Industri Fotovoltaik Dipacu Dukung Program Pembangkit Listrik 35.000 MW

By Admin

nusakini.com--Industri fotovoltaik merupakan salah satu sektor yang diharapkan berkontribusi dalam pengembangan sistem ketenagalistrikan nasional sebagai alternatif dari penggunaan energi fosil. Kemampuan industri ini sejalan program pemerintah terkait penggunaan energi surya yang menargetkan pembangunanPembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 5.000 Megawatt (MW) hingga akhir tahun 2019 sebaga ibagian dari Program Pembangkit Listrik 35.000 MW. 

“Usaha untuk memacu peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, dengan target bauran energinasional pada tahun 2025 sebesar 23 persen berasal dari energi baru terbarukan,” papar SekjenKementerian Perindustrian Syarif Hidayat pada Workshop Nasional Industri Fotovoltaik di Jakarta, Kamis(24/11). 

Syarif meyakini, pengembangan industri fotovoltaik di dalam negeri cukup berpeluang karena Indonesia sebagai negara yang terletak di garis katulistiwa sehingga memiliki potensi energi surya yang besar. “Dengan mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun, Indonesia punya potensi energi dari surya sebesar 532,6 Giga Watt peak (GWp),” ujarnya. 

Syarif menyampaikan, saat ini kapasitas produksi nasional untuk produk modul surya diestimasi mencapai 445 Mega Watt peak (MWp). Sementara itu, beberapa daerah di Indonesia telah terpasang PLTS dengan total kapasitas sekitar 25 MWp. “Hal tersebut menunjukkan bahwa masih perlu ditingkatkan lagi antara potensi dan realisasi PLTS,” tuturnya.

Di samping itu, Syarif juga mengungkapkan, Indonesia memiliki kekayaan alam berupa pasir silika yang bisa diolah menjadi bahan baku pembuat lempengan sel panel surya. “Melalui workshop ini, diharapkan para stakeholder dapat mememberikan masukan untuk pengembangan batu atau pasir silika sebagai langkah hilirisasi dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor,” tambahnya. 

Ketua Pelaksana Workshop, Didi Apriadi menjelaskan, kegiatan diskusi ini bertujuan mencari solusi bersama guna kelancaran implementasi di lapangan dalam memacu peran industri fotovoltaik untuk mendukung pembangunan PLTS di Tanah Air. “Dengan tercapainya kesepakatan bersama diharapkan mampu menumbuhkan industri fotovoltaik di dalam negeri dan mempercepat keinginan kita semua untuk menjadikan Indonesia menjadi lebih mandiri di bidang energi,” ungkapnya. 

Workshop ini menghadirkan narasumber dari berbagai bidang terkait industri fotovoltaik, antara lain Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), PT. PLN (Persero), serta Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI). “Turut hadir pula para pimpinan dari pelaku usaha di bidang industri fotovoltaik, pimpinan daerah, dan akademisi,” ujarnya. 

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Penguatan Struktur Industri yang juga Ketua Umum Konsorsium Kemandirian Industri Fotovoltaik Nasional (KKIFN) Ngakan Timur Antara menerangkan, penggunaan sinar matahari sebagai sumber energi dapat menjadi solusi khususnya bagi daerah pedalaman yang masih mengalami kesulitan listrik.

“Sangat memungkinkan sinar matahari dari panel surya dapat menjadi sumber energi untuk listrik, karena daerah-daerah terpencil belum seluruhnya tersentuh oleh jaringan PLN, yang mana panel surya menjadi solusi yang bagus karena teknologinya berkembang terus sehingga diharapkan harganya pun akan semakin terjangkau,” paparnya. 

Apalagi, lanjut Ngakan, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) yang merupakan amanat dari Undang Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, menyebutkan bahwa industri pembangkit energi termasuk adalah industri modul surya diposisikan sebagai sektor prioritas yang perlu didorong pengembangannya hingga tahun 2035. 

“Dalam RIPIN tersebut, dinyatakan bahwa fasilitasi pendirian pabrik yang mengolah material menjadi komponen pembangkit listrik tenaga surya dan fasilitasi alih teknologi industri sel surya adalah bagian dari program pengembangan industri prioritas yang dilaksanakan bersama oleh Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan swasta,” paparnya. 

Menurut Ngakan, mengurangi pemakaian energi berbasis fosil serta melakukan proses kegiatan baik dalam transportasi maupun produksi yang lebih efisien sehingga mengurangi emisi gas rumah kaca merupakan langkah positif dalam melindungi bumi dari pemanasan global serta mengurangi penderitaan umat manusia akibat kekurangan pangan. 

“Komitmen Pemerintah dalam mengurangi penggunaan energi fosil tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), dimana pemerintah menyusun arah kebijakan dan strategi untuk meningkatkan peran energi baru terbarukan dalam bauran energi,” tuturnya. 

Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi BPPT Andhika Prastawa mengatakan, upaya mendorong kemandirian energi akan mampu menggerakkan sektor-sektor ekonomi strategis termasuk industri domestik. “Karena industri sebagai salah satu kontributor utama yang memberikan efek positif bagi penciptaan nilai tambah, transfer teknologi, dan penciptaan lapangan kerja baru,” ujarnya. 

Dalam hal ini, menurut Andhika, BPPT bertugas melakukan pengkajian dan penerapan teknologi mulai hulu sampai hilir. “Kami akan memberikan rekomendasi pemilihan teknologi, delivery, serta upaya-upaya teknis,” tuturnya. 

Untuk itu, kata Andhika, pihaknya mendukung penerapan teknologi fotovoltaik sebagai pengganti pembangkit listrik di daerah-daerah, terutama yang tidak mempunyai sumber energi lain. “Dengan sistem hybrid Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan energi terbarukan akan memberikan manfaat positif untuk daerah, selain juga memberikan peluang pasar bagi industri fotovoltaik di Indonesia,” ungkapnya. 

Andhika menyampaikan, saat ini PLN memiliki 4.700 unit PLTD terisolasi dengan kapasitas 987.000 KW yang merupakan potensi pasar untuk pemanfaatan fotovoltaik sebagai substitusi atau pelengkap PLTD. “Peluang tumbuhnya industri fotovoltaik, mulai dari instalasi PLTS, pemeliharaan dan pengoperasian sistem PLTS, hingga menjadi stimulus tumbuhnya industri-industri utama di sektor hulu dalam mata rantai industri ini,” jelasnya.(p/ab)