nusakini.com - Masuknya dana repatriasi dan penurunan harga gas industri menjadi stimulus utama dalam percepatan pertumbuhan industri rill pada tahun 2017.

  Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan implementasi tax amnesty tahap I yang berakhir pada September lalu menjadi salah satu pemicu melambatnya pertumbuhan industri pada kuartal III/2016 dibandingkan dengan kuartal II/2016. 

  “Kami menduga kegiatan tax amnesty membuat sebagian kegiatan kontraksi, karena ada capex yang ditunda dulu. Tapi, mungkin akan normal pada kuartal IV/2016,” katanya, usai Media Briefing 2 Tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Selasa (25/10/2016). 

  Kendati demikian, dia mengatakan implementasi program itu baru akan berdampak untuk memacu percepatan industri pada tahun depan. Harapannya, dana repatriasi masuk secara besar-besaran untuk investasi rill, utamanya di produk manufaktur. 

  Selain itu, penurunan harga gas industri menjadi pemicu lainnya agar sejumlah industri yang saat ini menonaktifkan operasional pabrik dapat kembali meningkatkan kapasitasnya. 

  Dia mengatakan industri baja, kertas, keramik dan kaca merupakan industri yang sejumlah perusahaan didalamnya tengah menghentikan produksi karena tingginya harga gas. 

  “Termasuk Krakatau Steel yang sedang menghentikan pembuatan bajanya. Jadi tahun depan, harga gas turun dan tax amnesty akan jadi dua kontributor utama pendorong industri,” jelasnya. 

Dalam rapat sebelumnya, penurunan harga gas industri rencananya akan ditetapkan paling lambat pada November 2016. Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar harga gas dapat ditekan hingga dibawah US$6/MMBTU. 

Dalam paparan 2 tahun pemerintahan Jokowi-JK, Airlangga menyatakan bahwa sebanyak 73 kawasan industri telah dibangun di Indonesia.  

Beberapa kawasan yang saat ini memiliki progres signifikan dalam pembangunannya, yaitu Kawasan Industri Sei Mangke di Sumatera Utara yang difokuskan pada pengembangan oleo chemical, Kawasan Industri Dumai di Riau dan Kawasan Industri Berau di Kalimantan Timur yang dibangun menjadi Palm Oil Green Economic Zone (POGEZ), serta Kawasan Industri Palu di Sulawesi Tengah untuk pengembangan industri minyak atsiri. 

  Selanjutnya, Kawasan Industri Kendal di Jawa Tengah menjadi pusat industri ringan (light industry), Kawasan Industri Java Integrated Industrial Ports and Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur menjadi pusat industri berat (heavy industry), dan Kawasan Industri Morowali di Sulawesi Tengah menjadi pengembangan industri feronikel. 

  Selain itu, beberapa industri yang tengah dalam proses penyelesaian pembangunan, di antaranya pabrik pulp and paper di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, pabrik smelter alumina di Ketapang, Kalimantan Barat, pabrik gula di Dompu, Nusa Tenggara Barat, serta pabrik semen di Manokwari, Papua Barat. 

  Tiga sub sektor penyumbang nilai tambah bruto terbesar pada triwulan II-2016 adalah Industri Makanan dan Minuman sebesar Rp188,23 triliun atau 6,10% terhadap PDB, Industri Alat Angkutan sebesar Rp59,38 triliun atau 1,92% terhadap PDB, dan Industri Barang Logam, Komputer, Barang Elektronik, Optik, dan Peralatan Listrik sebesar Rp59,36 triliun atau 1,92% terhadap PDB. 

  Adapun, kontribusi ekspor industri pengolahan non migas periode Januari-September 2016 sebesar 76,5% atau tertinggi dibandingkan sektor tambang 12%, migas 9%, dan pertanian 2,2%. 

  Sebesar 43% total nilai investasi di Indonesia berasal dari sektor industri. Nilai penanaman modal asing (PMA) di sektor industri pada tahun 2014 mencapai USD 13,01 miliar dan tahun 2015 sebesar USD 11,76 miliar. Sedangkan, periode Januari-Juni tahun 2016 sebesar USD 9,32 miliar. 

  Nilai penanaman modal dalam negeri (PMDN) di sektor industri pada tahun 2014 mencapai Rp 59,03 triliun dan tahun 2015 sebesar Rp. 89,04 triliun atau tumbuh sebesar 50,84 persen. Sedangkan, periode Januari-Juni tahun 2016 sebesar Rp 50,70 triliun. 

  Lebih lanjut, Airlangga memaparkan perkembangan industri menengah dan besar yang meliputi sektor (ILMATE), (IKTA), serta sektor industri agro. 

  Pada periode 2014-2016, Airlangga memaparkan sektor industri logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika (ILMATE) tumbuh sebanyak 633 unit baik baru maupun perluasan. Total nilai investasinya sebesar Rp 75,15 triliun dari PMA dan PMDN.  

  Di sektor industri kimia, tekstil, dan aneka (IKTA), terdapat 890 unit baik baru maupun perluasan sepanjang 2015-2016. Sedangkan, total nilai investasinya sebesar Rp 235,50 triliun, meliputi PMA dan PMDN. 

  “Di sektor industri agro, periode 2014-2016, tumbuh sebanyak 66 unit baik baru maupun perluasan. Total nilai investasinya sebesar Rp 72,41 triliun dari PMA dan PMDN,” papar Airlangga. 

  Khusus investasi industri smelting, Dia merinci, hingga saat ini jumlah investor telah mencapai 23 perusahaan dengan total nilai investasi sebesar USD 12,2 miliar yang menjalankan sebanyak 25 proyek di 17 Kabupaten/Kota yang tersebar di sembilan provinsi.  

  Di sisi lain, untuk sektor industri kecil dan menengah (IKM), Kemenperin telah memfasilitasi pembinaan sebanyak 1.993 sentra IKM pada periode 2015-2016. Sentra IKM tersebut meliputi sektor pangan, sandang, kimia dan bahan bangunan, kerajinan dan aneka, furnitur, serta sektor logam, mesin, elektronika, dan alat angkut. (p/mk)