Hati-Hati Membaca Analisa Pengamat soal Kebijakan Pangan di Tanah Air

By Abdi Satria

                                                            nusakini.com-Jakarta – Masyarakat diminta lebih berhati-hati dalam membaca dan mencerna berbagai analisa pengamat mengenai perkembangan pembangunan pertanian di tanah air. Demikian pinta Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Bambang Sugiharto, menanggapi pendapat seorang ekonom di salah satu media massa cetak nasional mengenai harga pangan. Sebaliknya, Bambang juga meminta semua pihak, termasuk pengamat dan akademisi lebih obyektif dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataan ke ranah publik.                                                           “Kalau yang keluar adalah pernyataan bias, sebaiknya pernyataan itu ditelan sendiri karena yang dibutuhkan publik saat ini adalah analisa yang utuh. Yang tidak terpotong-potong seperti analisa dalam waktu sebulan,” ujar Bambang, Rabu (13/3).

Bambang memberi contoh, mengungkapkan data inflasi bahan makanan dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang hanya diulas pada bulan Februari 2019 saja, menjadi sangat bahaya. Sedangkan pertanian terutama pangan bersifat musiman, sehingga berfluktuasi antar bulan. Semestinya Bambang melanjutkan, analisisnya dalam kurun waktu panjang.

“Enam bulanan bahkan tahunan, sehingga bisa menggambarkan kondisi pertanian secara utuh," tegask Bambang.

Sedangkan untuk melihat kemampuan daya beli petani ia menurutnya tidak cukup membandingkan nilai NTP saja, karena itu bisa menjadi parsial dan serampangan.

"Meskipun bulan Februari 2019 sudah memasuki panen raya dan wajar saja bila harga gabah dan beras mengalami penyesuaian. Namun NTP 102,94 masih bagus di atas 100. Indikator yang lebih jelas menggambarkan kondisi usaha tani bisa dilihat dari Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) sebesar 111,18," jelas dia.

Oleh karena itu, Bambang meminta semua pihak mulai berhati-hati dalam mengulas sesuatu, tidak parsial. Apalagi dalam menganalisa kesejahteraan petani dengan NTP dan NTUP.

"Sebab bila analisis dalam kurun waktu pendek bulanan akan menyesatkan. Karena bisa jadi bulan ini petani dianggap tidak sejahtera karena NTP dan NTUP turun, dan bulan depan berubah drastis menjadi sejahtera karena NTP dan NTUP naik," katanya.

Capaian Spektakuler Terobosan Pertanian dalam Empat Tahun Terakhir

Bambang mengatakan, kesejahteraan petani pada bulan ini semakin menguat yang ditunjukkan dari daya beli petani yang semakin tinggi. Hal itu seperti juga yang tertera pada angka BPS, yakni NTUP tahun 2017 sebesar 111,77 poin naik 5,39 persen dari 2014 sebesar 106,05 poin dan NTP 102,25 poin naik 0,97 persen dibandingkan 2014 sebesar 102,03 poin.

"Ini kan berkat berbagai terobosan pertanian yang berhasil selama empat tahun terakhir," terangnya.

Dikatakan Bambang, sektor pertanian saat ini mampu mengentaskan kemiskinan di perdesaan yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Yang jelas, data BPS menunjukkan jumlah penduduk miskin di perdesaan pada Maret 2018 mencapai sebesar 15,81 juta jiwa, dan turun 10,88 persen jika dibandingkan pada bulan Maret 2013 yang hanya sebesar 17,74 juta jiwa.

Lebih lanjut, bahan makanan juga dikenal telah memberi andil terbesar dalam menyumbang inflasi. Namun sektor pertanian juga mampu menjaga inflasi terkendali. Terbukti, data BPS menunjukkan inflasi bahan makanan tetap rendah, yaitu tahun 2017 sebesar 1,26 persen jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2014 sebesar 10,57 persen.

 "Ini kan menjadi prestasi spektakuler yang belum pernah terjadi selama ini. Bukti berikutnya kita merasakan selama dua tahun terakhir harga pangan stabil di saat Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru, tidak ada gejolak bahan pangan. Padahal kebutuhan konsumsi naik 5 hingga10 persen," katanya.

Data BPS juga menyebutkan bahwa Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pertanian pada 2018 sebesar 1.417,1 triliun naik 42,5 persen dibandingkan 2013. Ekspor pertanian 2017 sebesar Rp 442,3 triliun juga naik 24,5 persen dari 2016. Capaian ini ditopang oleh kinerja investasi 2018 sebesar 61,6 triliun naik 110,2 persen dibandingkan 2013. 

"Ini menunjukkan perubahan sangat signifikan di sektor pertanian," tutupnya.(p/eg)