In memoriam Lukman Niode Sang Legenda Kolam Renang Berpulang

By Abdi Satria


M. Nigara

Wartawan Olahraga Senior

TAK terasa, waktu berjalan sangat cepat. Satu lagi sahabat pergi dan tak mungkin kembali lagi. Satu lembar lagi catatan dalam daftar nama sahabat berkurang.

Lukman Niode, sang legenda kolam renang, telah berbaring dengan tenang. Indahnya, Allah memilihkan untuknya, hari Jumat (17/4/2020).

" Ngeri banget nih penyakit," kisah Wailan Walalangi, legenda tenis nasional sahabat Lukman Niode. "Kalau gue sampe kena dan harus mati, dianterin gak ya? Yang penting gue minta hari Jumat," tambah Wailan yang mengaku kisah itu ia dapatkan dari Lingling, mantan atlet Olimpiade tenis meja Indonesia.

Ucapan itu adalah doa. 

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir (QS. Qof: 18)

Apa yang diinginkan sang legenda, tampaknya tidak berpangku sebelah tangan. Ya, Allah telah memanggilnya sesuai harapannya.

Tidak ada seorang Muslim pun yang meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat kecuali Allah SWT akan menjaganya dari fitnah kubur. (HR. Ahmad no. 6582 dan At-Tirmidzi no. 1074). Itulah keistimewaannya.

Lukcy, begitu saya dan para sahabat menyapanya. Adalah perenang dengan sederet prestasi baik nasional mau pun internasional. Saya mulai mengenalnya sejak ia, Purnomo (pelari), Wailan Walalangi masih tinggal di sekolah ragunan, 1980an awal.

catatan, Purnomo sudah lebih dulu berpulang, 2019.

Sebagai wartawan muda, saya bergaul dengan mereka yang relatif seusia. Kami hanya berselisih 3-5 tahun, dan mereka lebih muda dari saya. Kami cocok, dan kami menjalin persahabatan begitu rupa.

Kata mereka, saya wartawan yang paling sering menemui mereka di Ragunan. Jadi, saya nyaris tahu sikap dan sepak terjang mereka.

Selalu saja, setiap saya menyambangi Ragunan, ketiganya terlihat tak pernah jauh. Lucky sendiri sebenarnya sejak 1979 sudah pindah ke Los Angeles, Amerika. PRSI punya program jangka panjang, mengirim dan menyekolahkan para perenang ke sana. Tapi setiap menjelang Sea Games, Lucky dan beberapa perenang, kembali Ragunan.

Tidak sampai di situ. Saya, Lucky, dan Purnomo pernah berada dalam satu yayasan Prestasi Anak Bangsa. Oom Ferry Sounoville, legenda bulutangkis, sebagai ketuanya. Yayasan punya gagasan indah tentang kesejahteraan bagi atlet dan mantan atlet. Tapi gagasan itu tidak berjalan dengan baik. Yayasan bubar di tengah jalan.

Kisah saya dengan Lucky masih terus bersentuhan. Di penghujung 2007, saya dan sang legenda, sama-sama ikut fit and proper test untuk menjadi Direksi PPK-Kemayoran serta PPK-GBK, Gelora Bung Karno.

Sayang Lucky gagal saat itu. Padahal ia diproyeksikan untuk menjadi direksi di GBK. Selain mantan atlet, ia juga seorang arsitek. 

Di usianya yang ke-58, Lucky harus kembali pada sang Khalik. Ia menyusul sahabatnya satu tim estafet terkuat Asia Tenggara, Gerald Item yang berpulang tahun lalu di Amerika. Tinggal dua sahabatnya yang masih ada, Christian Sumono dan Kunhantio.

Lucky, adalah seorang sahabat yang selalu optimis. Jarang sekali saya melihat dia bermuram-durja. Tawanya hampir selalu ia tenggerkan di wajahnya yang gagah. Tutur katanya juga rapih dan jarang pula saya dengar di mengeluarkan kata-kata kasar.

Meski berada di penghujung 50-an, tapi tubuhnya tetap terlihat prima. Ia nyaris selalu terlihat bugar hingga minggu lalu sebelum masuk ke rumah sakit.

Saat tulisan ini saya buat, sekali lagi Wailan mengabarkan saya, jenazah Lucky sudah dimakamkan di TPU Jeruk Purut. Semoga seluruh amal baktimu bagi negeri menjadi jalan indahmu di hadapan Sang Pengadil nanti. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatNya, dan mengampuni seluruh khilafmu. Aamiin.

Pergilah sahabat, jangan risaukan kami yang masih harus bertarung dengan Covid-19.