.000 jiwa nelayan.

Riswinandi mengapresiasi usaha KKP telah mengembangkan asuransi tidak hanya untuk nelayan, tetapi juga untuk pembudidaya kecil yang memiliki tantangan dan kesulitan lebih tinggi. “Kami mengapresiasi Asosiasi Asuransi Umum serta jajaran KKP yang mampu mempelajari seluruh scope budidaya udang termasuk mendeskripsikannya dalam bentuk polis asuransi. Risiko budidaya udang juga cukup sulit diidentifikasi, berada di bawah air dan cukup menjadi tantangan karena ada perpaduan antara ilmu aktuaria dan ilmu teknik,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto bersama Komisioner OJK, Pengurus AAUI, dan peserta Ko-Asuransi melakukan soft lounching Ko-Asuransi sekaligus penandatanganan PKS tentang Asuransi Usaha Budidaya Udang di Gedung Graha Kuningan Jakarta, Senin (11/12/2017).

Slamet menjelaskan program bantuan ini berupa pembayaran premi asuransi perikanan senilai Rp450.000 hektar per tahun dengan manfaat pertanggungan Rp15.000.000. Untuk memenuhi nilai tersebut KKP mengalokasikan anggaran senilai Rp1,48 miliar pada 2017.

Sementara itu, Anwar, salah satu pembudidaya yang menerima dukungan premi asuransi mengatakan, dukungan ini sangat membantu para pembudidaya ikan kecil dalam melangsungkan usaha budidaya tanpa khawatir akan kegagalan produksi.

“Asuransi ini sangat membantu kami, jadinya kami semakin optimis untuk berusaha. Dulu kami sulit bangkit kalau gagal produksi, saat ini dengan adanya asuransi kami yakin kegiatan produksi bisa segera berjalan,” ungkap Anwar.

KKP menetapkan kriteria calon penerima premi asuransi ini, antara lain yakni : memiliki kartu pembudidaya ikan (aquacard); diutamakan program Sehatkan dan sudah tersertifikasi Cara Budidaya Ikan Yang Baik (CBIB); dan merupakan pembudidaya ikan skala kecil dengan pengelolaan lahan kurang dari 5 hektar dengan menggunakan teknologi sederhana.(p/ma)