Ideologi dan Kapital Piketty

By Admin


(Catatan Diskusi Swary Utami Dewi)

3 Juli 2020


nusakini.com - Thomas Piketty, ekonom Prancis, dengan cemerlang menuliskan ide-idenya dalam buku terbarunya, Capital and Ideology, terbitan 2020. Meski terbilang muda, belum setengah abad, tetapi Piketty sudah diakui layak bersanding dg Joseph Stigliz dan Paul Krugman, dua ekonom yg sudah menerima Hadiah Nobel, dalam suatu event. Piketty juga dalam tulisannya senantiasa menonjolkan ideologi sebagai pisau analisanya dan dengan tajam melihat ekonomi bukan sesuatu yang lepas dari isu sosial politik.


Keunggulan inilah yang membuat ide Piketty amat sangat layak diperbincangkan. Buku terbarunya tersebut di atas, setebal lebih dari seribu halaman, dibahas dengan begitu menariknya di ajang bedah buku ke-4 komunitas Aksi Literasi pada Jumat, 3 Juli 2020. Kali ini yang jadi pembahas adalah Dr. Airlangga Pribadi, dosen FISIP Universitas Airlangga. Sementara yang jadi penanggap adalah Kandidat Doktor Usman Kansong dan Dr. Fachru Nofrian. 


Dalam diskusi ini, Piketty dipandang seimbang. Ada apresiasi, ada pula kritik. Apresiasinya mulai dari kemampuan Piketty yang secara legowo dan cerdas melihat ekonomi bukan ekonomi semata, tapi terkait erat dengan sosial dan politik. Juga ada apreasiasi kemampuan Piketty mencetuskan ide-ide cemerlang seperti pajak progresif. 


Di satu sisi, beberapa kritik juga diberikan. Misalnya ideologi dilihat Piketty sebagai sesuatu yang otonom dari kelas. Ideologi juga bukan sesuatu yang murni. Ada percampuran dan wilayah abu-abu dalam ideologi. Pandangan Piketty tentang pajak progresif juga mendapat catatan. Pengelolaan pajak oleh negara (pemerintah) mengasumsikan seolah-olah negara itu netral dan bisa melakukan distribusi yang sudah pasti adil ke masyarakat.


Piketty, meski menolak disebut Marxist, ternyata juga menunjukkan analisa yang sejalan, misalnya saat berbicara tentang distribusi. Bahkan ada candaan, jangan-jangan strategi Piketty saja untuk tidak mau disebut sebagai Marxist agar idenya bisa digaungkan di manapun tanpa dikaitkan dengan label tertentu.


Pendeknya, tidak cukup hanya dalam satu pertemuan mengulik pemikiran Piketty. Diperlukan diskusi lanjutan untuk melihat berbagai pemikiran cerdasnya.